Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2014

Dilema Negara Terhadap Pasar

Oleh. Dr. Muhadam Labolo Catatan Fachry Ali pasca debat capres putaran kedua menarik untuk dicermati lebih jauh ( Republika, 17 Juni 2014 ). Kesimpulan Fachry menunjukkan bahwa pada akhirnya masa depan ekonomi Indonesia bergantung pada pengalaman dan kecerdasan masing-masing calon wakil presiden, bukan calon presiden yang terkesan tak lulus mata pelajaran ekonomi. Konklusi tersebut dapat dimaklumi sebab latar  kedua capres dari sisi ekonomi tak cukup memadai dibanding moderator sebagai pemandu debat. Idealnya kedua capres mengangkat moderator sebagai penasehat bidang ekonomi sehingga gambaran tentang peliknya ekonomi Indonesia dapat dipresentasikan dengan baik. Gambaran Ahmad Erani Yustika tentang hilangnya konsistensi antara capaian elite dengan kepuasan masyarakat dibidang ekonomi cukup memberikan keyakinan pada kita tentang lebarnya jarak antara yang memerintah dan yang diperintah ( Kompas, 17 Juni 2014) . Dissosiasi tersebut hanya mungkin dienyahkan jika terdapat tali penyam

Debat Capres Ketiga, Menakar Politik Luar Negeri dan Ketahanan Nasional

Oleh. Dr. Muhadam Labolo Harus diakui bahwa performa Prabowo dalam debat capres kali ini lewat tema politik luar negeri dan ketahanan nasional seperti menyediakan seperangkat senjata dan amunisi agar dirakit dalam waktu singkat menjadi semacam modal pertempuran debat yang apik. Lewat pengalaman panjang dalam dunia militer serta lama bermukim di beberapa negara menjadikan Prabowo tampak lebih siap dalam menjawab sejumlah isu yang menjadi topik perbincangan sesi persesi. Jika Jokowi mengandalkan kematangan pengalaman dalam manajemen pemerintahan di Solo dan DKI Jakarta, maka Prabowo seperti mendapatkan tempat yang tepat untuk meyakinkan publik soal pengalaman dan pengetahuan politik luar negeri serta ketahanan nasional. Bicara soal dua tema besar itu saya sependapat kiranya akar masalah sebenarnya adalah bagaimana kemakmuran negara dapat dicapai selekas mungkin. Kemakmuran negara, sadar atau tidak menjadi titik soal sekaligus refleksi kekuatan politik dan ketahanan suatu bangsa. Sem

Debat Kedua Capres, Prioritas Pertanian atau Kelautan?

Oleh. Dr. Muhadam Labolo Debat kedua capres tampak seperti naik kelas dengan kemampuan mengeksplorasi visi masing-masing hingga ke tataran operasional. Ini sebuah penanda  keberhasilan tim sukses dalam mempersiapkan kedua capres agar tampil lebih smart dalam arena selevel ‘cerdas cermat’ tingkat dewasa.  Saya mesti bilang selevel itu karena moderator kali ini tak lebih piawai dalam menguasai pertanyaan dibanding kedua capres yang terkesan lebih menguasai jawabannya. Tampaknya format yang disodorkan KPU seperti menjebak moderator menjadi pemandu acara cepat tepat setingkat SMU, bukan debat yang fleksibel dan memukau seperti Obama vs Romney tempo hari.  Jika model membaca pertanyaan dilakukan pada debat selanjutnya, hemat saya tak perlu mengundang moderator sederajat guru besar, cukup pilih salah satu guru SMU teladan di Indonesia akan lebih bagus hasil pembacaannya.  Terlepas dari itu, Prabowo tampak lebih siap dalam contoh-contoh konkrit yang diharapkan publik dibanding debat per

Debat Pertama, Membedakan Pemimpin dan Manajer

Oleh. Dr. Muhadam Lab olo Debat pertama pasangan capres/cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla senin malam (9/6/2014) memberi gambaran awal tentang masa depan Indonesia sekiranya salah satu pasangan menjadi pilihan rakyat sebagai presiden dan wakil presiden 2014-2019.  Bagi saya terdapat sejumlah catatan penting dalam debat yang terdiri dari enam segmen yaitu , pertama , tahapan penyampaian visi awal dari masing-masing capres/cawapres memberi gambaran tentang apa yang akan dilakukan dalam lima hingga sepuluh tahun kedepan. Diluar pasangan Prabowo-Hatta, pasangan Jokowi-Jusuf Kalla tampak kehilangan konsistensi terhadap visi awal yang selama ini telah dijual ke publik dalam tema besar bernama Revolusi Mental. Semestinya visi ini yang dielaborasi lebih jauh agar publik semakin yakin tentang apa pandangan Jokowi-Jusuf Kalla terhadap masa depan Indonesia. Mengutip statement Jokowi sendiri, mungkin terlalu bersemangat sehingga jawaban Jokowi-Jusuf Kall