tag:blogger.com,1999:blog-90857210406693275802024-03-17T23:19:10.335-07:00Perspektif Pemerintahanmuhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.comBlogger398125tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-32449686799332722182024-03-17T23:17:00.000-07:002024-03-17T23:18:26.915-07:00Muchlis Hamdi, Kenangan Seorang Dosen Ikhlas<p style="text-align: justify;"><span face="Arial, Helvetica, sans-serif" style="background-color: white; color: #222222;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Apakah Muchlis Hamdi, pakar kebijakan publik masih mengajar di Manglayang? Tanya seorang dosen senior di UGM ketika suatu saat saya bertandang. Saya merasa bangga. Jauh-jauh kesana, rupanya ada yang kenal dosen kami. Sama halnya waktu terlibat penelitian singkat di IPB (2003), beberapa dosen bertanya masih adakah Prof. Talizi di IIP?</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Setidaknya saya merasa almamater menjadi bagian dari pergaulan akademik. Dihargai dan dihormati pada sisi intelektual yang kini semakin suram. Muchlis Hamdi konsisten dengan bidang ilmunya, kebijakan publik. Ia fokus pada kepadatan teori dan realitas empirik sebagai laboratorium yang terus dicermati. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Dimasa sekolah di IIP, saya menamatkan buku Bunga Rampai Pemerintahan. Mungkin itu <i>magnum opus</i> atas pemaknaan pemerintahan yang Ia pahami. Buku itu memengaruhi pondasi pemikiran pemerintahan sebelum menjejali buku berat Talizi. Edisi Yarsif Watampone itu sejajar dengan Makna Pemerintahan karya Ryaas di tahun 1999.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Muchlis Hamdi guru besar yang sejuk dan ikhlas. Sesuai namanya, seseorang yang ikhlas. Beliau promotor sewaktu menyelesaikan S2. Sulit menjumpai Ia marah di kelas. Bila keterlaluan, suaranya cukup ditinggikan. Menandakan Ia sedang mengirim pesan agar sebaik mungkin mahasiswa disiplin. Ia tak banyak mempersoalkan, tapi lebih sering memaafkan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kepada saya Ia selalu mewanti-wanti. Saya berusaha mencermati setiap kalimat. Memahami sedapat mungkin ketebalan kata, sekaligus kedalaman makna. Saya mesti jauh lebih banyak merenung, setiap kali diskusi dengannya tentang isu-isu yang menggelisahkan pikiran beliau sebagai akademisi. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ia punya standar etika tinggi. Tak mudah kompromi untuk urusan kebenaran. Ketidaksetujuannya terkadang sulit dipahami orang lain. Ia menegaskan tentang semua itu dari sikapnya yang tak bergeming untuk hal yang jelas bertentangan. Entah norma, apalagi etika. Dengan diam salah satunya. Sikap itu mungkin semacam fiktif positif demi menjaga <i>muammalah.</i></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Waktu selesai IIP (2001), beliau menawarkan saya bergabung sebagai dosen di almamater. Saya terima, walau ada panggilan yang sama untuk bergabung di STPDN Jatinangor. Saya akhirnya memilih salah satunya setelah istikharah. Tak disangka saya mengajar di keduanya pasca integrasi STPDN ke IIP menjadi IPDN (2004).</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Di kelas, Pak Muchlis punya kekhasan mengajar. Ia menguasai teori kebijakan di level langitan. Tak semua mampu mencerna di tengah ayunan suaranya yang puitis. Hanya mereka yang sungguh-sungguh yang mampu menangkap esensi dari perspektif ilmunya. Muchlis Hamdi punya kelebihan disitu. Kemampuan mengabstraksi teori sejauh yang Ia dalami. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Dalam pengalaman kerja, saya tak jarang bersentuhan dengan beliau. Berselancar diberbagai daerah. Menikmati panen raya otonomi. Menyelesaikan pemekaran Buton Utara hingga ke pedalaman Sekadau. Saya belajar banyak pada beliau, bukan semata soal keluasan kognisi, juga kekayaan afeksi dalam tiap kali menghadapi masalah. Beliau aktor dalam banyak perancangan regulasi.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ketika Ryaas di tunjuk sebagai ketua tim <i>recovery</i> pasca kasus Wahyu Hidayat, Ia di tanya siapa saja yang bisa dilibatkan. Pak Muchlis memanggil saya untuk bergabung selain Hyro, James, Ramses, dan Simao. Sebulan penuh kami kerja siang malam menyiapkan bahan untuk diputuskan Presiden SBY. Hasilnya, almamater tak jadi bubar, walau mesti diregionalisasi.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Penataan kampus selanjutnya di pimpin oleh tim <i>recovery</i> jilid dua. Pak Muchlis aktif menyatukan kultur dua organisasi pendidikan itu. Kami studi banding ke Belanda dan Belgia. Tim itu berkali-kali rapat maraton. Merapikan kurikulum usai evaluasi yang di dukung <i>World Bank.</i> Semua upaya itu tak sia-sia. Kampus selamat, walau dihantam krisis berikutnya, Clift Muntu.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Dalam posisinya sebagai mantan Warek Bidang Akademik di IIP dan STPDN, Direktur Pasca, hingga Staf Khusus Bidang Pemerintahan di Kemendagri, Muchlis Hamdi tetaplah dengan sikapnya yang sederhana, kalem dan rendah hati. Semasa sekolah Ia pernah menjadi Praja terbaik di APDN Kalbar. Menyelesaikan master dan doktoral bidang <i>public policy</i> di Pittsburg Amerika Serikat.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Di penghujung Maret, menanti kelahirannya awal April, beliau mengakhiri pengabdian lewat orasi kebijakan publik, keberlanjutan pemerintahan yang amanah. Ia hampir genap berusia 70 tahun. Walau begitu, Pak Muchlis tetap muda. Ia memang berperawakan kecil hingga tak tampak berusia boros. Pak Muchlis cermin akan kedalaman ilmu, juga sosok penuh inspirasi untuk penjagaan idealisme seorang akademisi.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-82762572996585719312024-03-17T23:11:00.000-07:002024-03-17T23:11:28.489-07:00Sadu Wasistiono, Maestro Manajemen Pemerintahan<p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Akhir Januari 2024 Pak Sadu Wasistiono mengakhiri masa tugasnya di almamater, Kampus Manglayang. Ia guru besar bidang Manajemen Pemerintahan. Ia juga menggeluti isu-isu otonomi daerah pasca dibidani oleh Ryaas Rasyid dan kokinya, Djohermansyah Djohan. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Sadu diakui sebagai sedikit dosen IPDN yang konsisten mengembangkan manajemen pemerintahan hingga ke level praktikal. Ia malang melintang dari Sabang hingga Merauke. Membantu pemerintah daerah dalam urusan tata kelola pemerintahan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Saya bersentuhan kerja sejak beliau menjabat sebagai Kepala LPM di IPDN Jakarta. Ruangan saya bersebelahan. Kami kerja sampai sore hari. Saya mudah berdiskusi bila ada topik menarik. Di luar itu kami lebih sering bertemu di hotel. Ngamen sebagai narasumber kemana-mana. Tak sedikit daerah yang kami kunjungi, bersama Made Suwandi, Muchlis Hamdi dll.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Pak Sadu salah satu pakar yang jernih menjelaskan sesuatu. Ia punya segudang jawaban untuk urusan tata kelola pemerintahan. Karenanya, Ia banyak dipercaya mendampingi pemerintah menyusun UU dan instrumen turunannya. Dengan kelebihan itu, tak heran Ia pun sering ke luar negeri untuk <i>study comparacy. </i></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Sadu orang yang tak risau dengan dialektika kritik. Ia justru terbuka. Bahkan menantikan dengan sikapnya yang tenang. Ia berkali-kali meminta saya memberi masukan atas buku-bukunya. Termasuk buku perkembangan ilmu pemerintahan sejak klasik hingga moderen.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Saya sebenarnya punya sejumlah catatan. Namun biarlah menjadi bagian saya untuk menyempurnakan di buku selanjutnya, soal empat pilar utama pemerintahan. Tentu saja tugas murid adalah melengkapi apa yang telah ditetaskan sejak Soewargono, Pamudji, Talizi, Ryaas Rasyid, dan Sadu. Saya akan mengambil waktu untuk menguatkan pondasi mereka.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Sadu salah satu dosen yang mencintai ilmu pengetahuan. Ia menghabiskan waktu lama sebagai pendidik dibanding menjadi pejabat di luar kampus. Ia menekuni bidangnya sama halnya Talizi. Di kampus Manglayang Ia pernah duduk sebagai wakil rektor bidang akademik, direktur pasca, wakil rektor, dan pj rektor.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Soal rekam jejak akademiknya, Sadu tak diragukan. Ia rangking pertama dengan jumlah sitasi terbanyak di IPDN menurut satu lembaga dunia. Ermaya di posisi kedua. Saya dibawah keduanya. Tentu saja generasi kami masuk kategori imigran digital. Andai hidup segenerasi milenial, mungkin rangking mereka lebih dari itu pada skala nasional & international.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Sadu seorang akademisi tulen. Ia guru besar yang diperhitungkan di Kampus Manglayang. Nama besarnya di kenal dilingkungan purna praja dan civitas akademika. Sadu dosen yang <i>low profile, smart, friendly,</i> dan punya kesadaran mendongkrak murid-muridnya untuk terus maju meraih puncak tertinggi. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Pada satu kesempatan ceramah di Batam, Ia tertawa saat saya membuat lelucon pendek. Waktu itu saya duduk sebagai moderator sekaligus ketua Pusat Kajian Strategis Pemerintahan. Dihadapan para sekwan, saya beri jok ringan. Sekwan, sengsara karena anggota dewan. Kami sering ngobrol selesai acara.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Di lain kesempatan kami pernah terlibat projek bersama KPK. Saya paling yunior, selain Dr. Jonatan dan Dr. Indra Perwira dari Unpadj. Tugas kami turun ke berbagai daerah hanya satu, sosialisasi pencegahan korupsi dihadapan DPRD se Indonesia. Sayang program itu tak berlanjut. KPK hari ini lebih banyak pada tindakan represif ketimbang preventif.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Pak Sadu pensiun, tapi tidak untuk ilmunya. Ia dikenang dalam sejumlah buku yang ditulisnya. Ia ingin terus berkarya, tidak hanya di almamaternya. Ia pernah berniat melanjutkan ke Unjani. Sayang, birokrasi di Kementrian Dikti menghambat semua itu. Ia tak putus harapan. Tetap berkarya sejauh kesehatannya tak bermasalah.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Di penghujung pensiun Ia tetap hadir dimana-mana. Ia guru besar <i>emeritus</i> yang tetap produktif. Terkadang kami bersua diberbagai ruang dan waktu. Entah membahas instrumen undang-undang, atau sekedar membantu menyiapkan dokumen yang dibutuhkan pemerintah. Saya akui, kita kehilangan maestro di bidang manajemen pemerintahan.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-42412227751443717662024-03-17T23:07:00.000-07:002024-03-17T23:07:17.970-07:00Ramadhan di Manglayang<p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Waktu masuk Ramadhan, praja belum libur. Bagian kerohanian memfasilitasi aktivitas praja buat puasa. Mulai tarwih, kultum, sahur, tadarusan, kajian, mabit, hingga i'tikaf di akhir Ramadhan. Tak sedikit praja yang menikmati ritus ibadah tahunan itu dengan semangat tinggi. Ada pula yang tak puasa, bahkan makan tulang.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Untuk sahur disiapkan makanan tambahan. Ada bubur kacang ijo. Makanan mewah itu sebenarnya menu eklusif buat klub sepak bola Manglayang. Mereka benar-benar di <i>service</i> oleh manajernya, Pak Ifandi Hadi, dosen galak dan berkumis asal Jambi. Menu buka puasa biasanya ditambah kolak pisang.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Waktu sahur, ada juga satu dua praja non muslim ikut gabung. Buat menghindari aerobik pagi. Bila ditanya alasannya sama, puasa. Tak beda dengan satu dua oknum muslim yang nyelip di bus Praja Kristiani. Mengaku ibadah mingguan di Gereja Alun-Alun Bandung. Padahal hanya ingin pesiar, atau ketemu kekasih gelap di Cicaheum.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Untuk mengelabui pengecekan, mereka ganti papan nama dengan nama rupa-rupa. Haris diganti Haikal, atau Harahap di tukar Ginting. Pokoknya amanlah, daripada bermasalah di tengah jalan, di gelandang ke posko. Matilah awak. Bisa pikul ransel, gundul, dan TBO. Hukuman paling melelahkan mental praja.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Bila tarweh suka di cek oleh senior. Sebulan puasa serasa tak cuma diawasi Rakib & Atid, juga Polisi Syariah. Poltar namanya, Polisi Taraweh. Komandannya angkatan 02, Rahmat Siregar, alias Baret Merah. Gelar itu identik dengan tanda di kepalanya, bekas jahitan panjang. Praja suka mengingatkan yang mantul bila yang bersangkutan tiba-tiba sidak.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Mereka kocar-kacir bila Bang Siregar tiba di barak. Beberapa bersembunyi di plafon. Ada juga di gudang lemari. Bertindihan dengan sapu, karbol, batu apung, dan pel lantai. Sering pula praja yang tak berpengalaman terkunci dalam lemari itu. Ia tak bisa lakukan apa-apa manakala semua praja di paksa berkumpul di lapangan parade. Ia terjebak dan menyendiri disitu.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Daripada ketahuan lebih baik berdiam diri dalam lemari gudang. Sampai ditemukan jaga barak. Syukur tak lemas kekurangan oksigen. Jaga barak terpaksa mencarikan perusak kunci agar yang bersangkutan bebas dari penjara sempit itu. Ia keluar dengan wajah pucat berlapis-lapis. Satu kali pucat karena lolos, kedua pucat karena bebas dari perangkap lemari gudang.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Lemari gudang itu seperti perangkap tikus. Bagi mereka yang terbiasa sembunyi disitu tak masalah. Cukup untuk menampung praja kurus dengan ketinggian setara Mas Eko Udiyono. Bila lebih dari itu, lemari gudang itu tak bisa dijadikan tempat sembunyi. Satu-satunya cara, naik ke lantai dua. Disana lebih aman, asal tak meninggalkan jejak di dinding menuju plafon.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Pernah suatu kali pengecekan aerobik pagi. Seorang madya nekat naik ke plafon dan meninggalkan jejak di dinding dekat plafon. Sang Polpra Nindya tak beringsut dari jejak itu. Ia berteriak-teriak agar turun. Tapi si madya tak mau turun. Akhirnya polpra menggertak dengan nada tinggi, "kalo kau ndak turun, sa bakar ini plafon, cepat !" Mendengar suara itu, si madya merasa satu kontingen.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ia akhirnya menyerah turun, sambil menjawab dari plafon, "iye kak, siap sa turung!" Ia turun dalam keadaan frustasi, lemas, gagal, dan angkat bendera putih. Ia terperangkap seperti tikus dalam lubang sawah yang akan diasapi. Ia menyerahkan diri dalam kondisi lelah bermain petak-umpet dengan senior polpra.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Polpra Nindya itu mungkin punya jam terbang lebih tinggi untuk urusan naik turun plafon. Syukurnya Ia tak jadi di gelandang ke posko, hanya di parintah <i>push up</i> dan dinasehati keras. Maklum, satu kontingen. Praja sering mencari jalan keluar untuk urusan <i>mepet,</i> walau akhirnya Ia justru menemui jalan buntu.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-76741555933973091872024-03-06T00:47:00.000-08:002024-03-06T00:47:58.750-08:00Korban Cacar Air dan Kerepe'an<p><span style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Semua korban cacar air <i>(versela)</i> di isolasi ke KSA. Disitu seluruh pasien bintitan hitam-merah bercampur. Ada muda, madya hingga nindya. Dokter Soma tak membedakan pangkat. Bila status praja dinyatakan positif, langsung diperintah masuk KSA. Cacar air penyakit menular. Bisa lewat sentuhan kulit, dahak, liur dan lain-lain.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Di atas bangunan KSA terdapat lab komputer. Ruangannya sempit hingga praja harus gantian saat praktek. Komputernya jadul. Tiap praja wajib mengingat simbol algoritma untuk bisa mengoperasikan dengan lancar. Praja dibekali disket di depan PC IBM, hafal mana _software_ dan _hardware._ </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Praja yang hafal dan cepat memainkan jari di depan komputer dinilai jenius. Pendek kata, siapa yang menguasai komputer dia sumber rujukan, sekalipun mata kuliah lain tetap saja _her_ (ujian ulang, Belanda; _herexamen)._ Praja paling takut bila tak lulus. Makanya Sistem Kebut Semalam berlaku di seantero barak. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Beberapa praja membuat kerepe'an. Resume itu dicopy berkali-kali. Lengkap dengan sumbernya. By Dwi Budi atau Nursujito. Praja harus yakin sumbernya sebelum diperbanyak. Kalau produk pegawai koperasi seperti Revond mungkin tak banyak peminatnya. Dianggap kurang mujarablah, atau kurang yaqin kalo menurut ilmu pertogelan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Bentuknya kecil seukuran bon koperasi. Lebarnya tak seberapa, tapi panjangnya bisa setinggi Polpra Ukim. Ada juga yang di lipat rapi seperti kertas minyak buat sulapan anak kecil. Begitu di buka bisa dua meter. Dicopas ukuran minimalis dan didistribusikan pemasok ke praja yang membutuhkan. Pendeknya, kerepe'an menjadi semacam narkoba.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Beberapa praja nekat membawa kertas haram itu kedalam kelas. Mencari peluang untuk memindahkan ke kertas ujian. Hanya yang punya nyali bisa lakukan itu. Bagi yang tak kuat menahan debaran jantung karena bertatapan muka dengan pengawas, sebaiknya tak ambil resiko. Ini soal mental saja. Bila apes, tak hanya malu, juga gundul di lindas ketam berkarat.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kembali ke KSA. Polpra Yopi dan beberapa rekan kena cacar. Penyakit memalukan itu cepat menyebar. Ia diisolasi dua minggu di KSA. Kebetulan di atas KSA jadwal praktek lab madya. Ributnya minta ampun. Yopi cs terganggu. Usai pelatihan sejumlah madya lewat di samping KSA. Mereka dipanggil Yopi di dekat jendela. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">"Hei,..kalian bisa tertib nggk kalo pelatihan?" Ketua Kelas Madya jawab ketakutan, "siap kak!" Kata Yopi, "sini kamu!" Belum sempat ketua kelas melepas muts langsung kena gampar di pipi kiri-kanan beberapa kali. Madya lain kocar-kacir membentuk dan merapikan barisan. Yopi mengawasi dari jendela. Ia segera menyuruh balik ketua kelas, "kembali!, dan jangan sampai kalian ketemu saya lagi." </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ketua kelas, "siap kak, izin kembali! Ia segera balik dan berlari kecil dengan muka pucat. Ia membawa pasukan itu kembali ke barak. Menjadi ketua kelas memang penuh resiko. Apalagi ketua barak dan ketua regu. Sesekali bisa di sidak dan di cegat di jalan oleh Polpra Swasta seperti Abdul Salam Gau, atau Abdurahman Wakano. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Hanya berselang sehari, ketua kelas madya yang kena tempeleng tiba-tiba muncul di KSA. Kata Yopi, "dek, kenapa lagi kamu kesini? Mau sa gampar ya?" Ketua Kelas Madya itu dengan lemas menjawab, "siap tidak kak!" Yopi menyambar, "jadi, ngapain pulak kau disini dek?" Jawab madya cepat, "siap izin kak, saya kena cacar kak!" Yopi langsung terdiam.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Yopi tak sadar, rupanya gamparan kemaren di jendela KSA mengakibatkan penularan cacar. Si madya kini jadi pasien disampingnya. Mereka hidup berdampingan. Saling rawat agar lekas sembuh. Keduanya rukun menjalani terapi di KSA. Memang hidup terasa aneh. Kadang musuh bisa jadi teman senasib. Cacar berjasa mempertemukan keduanya.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-49987996509829943192024-02-29T20:30:00.000-08:002024-02-29T20:30:00.665-08:00Menjaga Kehormatan<p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ketika Jendral Besar A.H Nasution menawarkan pangkat tituler Mayjend kepada Ulama Besar Buya Hamka atas jasanya memobilisasi perlawanan rakyat pada Belanda, Ia menolak. Alasannya sederhana. Ia hanya ingin fokus pada bidangnya, berdakwah dan menulis. Atas ketekunannya, Hamka di kenang sebagai sastrawan hebat, selain mewariskan Tafsir Al Azhar.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Setahun lalu, Emil Salim diberikan penghargaan bergengsi <i>Climate Hero Award </i>dari <i>Foreign Policy of Community Indonesia</i> (FPCI). Ia menolak. Di atas panggung Emil beri tahu alasannya. Ia merasa gagal menjalankan konvensi Rio 1992. Sungguh, panitia tak menyangka, ada tokoh yang tak berkenan menerima simbol kehormatan di bidang itu.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Emil bukannya tak mau dihormati. Nuraninya menolak penghargaan itu, bahkan mengakui sebaliknya, gagal menyelamatkan bumi dari kerusakan lingkungan. Sikap itu justru memosisikan Emil lebih terhormat. Mantan Dubes USA, Dino Patti Djalal menobatkan Emil sebagai tokoh yang memiliki integritas diantara tokoh besar lainnya.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Sikap Buya dan Emil adalah cerminan integritas langka. Ada keikhlasan, kejujuran, keterbukaan, dan keberanian menyatakan sesuatu yang lebih pantas ketimbang dirinya dalam menjaga nilai kehormatan. Mereka memperlihatkan integritas alami, tanpa di paksa, lewat kesadaran mendalam. Keduanya memperlihatkan kelasnya di usia senja, dieranya masing-masing.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kata Robert Caruso, kehormatan adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang dalam bentuk jabatan, gelar, dan pangkat. Dalam masyarakat terdapat gelar dan jabatan yang disematkan menurut konsensus sosial. Ada gelar adat dan agama, seperti Tuan Guru, atau Kyai. Pada ruang formal ada profesor, doktor, bahkan jenderal kehormatan. Semua diberikan dengan alasan tertentu.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Gelar, jabatan, dan pangkat kehormatan itu diberikan tanpa harus melewati jenjang yang semestinya. Mereka diakui benar-benar memiliki kelebihan luar biasa seperti seorang produser film Hollywood, atau peraih nobel. Hal yang sama diberikan pada sejumlah profesi karena tak menerima bayaran apapun sebagaimana anggota parlemen di sejumlah negara.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Pada posisi itu seseorang dilabeli kehormatan. Mereka yang berpotensi dihormati dalam masyarakat di sebut <i>honorable</i>. Kata itu berasal dari <i>honor</i>, yang artinya menghormati. Pantas saja anggota parlemen dipanggil dewan yang terhormat. Cara lain untuk mengatakan hanya dalam nama, gelar, nominal, tidak resmi, tidak digaji, atau tidak dibayar.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Konsekuensi itu membuat anggota parlemen tak digaji, kecuali <i>honor,</i> sekedar pengganti ungkapan rasa hormat <i>(honorarium).</i> Mereka mempertaruhkan kehormatan untuk masuk parlemen, bukan sebaliknya, menjadikan profesi politikus sebagai broker, atau lahan mencari keuntungan pribadi dan kelompok. Disitulah mereka tuna kehormatan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kehormatan tak perlu dicari lewat simbol formalistik. Itu hanya menunjukkan upaya menutupi kelemahan diri. Seorang kepala daerah yang kerjanya mencari-cari simbol kehormatan dari berbagai bidang faktanya sebaliknya, nirprestasi. Setiap perangkat daerah diminta me-<i>lobby</i> untuk dapat penghargaan. Praktek ini mencipta penyakit suap-menyuap.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kehormatan semacam itu instant. Prosesnya ditransaksikan untuk menyenangkan pimpinan. Asal Bapak Senang, lewat rupa-rupa gelar, sertifikat, brevet, dan pin kehormatan. Sayangnya, kian banyak penghargaan makin sulit mempertahankan. Bahkan, sejumlah kepala daerah dengan puluhan simbol kehormatan itu berakhir di tahanan. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kehormatan biasanya muncul lewat sikap yang konstan. Gelar Al Amin Muhammad Saw bukan dipromosikan oleh timses, tapi pancaran perilaku yang mengendap lewat interaksi kehidupan. Tumbuh dan terjaga hingga akhir hayat. Di Asia Timur seperti Jepang, Korea dan China, kehormatan merupakan perkara sakral. Tak heran bila seringkali pejabat mengundurkan diri, bahkan bunuh diri hanya karena lalai menjaga kehormatan.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-33901225150991889102024-02-25T18:21:00.000-08:002024-02-25T18:21:36.315-08:00Mereparasi Kembali Mekanisme Pemilu<p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Catatan kritis Chris Komari (2024), aktivis demokrasi dan mantan anggota parlemen di Amerika menarik dicermati. Gagasan perlunya mereparasi kembali mekanisme demokrasi dari level pusat hingga daerah. Setidaknya perlu dipertimbangkan pasca pemilu 2024. Gagasan itu tak lain guna meredam <i>distrust</i> atas hasil demokrasi yang dicapai bangsa ini.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><i><br /></i></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Distrust hasil pemilu setidaknya berakumulasi pada indeks demokrasi. Hasilnya tetap stagnan di posisi cacat demokrasi <i>(flawed democracy,</i> 6,53). Demikian menurut EIU (2023). Nilai eksternal itu tentu saja di suntik oleh kelalaian tata kelola demokrasi internal. Dalam variabel tertentu kita boleh jadi mencengangkan. Ambil contoh tingkat partisipasi pemilih.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ironisnya, partisipasi politik itu bersifat semu. Kosong, seperti amplop yang tak ada isinya. Orang hanya butuh isinya, bukan amplopnya. Demokrasi kita terpasung disitu. Di asesoris, bukan di jiwanya. Di periferal, bukan di sentrum gravitasinya. Di prosedur, bukan di substansinya. Realitas itu membuat demokrasi kita jalan di tempat, bahkan boleh jadi mundur ke titik awal dimana demokrasi diteriakkan (1998).</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Selain mekanisme teknis penghitungan suara yang meragukan, pola pertanggungjawaban wakil rakyat jauh dari asa. Dinamika di <i>grass root</i> rasa-rasanya tak selaras dengan hujan interupsi di ruang parlemen. Rakyat berteriak turunkan sembako, di atas berbisik tentang bagaimana menaikkan dan mengimport. Aspirasi tampak berpapasan ketika pemilu, namun berseberangan di realitas.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Menimbang dua hal itu, Chris (2024) mengusulkan <i>pertama,</i> perlunya seperangkat mekanisme untuk mengevaluasi posisi wakil yang dipilih di eksekutif dan legislatif. Menyerahkan sepenuhnya pada anggota parlemen di tingkat lokal dan pusat sama berharap hujan turun di musim kemarau. Hanya mukjizat yang dapat mendorong lahirnya angket dan interpelasi. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan tak dapat berbuat banyak.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Hak-hak eklusif itu hanya mungkin digunakan bila partai memiliki kesamaan untung dengan kelompok tertentu. Tanpa itu, hak-hak protokoler dewan sulit dipakai. Belum lagi perlunya negosiasi di level elit, transaksi, pengkhianatan, dan hasilnya yang <i>unhappy ending</i>. Dengan waktu panjang, pengguna hak angket, interpelasi, bahkan pansus, seringkali tak produktif. Hasilnya <i>win-win solution.</i></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Sebab itu, perlu di desain mekanisme baru sebagaimana praktek di negara-negara demokrasi. Ada mekanisme jalan tol yang boleh dilakukan oleh kelompok masyarakat pemilih dengan alasan ketidakpuasan atas kinerja wakilnya di eksekutif dan legislatif. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Di Amerika, kelompok masyarakat dapat menyebarkan angket pada sejumlah dapil dimana wakil direpresentasikan. Dengan jumlah minimal yang ditentukan oleh undang-undang, kelompok pengaju hak <i>recall,</i> dapat mengganti wakilnya di parlemen, termasuk gubernur, walikota dan bupati.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Jadi mekanisme <i>recall </i>tak hanya melulu melekat secara atributif pada wakil di parlemen, juga dapat digunakan langsung masyarakat. Dengan begitu wakil yang impoten dapat dengan cepat di koreksi tanpa harus menunggu pergantian 5 tahun berikutnya. Masyarakat sewaktu-waktu punya akses melakukan koreksi di tengah jalan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Teknisnya semacam mencari suara publik <i>(popular vote)</i> untuk mengajukan diri sebagai calon anggota DPD RI. Bila terpenuhi pada batas minimum, maka mekanisme <i>recall</i> dilanjutkan pada tahap pemilu lokal yang cepat dan ringkas. Isinya hanya dua, yaitu setuju mengganti, dan siapa alternatif dari sekian calon yang akan di coblos. KPU setempat memfasilitasi.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><i>Kedua,</i> terhadap mekanisme penghitungan surat suara <i>(ballot paper) </i> yang lama dan panjang perlu didesentralisasikan. Dengan prinsip penghitungan selesai di tempat (TPS), maka perjalanan surat suara tak perlu mengalami pembajakan di level selanjutnya (kecamatan, kab/kota dan provinsi). Ini menghemat biaya pemilu yang mahal. Mekanisme itu sebenarnya praktek usang orde baru nirteknologi.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Lewat penghitungan di tempat, Formulir Plano C1 dapat langsung di input ke pusat tanpa harus mampir di tiga lokasi (kecamatan, Kab/kota, dan provinsi). Jadi perhitungan surat suara tamat di TPS. Tak ada rekap ulang di jenjang selanjutnya. Itu butuh waktu, biaya, serta berpotensi rusak atau sengaja dirusakkan oleh tangan jahil.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Migrasi rekap menjadikan surat suara rentan mengalami pemerkosaan, penjarahan, penggelembungan, pengubahan, serta upaya <i>cocokologi</i> menurut kepentingan tertentu. Mungkin ini yang dinilai sejumlah kalangan sebagai upaya terstruktur, sistematis, dan masif. Kelemahan ini seharusnya tak perlu terulang di setiap perhelatan pesta demokrasi.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kedua gagasan itu mungkin dapat dimulai dengan merevisi mekanisme pemilu lewat UU No.7/2017 dan mekanisme representasi wakil rakyat pada UU MD3 No.13/2019. Pengaturan lewat dua undang-undang itu setidaknya dapat menyederhanakan mekanisme penghitungan suara yang panjang, serta mendudukkan kembali makna kedaulatan rakyat secara konkrit. Tanpa itu, daulat rakyat terpasung oleh kekuatan partai dan oligarchi.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-10066179111327283162024-02-11T23:28:00.000-08:002024-02-11T23:28:45.519-08:00Menonton Dirty Vote Sebagai Warning<p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><i>Dirty Vote,</i> di anggap film dokumenter berjenis perjalanan. Perjalanan pemilu yang penuh liku, laku dan luka. Proses pemilu 2024 yang penuh liku itu mampu dilewati dengan melakukan berbagai laku hingga menuai luka dimana-mana. Luka itulah yang kini dipersoalkan sebagai satu hal yang dinilai cacat hukum dan etik dalam kerangka prosedur demokrasi.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><i>Dirty Vote</i>, mungkin tak sepenuhnya bisa dikatakan film dokumenter. Ia peristiwa politik yang dirapikan para akademisi. Robert Flaherty pertama kali membuat film dokumenter tahun 1926 tentang cerita non-fiksi. Genre dokumenter biasanya sejarah, biografi, dan perjalanan peristiwa. <i>Dirty Vote</i> mengangkat topik perjalanan proses politik Indonesia menuju pemilu 2024. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Proses itu memperlihatkan bagaimana tahapan pemilu di desain sedemikian rupa hingga paslon tertentu tiba di titik kompetisi sebagai capres-cawapres. Narasi menampilkan bagaimana prosedur demokrasi di bajak lewat berbagai cara yang dinilai abnormal dan penuh kecurangan. Mungkin itu pula yang membuat judulnya menjadi suara kotor, atau pemilu berbau kecurangan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Makna harfiah judul film itu mungkin tak begitu tepat, sebab pencoblosan suara belum dimulai. Suara belum dihitung sehingga tak bisa disimpulkan kotor. Makna kedua mungkin lebih representatif untuk melihat perjalanan paslon mencapai garis kompetisi. Upaya berlapis itu nyatanya mengantarkan paslon tertentu dengan mudah melenggang ke panggung pemilu 2024.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Narasi dimulai dengan agenda politik nasional. Penanda demokrasi bekerja sebagaimana prinsip-prinsip hukumnya. Ini penting sebagai cangkang besarnya, karena hukum bertugas sebagai alas sekaligus membuktikan apakah mekanismenya dilalui sesuai norma atau tidak. Tanpa alas hukum, politik hanyalah tradisi yang mengandalkan kekuatan fisik.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Salah satu keunikan demokrasi kata Seymor Lipset (1959) adalah kesepaduan antara proses dan hasil. Proses dalam hal ini di desain lewat prosedur demokrasi. Ini membedakan dengan bagian lain yang tak kalah pentingnya, substansi demokrasi. Prosedur itulah yang ingin dibuktikan oleh tiga ahli hukum, Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Fery Amsari.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Lewat deskriptif-naratif, trik kecurangan dalam mekanisme pemilu dipetakan dengan menampilkan data sekunder berupa evidance historis, penggalan kliping, rekaman suara, komparasi, dan kesaksian penutur selaku subjek dan observer primer. Dalam hal ini metodologi hukum dan kredibilitas ketiga akademisi relatif dipercaya (Lubis, 2024).</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kesimpulan penting film itu menunjukkan bahwa terdapat cacat prosedur sejak mekanisme pemilu digelar. Realitas itulah yang melahirkan kritik sosial terhadap apa yang jamak di sebut anak haram konstitusi. Dilemanya, simpulan atas noktah hitam prosedur itu tak dengan sendirinya menghentikan langkah paslon tertentu sejauh ini. Termasuk putusan MK dan KPU yang kontroversial.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Faktanya, dua putusan awal yang dinilai cacat proses secara hukum dan etik, yaitu perubahan syarat cawapres di MK dan syarat pendaftaran di KPU hanya melahirkan perubahan posisi Ketua MK dan peringatan keras terakhir buat Ketua KPU. Hasilnya tak mengubah apapun dalam konteks politik. Artinya, semua proses politik berjalan sebagaimana agenda yang telah ditetapkan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Bila proses pada tahap pertama demokrasi mengalami <i>distrust, </i>kita hanya menunggu bagian akhirnya, yaitu hasil dari proses itu sendiri. Hasil elektabilitas akan menentukan apakah demokrasi mencapai cacat sempurna, atau hanya cacat sebagian. Bagian ini tentu membutuhkan bukti kalkulasi suara di lapangan. Tentu selesai pencoblosan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kini, kita butuh kerja keras menemukan bukti, agar legitimasi proses dan hasil dapat diterima. Tanpa bukti kecurangan terstruktur, sistematis dan masif atas perolehan suara di TPS, hasil dapat mengalahkan proses yang sejak awal disinyalir kotor. Bukti kecurangan penghitungan dapat menebalkan kecurangan di proses. Dengan begitu, mungkin saja hasil dapat mengakali proses, atau sebaliknya, proses tak akan membohongi hasil.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Terlepas dari itu, <i>dirty vote</i> setidaknya telah mewakili kaum intelektual dan publik untuk menyampaikan <i>warning </i>atas indikasi hilirisasi kecurangan. Satu-satunya cara menjawab, dengan kembali bersikap jujur menyelenggarakan pemilu. Tanpa komitmen itu, para penyelenggara, pengawas, pengadil dan peserta pemilu hanya akan menjadi aktor antagonistik yang paling dicari publik pasca pesta demokrasi.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-70126272083050199772024-02-11T23:26:00.000-08:002024-02-11T23:26:09.375-08:00Membaca Suara Akademisi<p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kurang lebih 50 perguruan tinggi bersuara dalam bentuk deklarasi kebangsaan. Sebuah ekspresi keprihatinan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Sekalipun tak mewakili 4.523 perguruan tinggi di Indonesia (Dikti, 2023), namun aksi kecil itu menunjukkan geliat kaum <i>middle class </i>sebagai agent perubahan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Suara kelas menengah tampak lebih <i>soft </i>dibanding misalnya suara kepala desa yang destruktif. Para pendidik fungsional itu sebatas mengirim pesan moral dari jauh. Sementara para kades yang <i>notabene </i>instrumen struktural pemerintah justru memperlihatkan perilaku anarkhis di depan parlemen.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Pesan moral kaum pegiat ilmu itu tentu jauh lebih mudah ditangkap. Ia mengetuk pikiran dan nurani. Pesan itu setidaknya membangun kesadaran kognitif agar pemerintah tetap menjaga kewarasan, objektivitas dan rasionalitas dalam praktek pemerintahan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Pesan deklarasi pun berkehendak mengetuk nurani. Nurani yang pekat sekurangnya dapat tercerahkan oleh para guru besar yang sehari-hari berkutat mendidik, mengajar dan meneliti. Kesadaran nurani dapat mengubah afeksi agar meluruskan pikiran. Nurani lazim dirujuk sebagai lokus bertanya paling akhir dan jujur.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Tentu saja tak semua dosen dari 316.912 (BPS, 2023) mau meluangkan waktu. Sebagian besar tersandera oleh beban administrasi pendidikan. Mungkin itu pula yang membuat para dosen tak dapat keluar dari rutinitas administrasi. Mereka tumbuh dan berkembang di menara gading. Kehilangan <i>sense of belonging</i> atas dinamika lingkungan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Beban administrasi yang menggunung kini menjadi perhatian dua dari tiga capres. Beban itu tak hanya menyandera aktivitas dosen, juga membatasi ruang kreativitas, daya pikir, selain memaksa menjadi administrator perkantoran. Mereka mengalami semacam amnesia atas tanggungjawab moral di luar pagar kampus masing-masing.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ekspresi para dosen senior itu sekaligus mengirim pesan kepada semua yang berkepentingan. Termasuk parlemen yang sehari-harinya mewakili rakyat mengawasi gerak pemerintahan. Tersendatnya saluran sebagai kanalisasi formal mendorong ekspresi bergerak di luar parlemen yang bersifat insidentil dan aklamatif.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Terlepas respon pemerintah yang menganggap ekspresi sebagai vitamin dalam kerangka berdemokrasi, tentu saja pesan itu mensubstitusi peran parlemen yang mati rasa. Kekuasaan seakan kehilangan kontrol. Kekuasaan tanpa kontrol dapat membahayakan dirinya sendiri. Menciptakan impunitas karena rasa kepemilikan yang lama.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kekuasaan butuh vitamin agar sehat dan bugar. Kesehatan pemerintah hanya mungkin didiagnosis oleh <i>stakeholders</i> eksternal. Ia tak boleh sepihak menyatakan sehat kendati faktanya kurang sehat. Ia mesti berterima kasih atas <i>advice</i> para ahli yang menilai kecenderungan kondisi tak baik-baik saja. Pemerintah perlu terapi agar normal kembali.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kesehatan pemerintah setidaknya perlu dilihat pada dua hal. <i>Pertama</i> kesehatan fisikal, berkaitan dengan berfungsinya instrumen dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan. <i>Kedua, </i>kesehatan non fisikal. Berkaitan dengan semangat atas diterapkannya prinsip-prinsip etik dan moralitas dalam gerak langkahnya. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Dalam konteks itu kualitas pemerintah kemungkinan disoroti. Terkadang Ia tak bermasalah atas fungsi-fungsi praktisnya. Namun boleh jadi Ia bermasalah atas hilangnya prinsip-prinsip moral yang menjadi fondasi gerak bernegara. Kesitulah tujuan ideal para akademisi mengirim pesan. Tak lebih dari itu.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-45096926774499268532024-02-11T23:22:00.000-08:002024-02-11T23:22:40.342-08:00Baju Polpra Ukim Sumantri<p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kami berharap hari-hari terakhir di Sungguminasa berjalan baik. Setidaknya dapat meninggalkan kesan positif bagi keluarga Yudi. Kemana-mana selalu bersama. Termasuk keluar rumah, semobil. Mengingat jarak kediaman ke kota cukup jauh. Kendati ada motor, hanya Yudi yang sering gunakan. Aco sekali-kali pinjam. Saya tak berani. Tak paham seluk-beluk jalan di Makassar.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Daripada nganggur, Aco usulkan kecilkan baju dinas pemberian Ibu. Saya setuju. Saya titip satu stel baju keki dan linmas. Aco ambil miliknya ditumpukan baju kering. Ia rupanya ikut cucian baju dinas bersama keluarga Yudi. Numpang di mesin cuci. Di tumpuk setelah kering di atas dipan. Karena buru-buru, Ia ambil begitu saja baju Linmas-Hansip yang menyembul.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"> </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Aco pergi dengan motor Yudi. Melesat ke Jalan Landak Baru-Bontolangkasa. Dekat Kantor PMD. Ia segera mengecilkan baju dinas saya dan miliknya. Waktu berangkat beliau sempat tanya, "Dam, ukuran bajumu bagaimana?" Jawab saya spontan setengah berteriak, "Ukim Sumantri!" Maksudnya, ukuran perut kecilkan saja seperti Polpra Ukim, sisanya ikut badan Aco. "Oke," katanya.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Sepulang mengecilkan baju, Ia serahkan semua untuk di test kembali. Saya pakai dan apresiasi, "mantap, pas! Gimana punyata?" Aco coba mencocokkan kembali di depan saya. Sama, pas. Terlihat rapi, apalagi ukuran perutnya lebih kecil. Tapi saya mulai curiga, kok warna baju linmasnya beda. Lebih tua dan kusam.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Saya tanya, "Aco, kenapa tidak sama warna bajuta dengan punyaku, na samaji dikasi ibu?" Kata Aco, "ahh masa?" Kata saya, "cobaki liat ulang, jan-jangan saya yang salah." Aco segera memeriksa ulang warna baju Linmas. Membandingkan dengan punyaku. Perlahan Ia mulai sadar dan ragu. "Iye', punya siapa ini di'? Pikirannya mulai kacau. Rokoknya dimatikan. Matanya menyala.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ia berlari kedalam. Menanyakan ke kakak tertua Yudi. Adi menjawab, "ini baju bapakku." Nyali Aco langsung ciut. Ia setengah berlari ke Yudi, mengkonfirmasi kepemilikan baju itu. Jawaban Yudi lebih jelas lagi, "ini punya bapakku!' Jawaban itu seperti petir di siang bolong. Lututnya mulai goyah. Seperti biasa, rambutnya tumbuh berdiri, pucat, dan pipi mulai merah. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Bila Aco stres, saya mencari cara agar tak terlalu tegang. Sebenarnya ikut terbawa stres. Hanya dibawa bergurau. Walau dianggap <i>pattotoloi. </i>Sekali lagi Aco memastikan status baju itu ke Erni. Hasilnya sama. Positif. Baju linmas itu milik bapaknya. Aco merasa seperti mendapati hasil tes kehamilan yang tak dikehendaki. Butuh pertanggungjawaban.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Beliau datang ke saya. Minta pendapat. Saya kehabisan akal. Andai ukuran lingkar perut baju linmas itu masih seluas Polpra Aksan, tentu bukan soal. Artinya masih mungkin dibesarkan kembali. Masalahnya, lingkar perut baju itu benar-benar ukuran Ukim. Segitiga sama kaki. Piramidal terbalik. Tak ada nat lagi untuk dilonggarkan. Kalau di bongkar pasti rusak.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Lingkar perut Pak Kakan tentu tiga kali ukuran perut Aco waktu itu. Perlu nambah kain sekitar 10-15 centi. Mustahil di sambung. Ketahuan. Cara satu-satunya bikin baru. Saya sarankan Itu ke Aco. Beliau cari info alamat penjahit Pak Kakan ke sopirnya. Dapat. Di Jalan Cendrawasih. Sekitar APDN lama.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Aco ke penjahit hari minggu. Ia paksa tukang jahit menyelesaikan stelan linmas hari itu juga. Tukang jahit tak sanggup. Tapi Ia beri bonus supaya diusahakan. Tukang jahit akhirnya menyerah. Mungkin pertimbangan lain yang datang potongan cepak. Andai ada pistol, mungkin diletakkan di kepala sang Tukang Jahit.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Tukang jahit pasrah. Ia seperti Sangkuriang yang di paksa menyelesaikan kota dan perahu dalam semalam. Akhirnya selesai juga sebelum maghrib. Lengkap dengan atribut disana-sini. Aco senang. Rokoknya kembali mengepul tebal. Melayang membentuk <i>i love you. Mission completed.</i> Hanya baju linmas itu terlalu baru kelihatannya.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Pak Kakan pasti curiga bila senin dipakai. Saya sarankan agar di rendam dulu supaya kelihatan tidak baru. Aco setuju. Ia rendam pakai rinso. Agar kusam, Ia banting-banting, dan injak-injak hingga kancingnya pecah. Ini bukan proses kusam alami, tapi proses perusakan baju dalam tempo singkat. Syukur tidak robek.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Malamnya dianginkan, lalu di setrika rapi. Aco letakkan di ruang pakaian. Siap digunakan besok senin. Ternyata Pak Kakan tak jadi pakai. Ia pakai stelan safari lengan pendek. Aco selamat. Ia ambil kembali baju itu. Di rendam dan perlakukan seperti buruh pelabuhan. Di tindas agar menua paksa. Andai baju itu boleh hidup, Ia pasti bawa Aco ke pengadilan HAM. Penyiksaan berencana menuju <i>genoside.</i></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Beruntungnya, hingga kami tugas, kasus itu tak pernah di gelar. Aco bernafas lega. Saya juga tutup mulut. Biarlah baju itu ditemukan sendiri. Pokoknya, Aco telah memperlihatkan itikad baik. Ia sangat bertanggungjawab. Ia memang sering teledor. Tapi Ia punya nilai penting, yaitu menyelesaikan masalah sampai tuntas. Apapun resikonya. Nanti belakangan.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-37475112490576165902024-02-11T23:18:00.000-08:002024-02-11T23:19:46.918-08:00Piring Warisan Kubilai Khan<p style="text-align: justify;"><span face="Arial, Helvetica, sans-serif" style="background-color: white; color: #222222;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Setahun pertama di Makassar, saya dan Samin Samad tinggal di rumah Yudi Indrajaya. Beliau keluarga aristokrat terpelajar. Walau begitu, tetap ketat dengan tradisi dari bangun pagi sampai tidur kembali. Sebenarnya saya punya keluarga di Jalan Tidung, namun terasa feodal. Dirumah Yudi lebih nyaman, walau harus tertib dan disiplin.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Setiap pagi saya bangun lebih awal. Sholat subuh, jerang air-panas, menyapu lantai, cuci mobil, beri makan ayam di kandang, dan tak lupa siapkan teh serta kopi di atas meja. Semua buat menyenangkan keluarganya. Setidaknya balas budi karena diberi tempat istrahat. Keluarganya telah berbaik hati menampung kami. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ayahnya orang nomor satu di Direktorat Bangdes Provinsi Sulsel. Ibunya tawarkan kami di rumah. Bersyukur tak perlu kosan. Hemat biaya kontrak dan transportasi. Apalagi gaji masih proses pindah. Jujur, saya berhutang budi pada keluarga Yudi dan Rahaam. Khususnya enam bulan pertama di Makassar dan sebulan di Palopo.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Sebelum bertugas kami di sangu dan dijahitkan dua stel baju dinas. Satu keki, satu hansip. Saya berterima kasih, sekalian mohon maaf bila selama di rumah kurang baik. Ibu juga berterima kasih. Ayahnya sempat bercanda, "Muhadam seperti bukan lulusan STPDN ya, rajin di dapur." Saya senyum saja. Mendiang orang baik, termasuk Yudi, Adi, Erik dan Erni.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Bapak dan Ibu senang bila bangun pagi, tersedia sarapan roti, kopi susu dan teh. Suatu hari, Samin (Aco) berbisik, "Dam, kali ini biar saya yang siapkan sarapan bapak dan ibu sebelum kita tugas." Aco kebetulan dapat di Pinrang, saya di Palopo. Nasib Purna Sulsel ditentukan oleh goyangan kotak arisan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Saya bilang, "silahkan, biar bapak dan ibu senang. Kita tak bisa balas budi baik mereka, hutang budi di bawa mati." Aco segera tidur agar tak kesiangan. Benar saja. Esoknya beliau bangun subuh, lalu menyapu, jerang air, cuci piring, dan ngelap mobil dinas. Persis seperti yang saban hari saya kerjakan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kegiatan rutin itu bukan saja pagi, juga sore sebelum <i>dinner</i>. Aco gembira mengerjakan semua itu sebagai bakti luhur di akhir waktu. Saking gembira menata piring di meja, Ia teledor hingga tertarik taplak ke lantai. Malang, piring khusus bapak dan ibu ikut terseret. Jatuh, pecah berkeping-keping.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Aco terperanjat bukan main. Ia gemetar dan berlari ke kamar. Melapor dan gelar perkara. Saya ikut cemas. Aco bersihkan pecahan piring dan masuk kamar lagi. Ia mondar-mandir gelisah sambil merokok. Entah apa yang dipikirkan. Stresnya melampaui menghadap Pak In. Dia minta <i>advice.</i></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Saya beri nasehat sambil mencoba mengubah suasana agar tak tegang. "Aco, baiknya menghadapki besok agar selesai masalata. Sampaikan saja apa adanya." Katanya, "ndak marahji puang aji besok itu?" Kata saya, "nassami itu." Saya tambahi, "ini kolo di kampus, samaji apel manggala kita berdua, gulung lengkap di Parade besok malam!" </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Aco kian tegang. Rambutnya berdiri. Wajahnya berubah putih seperti kafan. Pipinya merah delima. Tarikan rokoknya menggumpal tebal. Berat rasanya masalah itu. Tiba-tiba Ia dapat ide. "Gimana kalo kita ke toko porselin?" Kata saya, "boleh, tapi susah didapatki, karena kalo ku lia-lia, ini piring peninggalan Dinasti Yuan, jaman Kubilai Khan Mongol." Coba menghibur.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Saya bercerita. "Seingat saya, Bangsa Mongol pernah menyerang Singosari. Waktu di usir, mereka meninggalkan porselin langka. Nah, salah satunya piring antik milik Puang Aji. Ini mungkin <i>souvenir</i> waktu mereka ke Jawa. Jadi susah didapat di semua toko porselin." Aco tak tersenyum. Ia merasa cerita itu hanya provokasi, menambah dosis derita. Rasanya ingin lari dari kenyataan pahit.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Stresnya meningkat. Katanya, "ahh jangko takut-takuti ka' lagi." Sa bilang, "Aco, ini masalah berat, karena yang kita hadapi bukan cuma Pak In, tapi Kasatwira Putri, Kapten Endang." Andai boleh menangis, Aco mungkin sudah meraung-raung di kamar. Bila bisa berangkat tugas malam itu, dia rental Panther langsung ke Pinrang.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kata saya, "sebaiknya besok menghadap saja agar selesai. Sampaikan kronologisnya dengan jujur, tak sengaja. Okelah," katanya dengan berat hati. Ia tak tidur semalaman memikirkan apa yang akan terjadi esok. Saya juga tak lelap, mengingat akhir bakti yang u<i>nhappy ending. </i>Setiap cerita saya dianggap hanya <i>pattotoloiji.</i></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Esok sore, sepulang kantor, Ibu dan Bapak duduk nonton TV. Seperti biasa, persiapan maghrib dan makan malam. Aco menghadap. Ia bergeser dari kamar seperti suster ngesot. Tiba tepat di kaki Puang Aji. Katanya, "Puang, tabe, saya mohon dimaafkan. Saya ndak sengaja,...." Belum selesai menjelaskan, Ibu memotong, "ndak sengaja apa Aco?" Kata Aco, "tabe Puang, saya ndak sengaja kasi jatuh piringta waktu siapkan makan malam kemaren sore, Puang." </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ibu terkejut, "Hahh? Kenapa bisa, Aco?" Kata Aco, mengulang kembali, "Iye Puang, saya ndak sengaja, Puang." Sebelum Ibu lanjut bicara, Aco menyambung agar tak putus, "begini Puang, sa sudah telpon orang tua di kampung, katanya biar ndak kena bala, nanti sa kasi makan ayam tiap subuh dan maghrib selama tujuh hari." Ibu tertegun dan batal marah. Ia diam sesaat.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Lanjutnya, "lain kali hati-hati Aco, itu piring peninggalan keluarga, warisan orang tua." Kata Aco, "iye Puang, saya minta maaf. Nanti sa cari gantinya besok Puang." Kata Ibu, "ya sudah, terserah kamu." Aco beringsut dari lantai. Ia mundur laksana punggawa usai menghadap Karaeng Galesong di Istana Gowa. Saya bisu menguping akhir perundingan Bongaya dari balik kamar. Puas, Aco jujur berterus-terang.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kami segera tidur. Namun sebelum subuh terdengar sayup-sayup suara orang berkokok di pinggir jendela. Ternyata Aco sedang menjalankan ritual kuno. Memberi makan ayam sebelum subuh. Ayam-ayam itu merasa terganggu. Biasanya mereka yang bangunkan manusia, sekarang ayam dibangunkan Aco. Jelas mereka protes, merampas jam istrahat.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Sore hari Aco beri makan ayam di kandang belakang. Bila subuh khusus ayam di samping kamar tidur ibu. Meyakinkan ritual adat dijalankan sungguh-sungguh. Hari-hari itu saya tak dapat menahan geli melihat beliau bolak-balik membaca mantra. Tujuannya baik, menghindari musibah. Namun malang baginya, kesialan berikutnya menanti di depan mata.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-77136419380042961802024-01-29T21:00:00.000-08:002024-01-29T21:00:51.743-08:00Jairuddin, Ajudan Masuk Angin<p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Jairuddin, kawan sekolahan Basir, Jamaluddin, Yuhadi dan Irfan. Mereka seletting di SMA Gowa. Jairuddin satu-satunya yang masih bertahan di Luwuk Banggai. Ia tak balik lagi seperti koleganya, Erwin, Erhan, dan Trie yang pernah tugas di Sulteng. Ia menikah dan menetap disana. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Panggilan akrabnya Jay. Sepintas mirip orang Tamil di India. Hidupnya sederhana sekalipun punya posisi strategis, kepala bagian perencanaan dan perlengkapan umum. Ia tak mudah terpengaruh oleh gemerlap jabatan. Saya tak melihat kemewahan dalam dirinya, bahkan sejak dulu.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Jay hidup apa adanya. Baginya, duduk di tempat basah maupun kering sama saja. Tak ada pikiran memanfaatkan jabatan untuk dirinya. Ia langganan ditempatkan pada posisi yang dapat menjaga keamanan aset pimpinan. Konsekuensi lain masa depannya tak secepat teman-temannya. Mungkin dinilai kurang kreatif untuk hal-hal yang lazim bisa dinegosiasikan sepele.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Waktu praja Ia bergabung di Bintal. Korps pendoa dan urusan bersih-bersih di Masjid. Ia sehari-hari disitu. Bersama saya dan anggota lain. Jay tak menonjol seperti yang lain. Ia hidup tegak lurus sesuai aturan agama dan negara. Jujur dan ikhlas. Mungkin itu yang membuat bupatinya suka.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ia beberapa kali ditawarkan jabatan bagus. Jay termasuk orang kepercayaan mantan Bupati Banggai, almarhum Sudarto. Sebelum wafat, Sudarto pernah menjabat Wagub Sulteng. Ia sangat percaya pada Jairuddin. Seorang Pamong yang lurus, lugu dan unik.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Jay pernah dipercaya jadi ajudan Bupati Banggai. Jabatan awal yang banyak dibebankan pada lulusan Manglayang. Bila yang lain karena fisik yang bagus, mungkin Jay lebih karena pertimbangan integritasnya. Bodinya tak setangguh lazim ajudan bupati. Ringkih dan mudah masuk angin.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Suatu saat rombongan bupati menuju tempat acara. Konvoi bupati diikuti mobil Kapolres, Dandim, Kajari, dan seluruh OPD. Jalan itu ditutupi mobil dinas yang mengular. Bupati di kawal mobil <i>voorijders,</i> lengkap dengan motor chips. Tempat acara cukup jauh, berkelok-kelok.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Tiba-tiba antrian panjang mobil dinas itu berhenti di tengah jalan. Patwal diminta berhenti. Para anggota Muspida di belakang bupati juga turut terhenti sejenak. Semua menunggu perintah bupati di depan. Bupati sendiri yang minta berhenti. Semua berpikir bupati mungkin pengen pipis di tengah jalan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ternyata bukan. Ajudan bupati, Jay yang minta berhenti mendadak. Ia duduk dekat sopir, depan bupati. Bupati yang sedang tidur terbangun. Beliau bertanya, "ada apa Jay? Apakah ban bocor, atau pohon tumbang?" "Siap, bukan Pak Bupati," kata Jay. "Jadi, ada apa jay?" Lanjut Bupati. Dengan wajah pucat dan lemas Jay jawab, "siap, izin muntah pak bupati!"</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Pak Bupati tertegun sejenak, antara heran, geli dan lucu. Katanya, "silahkan Jay, daripada kau muntah di mobil!" Kata Jay, "Siap, trima kasih Pak Bupati!" Jay langsung turun dan masuk ke semak belukar. Ia melampiaskan muntah yang tak tertahankan sepanjang jalan. Ia benar-benar mabok darat.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Seluruh kenderaan Muspida dan OPD sejauh hampir setengah kilometer terpaksa berhenti. Mereka mungkin berpikir Pak Bupati sedang bermasalah. Ternyata semua menunggu ajudan yang sedang muntah. Biasanya bos yang muntah. Kali ini ajudan yang hampir pingsan karena mabok.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ia jujur pada bupati sekalipun pantang bagi seorang ajudan. Mungkin tak ada sejarah ajudan minta berhenti di tengah jalan hanya untuk izin muntah. Ia tak tahan hingga berani memohon ke bupati agar berhenti. Semua Muspida baru paham setibanya di TKP. Ternyata perhentian mendadak bukan inisiasi bupati, tapi ajudan yang kebelet. Ajudan Jay masuk angin.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-82745394125326666542024-01-29T00:26:00.000-08:002024-01-29T00:29:32.153-08:00Melamar Ponakan Jamaluddin<p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #222222;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Suatu ketika Jamaluddin ke Palopo. Jamal asal Gowa, sekarang tugas di Gorontalo. Jamaluddin di Sulsel ada dua. Satunya lagi tugas di Kesbangpol Kota Makassar. Kebetulan ada Sucahyo Agung. Mantan Kapolpra yang sedang liburan. Ia tugas belajar di LAN Makassar. Tugas di Papua, Kabupaten Keerom. Sekarang pejabat inspektur di Provinsi Papua Selatan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Jamal berkunjung ke kosan. Ia mengundang saya dan kawan-kawan. Katanya, "mohon hadir dengan teman-teman di acara ponakan saya. Nikahan besok." Jawab saya singkat, "siap!" Saya segera ke rumah keluarga Rudi di perempatan Rujab Walikota Palopo. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Disana, tempat berkumpul kawan-kawan. Ada Rudi, Andi Mappanyukki, Andi Ramlan, Sucahyo Agung, Irawan Kangiden, Syamsul Is Rasyid, Firdaus Latuconsina (05), dan Om nya Rudi, Ilyas. Ilyas pembuat kue dan rajin menerima kawan-kawan untuk transit sesaat bila gajian.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Semua setuju. Hadiri kondangan. Kebetulan esok hari Sabtu. Sepakat bawa satu mobil saja. Biar rame dan bisa ngobrol <i>ngalor-ngidul.</i> Mas Cahyo bercerita perkembangan purna di Papua. Disana gampang. Tinggal ketik sendiri mau jabatan apa. Ajukan ke pimpinan. Asal tak melampaui wewenangnya, ditanda tangan. Silahkan bertugas. Luar biasa.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Kami tiba di Belopa pukul 09.00 pagi. Jamal datang dengan senyum lega di rumah singgah. Ia dengan sabar menyiapkan tempat mengaso sebelum acara. Teman lain di tampung di tetangga sebelah. Pendeknya, kami tamu kehormatan. Di jamu khusus dan diberi fasilitas istimewa. Saya sendirian di satu kamar.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Jamal mengetuk pintu. Ia tiba-tiba duduk disamping saya. Membawa Sarung Sabbe dan Songkok Tobone. Katanya, "Pak Muhadam, saya mohon mewakili keluarga. Bapak yang akan menjadi pa'bicara." Saya spontan mengelak. "Lho, kan ada Pak Jamal. Pak Jamal saja yang bicara, apalagi itu kan ponakan, tentu lebih <i>afdhol</i> bila pamannya langsung."</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Ia berhenti sejenak. Wajahnya serius dan memelas. Katanya, "bukan Pak Muhadam, maksud saya, saya yang mau diwakili oleh Pak Muhadam dkk. Saya yang mau menikah!" Saya kaget bukan kepalang. Saya tak sangka, rupanya beliau terdakwanya. Kami pikir ponakannya. Tenggorakan tiba-tiba kering.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Masalah kedua karena saya di tunjuk langsung sebagai pelamar. Terus terang, saya belum berpengalaman melamar di usia 23 tahun. Sekalipun saya lurah. Paling juga jadi saksi nikahan, atau beri sambutan. Sisanya menyumbang lagu ciptaan Broery Pesolima atau Pance Pondaag.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Saya pucat. Dengan sisa keberanian menemui teman-teman, berunding. Semua terperanjat. Menahan geli dan cemas. Tak lupa menyiapkan mental. Waktunya tinggal setengah jam prosesi lamaran. Satu persatu dibagikan sarung. Ada yang pakai dan tidak. Menyesuaikan kondisi masing-masing.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Kami tiba pukul 10.00 di rumah calon istri. Berjejer tetua adat sesuai tradisi Bugis. Lengkap dengan pakaian adat. Kami berhadapan langsung. Dibatasi penganan lokal sepanjang 15 meter. Macam-macam kue dihidangkan. Namun semua tak menarik lagi. Kami hanya perlu menyiapkan serangkain kalimat dan pantun lamaran.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Setelah pengantar protokol, Tetua Adat meminta penjelasan maksud kedatangan. Menyapa lewat dialog beraksen Bugis-Palopo. Memperkenalkan anggota keluarga besar dari kiri ke kanan. Selanjutnya dari kanan ke kiri. Para tetua itu penuh kharisma. Dihiasi kumis putih melengkung bak tanduk Kerbau Toraja. Menambah rasa ciut seperti Jawara Banten.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Saya berkali-kali menenggak teh tawar di depan belitan kaki yang kaku. Melicinkan tenggorokan. Kaki terasa kram dan kebas. Tetua adat meyakinkan kami bahwa keluarga calon istri bukan orang biasa. Mereka tokoh penting di kampung itu. Beberapa bangsawan, feodal, elit, dan aristokrat. Saya mengkerut mendengar gelar mereka.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Kini tiba kami mengenalkan diri. Tetua adat menyilahkan. Saya minum sekali lagi agar lancar bicara. Saya berpikir, bagaimana cara agar status teman-teman tak dipandang rendah dimata tetua adat. Setidaknya posisi keluarga pelamar dan yang dilamar setara. Dengan begitu, lamaran segera putus, supaya cepat. Beban saya berkurang.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Saya segera mengambil mic. Tak jauh dari kaki. Kami duduk bersila. Giliran saya mengenalkan status kawan-kawan mewakili keluarga Jamal. Saya tak habis akal. Lebih baik naikkan jabatan kawan-kawan dihadapan mereka. Toh juga para tetua adat itu tak ada yang tau siapa mereka di kecamatan. Apalagi Mas Cahyo dari Papua. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Posisi kami waktu itu rata-rata staf kecamatan. Kecuali saya dan Firdaus 05, lurah. Saban hari masuk kantor hanya antar surat dan urus Bantuan Desa. Para tetua itu tinggal di desa yang berjauhan. Tentu tak paham latar belakang kami. Kecuali mereka benar-benar serius mau mencari tau siapa kami. Jadi tak salah kalau saya mesti berpolitik. Kali ini saja.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Saya mulai mengenalkan diri sebagai Lurah Bara, dan Firdaus Lurah Rampoang. Tiba di Mas Cahyo, saya naikkan jabatannya sebagai camat di Papua. Rudi, Andi Mappanyuki, Andi Ramlan, dan Irawan sebagai sekcam di Belopa, Suli, Larompong dan Bajo. Terakhir, Om nya Rudi, Mas Ilyas saya kenalkan sebagai pengusaha telur di Pasar Inpres.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Andi Ramlan dan Andi Mappanyukki tak jadi menelan Bolu Pecca yang tiba di mulut. Mereka terperanjat dengan jabatan yang tiba-tiba naik dihadapan para Opu. Mata Andi Ramlan melotot ke saya. Seakan menawar agar tak terlalu tinggi sebagai Sekcam. Mungkin cukup kepala seksi saja. Saya tak peduli, agar daya tawar kami naik.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Mas Ilyas tak jadi makan Bolu Pecca di dekat kakinya. Padahal itu makanan kesukaannya. Ia rupanya kesal karena statusnya kurang diangkat sebagai pejabat seperti yang lain. Ia protes abis acara. "Mengapa jabatanku rendah sekali." Saya jawab, "mohon maaf, "wajah Mas Ilyas tak representatif sebagai pejabat pemerintah, lebih pas pengusaha." </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Ia tak terima sambil marah-marah di mobil. Saya dan kawan-kawan hanya bisa menahan tawa. Bagi saya, perkenalan itu telah menaikkan derajat kawan-kawan sekaligus menyamakan posisi dengan tetua adat. Ini hanya politik saja agar kami dan Jamal tak dipermalukan. Artinya, keluarga Jamal juga bukan orang biasa. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Saya menyampaikan maksud kedatangan. Melamar si anu menjadi bagian dari keluarga besar Jamal. Melengkapi sisi lain dari tulang rusuk yang hilang. Para tetua adat respek. Mereka bangga dilamar keluarga teknokrat. Kawan-kawan merasa bangga, sekaligus gelisah bila saja ada yang tau siapa sesungguhnya mereka.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Tetua adat menanyakan berapa kesanggupan uang dan beras. Saya jawab sesuai bisikan Jamal. Malangnya, soal logistik Pak Jamal tak sampaikan. Saya kelabakan. Teringat ada jatah beras senior yang sedang tugas belajar ke IIP, Unhas dan UGM. Mungkin bisa dipakai plus jatah teman-teman. Kebetulan saya diberi amanah menguangkan setiap bulan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Saya sanggupi dua karung beras. Tetua adat setuju. Perkara lamaran selesai. Kami makan siang dan langsung pulang. Sepanjang jalan semua tertawa tak habis-habisnya. Mengingat posisi mereka yang tinggi waktu diperkenalkan. Itu menggelikkan dan memalukan. Rudi hampir muntah Barongko. Sampai-sampai mobil mogok di Pendakian Bua. Tak sanggup mendorong menahan tawa.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Saya sukses memimpin tim itu. Kami tak mungkin menyesali nasib. Apalagi menyalahkan Jamal. Kami juga tak mengkonfirmasi lagi apakah ini istri pertama atau kesekian. Yang pokok selamat dari prosesi adat menegangkan. Keringat dingin sempat mengucur. Lama-lama lancar juga dengan strategi politik seperti itu.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; text-align: justify;"><span style="font-family: arial; font-size: large;">Selepas itu saya tak bisa tidur. Gelisah mempertanggungjawabkan jatah beras para senior. Saya di tuduh menggelapkan jatah beras tiga bulan. Jatah beras kurang waktu diuangkan. Saya diam saja. Menunggu waktu bila pulang tugas belajar baru dijelaskan duduk soalnya. Saya mengganti jatah beras yang hilang. Butuh waktu berbulan-bulan menutup kasus itu.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-13448852521542422812024-01-29T00:16:00.000-08:002024-01-29T00:16:47.599-08:00 Meneer Basir dari Gowa<p><span style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Basir, alumni Maglayang asal Kabupaten Gowa. Ia punya banyak sisi unik dalam pandangan sahabatnya, 04. Basir termasuk <i>maskot </i>yang jadi bulan-bulanan senior. Tentu bagian unik itulah yang mendorong saya menulis cerpen untuk beliau, dan kita semua. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Saya pikir Jairudin dan Irfan Rusli Sadek praja paling kurus dari Sulsel. Ternyata mereka mengalami metamorfosis dengan sentuhan karbo yang cukup selama diterapi senior waktu Mudapraja. Satu-satunya yang bertahan dengan tubuh ringkih, tinggal Basir. Ia rentan di tiup angin.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Namun, siapa sangka, kondisi fisik yang masuk kategori <i>mustahiq</i> itu justru menguntungkan baginya. Ia banyak dapat layanan khusus di luar barisan. Untuk barisan 160 kotor pun tak banyak dapat <i>privilage</i> seperti itu. Ia tanpa sadar diselamatkan oleh bodinya lewat belas kasih senior.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ada dua jenis praja yang sering mondar-mandir ke belakang pasukan. <i>Pertama,</i> kelompok praja bermasalah dalam kehidupan sehari-harinya. Misalnya lupa semir, braso, telat, lupa papan nama, tak cukur, makan tulang dan lain sebagainya.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><i>Kedua,</i> kelompok praja bermasalah karena sakit fisik dan psikis. Mereka biasanya berpita kuning. Basir sebenarnya tak masuk kelompok itu. Ia sengaja diisolasi untuk di proteksi. Tubuhnya terlalu ringan menerima <i>mai geri. </i>Andai piring, bisa terpecah-belah. Senior tak berani mengambil resiko.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Cara aman, panggil Basir ke belakang pasukan. Ia dijadikan bahan lelucon. Ditanya macam-macam. Mulai alamat, jumlah anggota keluarga, sampai nama orang tua di kampung. Semua dijawab dengan aksen Makassar yang khas, kelebihan dan kekurangan konsonan ge. Semua ingin tertawa tapi takut di gampar.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Setiap kali apel, Basir dipanggil dan diberondong pertanyaan. Sedemikian banyak pertanyaan, Ia bahkan diminta mendefenisikan apa itu <i>muts.</i> Menurutnya, <i>must </i>adalah sejenis kaing berlis kunin sebagai topi praja. Mus adalah kaing biru tua untuk menutup kepala. Pendeknya, <i>must</i> adalah kaing dan topi. Titik.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Basir menjawab semua dengan lantang. Basir bukan praja biasa. Ia punya prestasi bagus waktu sekolah. Teman-temannya mengakui. IQnya mungkin di atas rata-rata. Tapi Ia mengakui bahwa teman-teman sebayanya hebat-hebat dan gagah. Seperti Yuhadi dan Irfan yang populer lewat tembang kenangan, <i>Tenna Ruanna.</i></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Waktu lulus di IIP, Basir senior saya, angkatan 29. Ia bimbingan Pak Lailil Kadar, Warek 3. Pak Lailil tak sanggup memeriksa laporan skripsinya. Rumornya di atas 1000 halaman pakai gerobak sampah. Skripsi normal maksimal 150-250 halaman. Disertasi paling banyak 500 halaman. Termasuk lampiran peta, pedoman wawancara dan biodata.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Pak Lailil frustasi melihat tebalnya. Rasanya mual membaca halaman perhalaman. Basir buat itu siang malam. Ia pernah ketemu saya di bawah pohon tempat berteduh mahasiswa. Bertanya, sudah baca buku apa saja. Saya yang baru masuk sempat <i>shock.</i> Rasanya seperti di ospek. Saya bilang, baru baca sedikit. Dia ceramah panjang dihadapan saya. Saya pikir Basir memang pintar.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ketika selesai IIP Ia balik ke Sulut. Tempat Ia ditugaskan pertama. Bersama Lasmana, Adnan, Dian Susilo dkk. Namun, Ia tiba-tiba kehilangan ingatan. Dipulangkan ke kampung halaman. Puluhan tahun Ia tak kenal orang disekelilingnya. Tinggal di rumah peninggalan orang tuanya dengan seorang anak tanpa pendamping.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Basir termasuk keluarga besar Prof. Ryaas. Maestro pemerintahan, mantan rektor, menteri, anggota dewan, dan Wantimpres era SBY. Meski begitu Ia tetap hidup sederhana. Tak banyak orang tau Ia lulusan sekolah elit. Apalagi bertugas lama di Manado. Bertukar tempat dengan Sony, Steven, Djufri, Irawan, Noldy, Elvis, Bernad dan Gandawari dari Sulut.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Hasan, Emy, Ira dan saya pernah kerumah Basir. Ia bisa ditemui di luar pagar. Tampil dengan kondisi yang memprihatinkan. Anaknya waktu itu berusia kurang lebih 7 tahun. Ia fasilitasi kami bertemu bapaknya. Basir berusaha mengingat nama-nama kami. Emy berusaha mengenalkan diri satu-satu. Ia berusaha mengingat keras wajah kami satu-dua. Tetap saja lupa.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Basir tak mau diambil foto. Walau untuk mengabarkan ke teman-teman di <i>group. </i>Sedikit bantuan Pasopati di titip lewat anaknya. Hasan agak kuatir dengan golok panjang di samping pagar. Lebih baik jaga jarak, jaga sikap, dan jangan sok akrab. Itu petuah Polpra setiap kali apel malam.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Di pikiran saya, andai Basir berubah pikiran, saya hanya bisa menyelamatkan salah satu putri. Tinggal pilih, Emy atau Ira. Emy suaminya 02. Ira suaminya angkatan 14. Lebih baik bermasalah dengan yunior daripada dengan senior. Sebelah kanan jalan buntu. Hasan bisa loncat, atau membantu yang tersisa. Keduanya jilbaban. Sulit melarikan diri jika terjadi hal yang luar biasa.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kita sungguh tak menyangka. Dua tahun lalu Basir kembali pulih. Ia menangkap pelan memori yang sempat hilang. Seperti <i>hardisk</i> yang terinstal kembali. Ia bergabung di group Pasopati dan Sulsel. Berkantor di kelurahan yang tak jauh dari rumahnya. Ia ingin menghabiskan sisa hidup dengan keluarga dan teman-teman baiknya.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Saya pikir itu mukzizat. Ini seperti hidup kedua. Ia membaca semua dialektika. Mencoba membangun ingatan. Tak hanya itu, motivasi hidupnya kembali tumbuh. Ia menikmati hari-hari dengan senyuman. Sesekali menanggapi dengan cerdas. Ia sedang merangkai pikiran. Mengkonstrusi agar sehat seperti yang lain. Basir anggota Pasopati yang unik dan hebat.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-73904503667508675682024-01-20T17:35:00.000-08:002024-01-20T17:35:23.604-08:00 Buka Pintu di Radio Mara<p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Sejak menginjak Madya, praja yang hidup di Manglayang tahun-tahun 90'an intim dengan Radio Mara. Radio itu mengudara di FM 106,70 MHz Bandung. Salah satu acara paling seksi adalah <i>talkshow</i> interaktif, <i>buka pintu</i>. Pendengarnya luas, bahkan menjadi salah satu acara paling sukses dimasa itu.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Acara <i>buka pintu</i> di asuh narasumber dokter berlatar <i>ginekolog.</i> Termasuk pakar seks mendiang Naek L Tobing. Sesekali diselingi iklan musik agar pendengarnya mengalami relaksasi. Maklum, sepanjang interaksi, umumnya pemirsa radio mengalami ketegangan. Itu juga menambah <i>rating </i>Radio Mara naik, menurut satu penelitian.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Di barak-barak atas, pendengar radio sampai berdesakan. Padahal ukuran radio rata-rata mini stereo. Untungnya, ada saja praja yang punya radio cukup besar. Volumenya dibesarkan, biar penghuni petak tak berkumpul didekatnya. Semua mendengarkan. Termasuk yang alim dan pura-pura tidur.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Beberapa tak puas mendengar dari jarak jauh. Mendekat disamping bed yang punya radio. Duduk tegang sambil menahan suara. Rasanya semua percakapan tak boleh terlewat percuma. Harus terdengar jelas jawaban dokter pada setiap pertanyaan pendengar radio.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Tentu saja yang dinanti praja bukan cuma jawaban dokter, tapi pertanyaan pemirsa radio yang <i>ngeri-ngeri sedap</i>. Praja kebetulan sedang tumbuh di usia biologis. Mereka tak mungkin melewatkan pertanyaan-pertanyaan <i>private</i> malam itu. Dialog itu sebenarnya tabu, apalagi jaman dulu belum ada pendidikan seks.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Pendengar radio dibolehkan bertanya apa saja. Sekalipun topik malam itu soal <i>cancer serviks</i>, tetap saja penanya keluar dari konteks. Penyiar mendahului konfirmasi nama, usia, dan status sebelum di jawab dokter. Dokternya juga menjawab dengan jujur, terang, bahkan detil sampai ke lorong sempit, gelap dan hangat. Acara dimulai di atas jam 10 malam.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Jam segitu biasanya praja sudah tidur. Tapi namanya laki, matanya tambah melek ketika seorang perempuan usia 20-25 tahun bertanya di udara, "apakah menelan sperma bisa hamil?" Ada juga pertanyaan, "apakah bisa menyebabkan hamil bila cuma bergesekan tanpa dimasukin?" Praja yang tadinya berselimut rapat jadi longgar. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Mereka yang tidur, pelan-pelan menyingkap selimut. Kupingnya menyala seperti <i>gramaphone</i> menangkap pita suara. Suaranya di tahan sampai sulit menelan ludah. Praja yang jauh dari sumber suara bahkan mampu menahan nafas hingga dua oktaf. Takut kehilangan kalimat dari narasumber. Beberapa mengencang membayangkan penjelasan itu.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Moment itu membuat petak sepi macam kuburan Jeruk Purut. Ruang belajar persis museum. Lampu di musholla kecil dan lorong dekat westafel dimatikan ketua barak agar tampak khusyu. Sebagian besar menyetujui dalam hati agar wajah-wajah lugu dan suci di depan yunior tak kelihatan malu dihadapan yang lain. Cukup tau sama tau.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Jaga barak sesi pertama paling tersiksa. Ia mungkin satu-satunya yang mengalami gagal orgasme. Imajinasinya mengalami disorientasi seksual karena dipaksa berdiri di luar barak oleh yang lain. Menjaga pengasuh atau senior yang tiba-tiba melakukan sidak. Mereka juga tak ingin jaga barak lalu lalang di depan petak dengan sepatu lars yang mendistorsi suara radio.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Untuk kali ini semua bersetuju agar jaga barak di luar saja. Terserah mau dengar dari engsel jendela atau berjamaah, silahkan. Asal tak buat keributan dengan pletak-pletuk di puncak klimaks. Itu bisa membuat emosi pemirsa tersedak, khususnya dalam barak. Setiap kata sang dokter sangat berarti bagi praja, agar tak terjadi malpraktek. Ini penting bagi masa depan peradaban. Begitu kira-kira dipikiran mereka yang sedikit jernih, bercampur mesum.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Praja tidur bila acara benar-benar selesai. Satu dua bolak-balik ke toilet. Mungkin membersihkan dan mengganti trening. Sebagian lemas dan puas tertidur, seperti lelah di perkosa pikirannya. Ada yang gelisah melanjutkan tidur. Semacam menggantung dari penanya dan jawaban dokter. Rasanya ingin dituntaskan secepatnya malam itu. Tapi waktu jualah yang membatasi pemirsa. Ia tidur bak hantu penasaran.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Radio Mara rupanya telah membantu memperlancar organ reproduksi praja. Mendorong transaksi sabun tiap minggu. Sembari mengembangkan imajinasi yang sulit dilupakan sepanjang hidup. Pagi, semua diam seakan tak terjadi apa-apa. Menyimpan senyum malu dan rahasia. Tapi semua ingatan berantakan oleh suara keras ketua barak, agar segera turun apel.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Acara <i>buka pintu </i>sebenarnya pendidikan seks yang netral. Dibuka luas, pemirsanya <i>bejibun</i> dari kelas milenial sampai kolonial. Narsumnya selalu mewanti-wanti di akhir acara, agar pemirsa tetap menjaga kesehatan dan kualitas seks dengan tetap berpegang pada satu pelukan. Sayangnya praja masih berpegang pada tongkat masing-masing. Petuahnya baik, sepanjang pemirsa memahami pengetahuan itu dengan kedewasaan tinggi.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-17541403128388392362024-01-17T01:55:00.000-08:002024-01-17T23:15:39.751-08:00Hutang Nazar Menuju Manglayang<p style="text-align: justify;"><span face="Arial, Helvetica, sans-serif" style="background-color: white; color: #222222;"><span style="font-size: large;">Tahun 1992, usai SMA, tiga anak muda kurus mencoba peruntungan nasib. Irfan Rusli Sadek, Jamaluddin dan Jairuddin. Ketiganya dari udik. Tinggal di pelosok kampung Sungguminasa, Gowa. Peruntungan itu masuk sekolah kedinasan, STPD Eng.</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Awalnya ketiganya pesimis. Kuota masuk sekolah itu terbatas. Pendaftarnya ratusan. Tak terhitung anak pejabat yang di antar pakai mobil. Mereka mungkin <i>dipattuangi. </i>Rasanya pasrah. Tapi entah darimana datangnya, tiba-tiba muncul ide religi di kepala, mereka perlu nazar.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Pikir mereka, nazar satu-satunya cara mengalahkan kekuatan <i>katabelece.</i> Mereka percaya, kekuatan <i>kaul</i> dapat menjadi ikatan sakral dengan Tuhan. Semacam panjar janji selain doa, agar penguasa langit turun tangan. Mengintervensi dengan caraNya.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Mereka sepakat, bertiga, nazar. Mungkin dengan cara ini Tuhan lebih terkesan, dan dengan mudah mendisposisi. Itu ikhtiar pamungkas, melawan antrian panjang yang bukan saja melelahkan, juga penuh ketidakpastian. Mereka perlu pendekatan spiritual dibanding usaha biasa.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Mereka berembug sejenak. Memastikan nazar disetujui sebagai media tawar dengan Tuhan. Puasa pilihan pertama, sekalipun badan rasanya dekil, minim karbo. Tentu tak cukup dengan itu, rasanya Tuhan tersenyum hambar darisana, menimbang alat tukar mereka jamak dilakukan yang lain.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Nazar kedua jalan kaki. Jalan kaki dari Kantor Gubernur Sulsel sampai Sungguminasa di Gowa. Ini mungkin dapat menggoda keseriusan Tuhan. Tuhan rasanya tak tega melihat tiga anak muda bertubuh tipis berjalan jauh hanya untuk sekolah di Manglayang. Ia pasti Maha Penyayang.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Mereka yakin, Tuhan pasti terkesan. Rasanya tak ada peserta melakukan ritual itu. Menimbang berat Irfan lebih ringan dari Jamal dan Jay, nazar puasanya 5 hari. Jamal dan Jay yang sedikit lebih kuat, 10 hari. Dua nazar itu rasanya cukup menyita perhatian Tuhan. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Tak berselang lama. Doa mereka terkabul. Tuhan rupanya termakan janji. Ia mengabulkan. Mereka lulus ke Jatinangor. Menyisihkan sekian banyak peserta. Kini saatnya menunaikan nazar. Puasa 5-10 hari dipenuhi. Tapi nazar kedua tak sempat ditunaikan. Jarak pengumuman dan waktu berangkat <i>mepet.</i> Dengan berat hati mereka tangguhkan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Janji pada Tuhan terpaksa molor. Mereka perlu waktu saat liburan panjang untuk menyelesaikan nazar dari Jalan Urip Sumoharjo sampai Sungguminasa. Mudah-mudahan Tuhan memaafkan, begitu perasaan yang menghantui mereka. Mereka kuatir, Tuhan mungkin menunda persekusi karena alasan masuk di akal. Bukan ingkar janji.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Beberapa tahun kemudian. Di awal 2012, Irfan tugas di Kabupaten Pasangkayu sebagai Kabag Organisasi & Tata Laksana. Isterinya mengingatkan nazar kedua yang belum tuntas. Ia bahkan mengultimatum lewat doktrin Tuhan. Rasanya hutang Irfan bukan saja terbongkar, juga dipenuhi denda.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Irfan merasa terlilit beban hutang lama. Untung Tuhan tak membebani bunga hutang.<i> </i>Apalagi sampai mengirim<i> debt collector </i>ke rumah. Semua itu menekan perasaan agar diselesaikan secepat-cepatnya. Dibanding kredit hidup yang diberikan selama ini, rasanya besaran nikmat Tuhan melampaui semua itu.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Rasa bersalah kini muncul, diiringi semangat istri menunggu realisasi nazar di Makassar. Ia bersedia mengawal sampai finis. Esok subuh Irfan janjian di jemput ponakan menuju Kantor Gubernur Sulsel. Sabtu itu kantor tutup. Suasana sepi. Ia mulai dengan ritual doa, bersyukur atas semua karunia yang diberikan sejauh ini.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Irfan terdiam lama di depan kantor. Satpol PP di gubernuran merasa bingung. Mungkin melihat aneh. Ia mengabaikan keingintahuan mereka. Khusuk memohon ampun atas penundaan nazar. Rasanya air mata tak terbendung di gelap subuh. Melangkah dengan <i>basmalah</i>, menunaikan janji yang tertunda.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Langkah Irfan tertahan beberapa saat. Ada dorongan menambah deposit nazar. Seakan tak jera membuat ikatan tambahan dengan Tuhan. Kembali membuang malu padaNya. Nazarnya, bila suatu saat jadi Gubernur Sulsel, Insya Allah saya kembali berjalan kaki dari kantor ke Sungguminasa. Mungkin nazar itu tak sepadan dengan impiannya. Tapi Tuhan maklum, tubuhnya semakin menua.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Rasanya lega melepas unek-unek di hati. Irfan menyusuri jalan raya ke Sungguminasa. Sepanjang jalan terbayang bila Tuhan kembali mengabulkan nazar keduaku, mungkin tak lagi sendirian berjalan kaki, diiringi pejabat eselon dua provinsi. Imaji itu menghibur diri, di sepi subuh yang dingin dan panjang.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Di tengah jalan, Irfan ingat dua kawan yang turut mengikat nazar. Itu memang urusan pribadi. Tapi sebaiknya Ia ingatkan agar tak ada dosa kolektif. <i>Celuller </i>Jamaluddin di Gorontalo tak aktif. Irfan kontak Jairuddin, Camat di Luwuk Banggai. Jay rupanya terjaga. Ia minta diwakili, seperti naik haji. Saya bilang, ini tak mungkin diwakili, sambil tertawa di ujung telepon. Momen itu selesai 13 tahun lalu.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-55403682124803949252024-01-17T01:23:00.000-08:002024-01-17T01:23:06.922-08:00Selamat Jalan Astha Brata Pujangga<div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kemaren, 13 Januari 2024, pukul 11.30, selesai mengajar di pasca sarjana, saya buka <i>whats up.</i> Mas Didik Chusnul Yakin, wafat. Terbayang wajah Widya, istrinya, walau belum yakin. Saya coba mengontak kawan-kawan di Mojokerto. Ada Yuliane, Zaqqi, dan Melok. Ketiganya sibuk menghibur Widya. Setelahnya, Zaqqi dan Melok mengklarifikasi. Benar, beliau telah wafat.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Mas Didik punya kenangan di Manglayang. Saya bukan kader pendidikan, kader bintalroh. Mentor saya Yosep Nugraha, yang sekarang jadi Kadis Infokom Kabupaten Bandung. Saya awalnya ingin magang di seksi pendidikan, ikut Rahmat Fajri. Seksi ini lebih sibuk dari sekedar urusan majalah abdi praja. Mereka punya akses ke bidang pengajaran.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Waktu Mas Didik beri arahan pengkaderan di Plaza Menza, saya pengen menjajal kemampuan menulis. Saya ikut memisahkan diri dari barisan. Mencatatkan nama di seksi pendidikan. Kami kumpul di sayap kanan. Mas Didik dan anggotanya melakukan pengecekan satu persatu.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Salah satu daya tarik di seksi itu, Mas Didik terlihat cerdas dari orasi pendek saat mobilisasi. Kecepatan bicaranya terukur, isinya jelas, suaranya ringan, alis matanya sesekali mengatup cepat beriringan dengan bicaranya yang lugas. Maklum, seksi pendidikan isinya kader yang tak hanya cerdas kognisi, juga psiko dan afeksi.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Saya di belakang kelompok kecil itu. Berharap di uji Mas Didik. Rupanya yang datang senior asal Lampung. Saya di ajak berbahasa Inggris. Dengan kaku di balas sependek mungkin. Mereka rileks, walau Mudapraja kesulitan merangkai <i>conversation</i> dalam situasi serba darurat saat itu. Di depan saya menjawab terbatas, <i>yes or no.</i></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Mas Didik mengarahkan tugas-tugas rutin seksi pendidikan. Salah satunya, bagaimana menangani Majalah Abdi Praja. Ia salah satu editornya. Menulis disitu tentu kebanggaan tersendiri, seperti Dwi Budi dan Mas Teguh yang kelak menggantikannya sebagai Kasi Pendidikan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Mas Didik menjadi dirigen di seksi itu. Ia di lantik dengan tali kurt kuning. Duduk di meja makan bersama fungsionaris lainnya. Ia membawahi kader terbaik yang urusannya mengembangkan gagasan dalam bentuk narasi, diskusi, seminar, bahkan utusan debat di luar kampus bila sewaktu-waktu ada undangan. Ia mentri pendidikan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ketika menyusun laporan akhir, Ia memilih Prof. Soeharjono sebagai pembimbing satu. Salah satu dosen yang dihindari bukan karena <i>killer</i>. Soeharjono dosen kutu buku. Ia pernah direktur APDN Malang. Biasa mengambil apel dengan muatan berat hingga mengambil waktu panjang. Soeharjono wafat akibat kecelakaan tunggal.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Bersama pembimbing duanya, Ondo Riyani, Mas Didik menginisiasi dana untuk almarhum Soeharjono. Ia termasuk praja yang sangat disiplin, kreatif dan tak bisa diam. Segala sesuatu sebisanya dikerjakan saat itu juga. Ia tak suka menunda pekerjaan. Apalagi tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Semua diselesaikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Mas Didik pernah bercerita. Ia sekolah di Manglayang bukan sekedar ingin jadi pemimpin. Alasan praktisnya, ingin memberi peluang buat adik-adiknya yang masih kecil untuk sekolah. Ia sebenarnya terdaftar di perguruan tinggi bagus di Surabaya. Demi meringankan beban orang tua, Ia merelakan sepertiga semester yang telah dilaluinya. Ia masuk STPDN yang gratis.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Akumulasi kognisi, psiko, dan afeksinya tanpa disadari melahirkan prestasi tertinggi. Ia meraih <i>astha brata</i> di angkatan Pujangga. Kepiawainnya mengelola seksi pendidikan tak diragukan lagi, bahkan mampu melahirkan <i>astha brata</i> di angkatan 04. Sebagian besar anggota seksi itu, kini banyak mengambil jalan sebagai widyaiswara dan dosen di perguruan tinggi.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ketika Mas Didik tugas di Mojokerto, Ia mulai sebagai kasubbag, kabag, camat, kepala dinas, asisten, hingga plt sekda dan bupati beberapa hari. Kinerjanya merepresentasikan apa yang selama ini tumbuh dan berkembang dalam diri. Kerja keras dan kinerja tinggi. Ia hampir sulit dijumpai karena kesibukan melayani pimpinan. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Sebagai Pamong, Mas Didik punya wawasan tentang banyak hal, sekalipun Ia sendiri tak pernah menjadi kadis pendidikan. Ia pernah menggawangi dinas kesehatan dan lingkungan hidup. Urusan yang sepintas tak linier dengan kompetensinya. Tapi demikianlah esensi Pamong. Tau sedikit tentang banyak hal, tau banyak hal walau sedikit <i>(generalist specialist, specialits generalist).</i></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Dua tahun lalu Ia menapaki karier di level provinsi. Mencari suasana baru, sekaligus mengaktifkan potensi diri yang mungkin masih bisa digali. Di usia kini, kebanyakan kita mengalami apa yang di sebut <i>comfort zone</i>. Sebagian lagi tiba di titik jenuh. Sisanya menyerahkan nasib pada yang di atas <i>(kumaha juragan wae).</i> Padahal talenta kepemimpinan baru dimulai.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Di senja inilah benih kepemimpinan matang. Kedewasaan psikis relatif stabil, walau fisik mulai elastis. Semua itu membaku sebagai Pamong ideal. Kita hanya perlu menemukan ruang dan waktu yang sesuai, agar tumbuh dan menancap kuat. Banyak pemimpin mencontohkan itu. Mas Didik sedang mendayung kesitu. Mempersiapkan kelayakan diri pada derajat selanjutnya.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ia menyiapkan hal yang mungkin dibutuhkan di usia 53 tahun. Ia menyelesaikan doktornya di Universitas 17 Agustus Surabaya. Mas Didik punya pergaulan luas di pemerintahan. Kita membayangkan Ia akan duduk di posisi pantas di kelak hari. Seperti juga peraih <i>Adhi Makayasa </i>di Akmil dan Akpol yang punya masa depan gemilang. Ia rajin olah raga bersama alumni dan teman kerjanya.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Namun, ibarat perantauan. Kita hanya musafir yang transit di dunia. Terkadang seleksi administrasi mampu meloloskan hingga puncak kuasa. Tapi tak seorang pun tau, kapan seleksi alam membatasi asa. Tuhan memanggilnya lebih cepat dari kinerjanya. Mas Didik berhenti selamanya, usai mengayuh sepeda pukul 09.00 di RS Islam Sakinah. Semalam, sambil menjentik organ, Ia sempatkan berpisah dengan sebuah lagu melo ciptaan Dewa 19, <i>pergi untuk kembali.</i></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ia meninggalkan Widya dan tiga putri cantik. Widya, putri Kontingen Riau, angkatan kosong empat yang di boyong usai nikah. Putri sulungnya lulus di Kemenkeu. Kedua sekolah di STAN Jakarta. Si bungsu di SMA. Mas Didik salah satu produk Manglayang terbaik. Ia memberi kita teladan. Tentu saja dari sisinya sebagai manusia biasa, yang tak luput dari khilaf dan salah. Sama seperti kita semua. Semoga Tuhan memaafkan dan menerima amal baiknya. Aamiin.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-56092223495025535502024-01-17T01:09:00.000-08:002024-01-17T01:09:09.277-08:00Uus Kuswanto, Pengawal Jakarta Barat<p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Uus kontingen Jawa Barat. Dia seperti pangeran yang tertukar. Tugasnya di Jakarta ketika Pasopati di pencar ke seluruh nusantara. Ia mengawali karier di wilayah. Mendaki pelan hingga puncak. Di ibukota negara, anda hanya akan melaju ke <i>top manager</i> bila pernah merangkak di wilayah. Jangan harap bila hanya mengeram di staf. Masa depan anda sudah bisa di tebak. Begitu kata orang sono. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Sebenarnya, Uus telah dua kali jadi walikota. Intrik kecil melahirkan pergeseran yang justru mengantarkan Ia duduk sebagai Penjabat Sekda Provinsi DKI Jakarta. Saya menyemangatinya agar tetap sabar. Ini hanya soal pergiliran. Hanya soal waktu. Uus birokrat sabar. Nyatanya, kesabarannya menghasilkan apa yang dijabatnya hari ini. Walikota Jakarta Barat.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Waktu Ia duduk sebagai pejabat sekda, saya di telpon hingga kuping panas. Saya lihat arloji, kurang lima menit persis sejam. Barusan ada pejabat berbincang selama itu. Saya sampai menyelonjorkan kaki di Masjid Cilandak, agar bisa mendengarkan curhatan dengan santai. Ia bercerita dinamika dalam birokrasi, sampai pertimbangan mengapa Ia dipilih duduk disitu.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Semasa Anies gubernur, Uus salah satu birokrat yang berada di ring pertama. Sosoknya memang tak sepopuler yang lain. Gaya kerjanya senyap. Tak mau menonjolkan diri, kecuali benar-benar dibutuhkan. Ia pernah melayani gubernur sebagai deputi bidang pariwisata dan kebudayaan. Menjadi sekretaris dinas kehutanan, asisten kesra, dan Wakil Walikota Jakarta Timur.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Waktu Ahok pimpin Jakarta, Uus juga tulang punggung selain alumni Manglayang lainnya. Ia loyal pada siapa saja yang jadi pimpinan. Tak mau dianggap Samurai tanpa tuan. Namun Ia mewanti-wanti agar kita mampu menempatkan diri. Seimbang, supaya tak di cap kelompok A dan B. Kondisi ini seringkali mengesankan birokrasi larut dalam politisasi.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Uus, yang wajahnya mirip mantan Wakil Gubernur Prijanto, punya banyak cerita soal-soal pergeseran pejabat di lingkungan birokrasi Jakarta. Jakarta memang punya daya tarik tersendiri, sekalipun tak lagi menjadi Ibukota Negara Republik Indonesia. Pengangkatan walikota administratif ada di tangan gubernur. Faktanya kepentingan politik juga ikut bermain.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Jakarta memang daerah khusus. Wewenang penuh ada pada gubernur. Level kota bukan daerah otonom. Mereka di angkat seperti pejabat eselon dua lainnya. Tak ada pemilihan walikota dan legislatif di tingkat dua. Kekhasan itu membuat kota-kota di Jakarta tak segempita kota lain saat pemilukada. Disini yang penting loyalitas, dedikasi, pengalaman, serta disiplin.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kang Uus pernah berharap Pak Bahtiar masuk Jakarta. Teman seangkatannya di Manglayang. Namun nasib orang tak ada yang tau. Pj gubernurnya saat ini, Mas Heru, pernah jadi atasannya dimasa lalu. Tak ada masalah. Bahkan Mas Heru Budi Hartono yang promosikan Uus jadi pelaksana sekda beberapa bulan sebelum kembali jadi walikota. Mereka punya <i>chemistry.</i></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Relasi baik sejak meniti karier menjadi modal utama. Uus punya investasi disitu. Ia mencoba hidup seseimbang mungkin. Tak berpihak kesana dan kesini. Ia ingin terlihat netral, sebagaimana harapan norma dalam undang-undang. ASN harus bersikap netral. Ia berusaha berdiri di posisi tengah, yang mulai langka dilakukan birokrat sekarang ini.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Netral tak berarti pasif. Ia menyarankan kita selalu menerawang mata angin. Kemana arah mata angin hari ini, esok dan seterusnya. Ia minta saya titip salam buat Mas Bergas agar rajin menghadap Pj Gub Jateng, Pak Nana Sudjana. Saya tak paham, hubungan khusus apa Kang Uus dengan Kang Nana. Entah sekampung, atau seormas. Maklum, Kang Uus sering melayani para pejabat dan capres dengan ormas NU di Jakarta. Ia juga anak kyai NU di Jabar.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Rasanya, perangai Uus yang adem dan suka cari aman itu mengingatkan istri di rumah. Mungkin karena sama tanggal lahirnya, 21 Januari. Ia lahir di Ciamis, anak pertama dari tiga bersaudara. Uus selalu menekankan <i>pentingnya persaudaraan. Ia tulis itu dalam buku kenangan, dimanapun kita berada, ikatan persaudaraan tak boleh dilepaskan. Persaudaraan penting di jaga sepanjang masa.</i></span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-65970399905123659252024-01-11T19:58:00.000-08:002024-01-11T19:58:38.884-08:00Simon Moshe, Memilih Jalan Religi dan Politik<p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Tak ada satupun kawan Pasopati yang menyangka, mantan Polisi Praja klimis itu memilih profesi yang terkesan kontradiktif. Profesi diametral itu Ia jalani sebagai penganjur rohani dan politisi. Simon Moshe Maahury sadar betul dirinya adalah mahluk Tuhan sekaligus mahluk politik. Ia seakan mewakili Tuhan di langit sekaligus merepresentasikan manusia di bumi.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Simon pernah sebarak di Sumbar Atas. Darma C2. Binaan pengasuh Rene Renaldy, Sekda Kayong Utara. Seangkatan maklum, bagaimana anggota barak itu bisa keluar hidup-hidup di tengah tempaan luar biasa. Namun semua jadi indah bila sisi baiknya dapat di petik. Tanpa melupakan kelamnya masa lalu. Sejarah orang besar selalu begitu, tak ada yang mulus sampai puncak.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Simon Polpra tangguh. Mungkin terbiasa hidup dikampungnya yang keras, Maluku. Ia rajin membraso dan menyemir sepatu. Butuh waktu sejam sebelum tidur. Kadang Ia masih menguapi <i>emblem</i> lewat hawa segar dari mulut, agar di gosok makin mengkilap. Semua lambang-lambang kesatuan itu Ia pandang dengan puas sebelum pulas karena kelelahan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ia hidup dengan standar idealisme Polpra. Mobilitasnya hanya barak, menza, dan lapangan parade. Perdupra acuannya. Di luar barak tampak kokoh, wibawa, dan necis. Di dalam barak lain cerita. Mereka tetap saja manusia biasa. Hidup bersama intel (Indomie Telur). Ia termasuk yang disegani, diantara sekian Polpra yang rata-rata ditakuti yunior. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Tahun 1999 saya bertemu kembali di IIP. Simon memboyong istri dan anak balitanya. Mereka kontrak di sekitar kampus. Di Jakarta Ia mengalami pencerahan akademik yang luar biasa. Tak peduli soal braso dan semir lagi. Kami rajin diskusi soal buku terbaru, dan isu-isu politik-pemerintahan. Saya langganan hutang di toko buku Prof. Djo. Simon sering pinjam dan <i>fotocopy.</i></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Waktu menggantikan Irfan Rusli Sadek sebagai ketua senat, saya sering di undang NGO kerjasama dengan Pemda Jakarta. Saya dan Simon dapat projek sosialisasi dewan kelurahan di seluruh kecamatan. Honornya bagi dua. Bagian saya di tabung di kantor pos. Punya Simon mungkin buat bayar kontrakan dan beli susu. Entahlah. Yang jelas, kesulitan hidup kami sehari-hari teratasi.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Usai sekolah, Ia kembali ke Maluku Barat Daya. Menjadi camat di Wetar. Pulau terluar di Laut Banda. Berbatasan dengan Timor Leste. Kecamatannya banyak mendapat fasilitas sebagai beranda negara. Dengan sumber daya itu, Ia percaya diri menjalankan politik tanam paksa seperti yang dipraktekkan Van Den Bosch. Alhasil, setiap rumah kini punya 100 Pohon Kelapa dan 100 Pohon Jambu Mente yang di ekspor ke Makassar.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Pernah sekali Ia dinas ke Jakarta. Mampir di flat dan mengajak ke <i>Mal Cilandak Town Square</i>. Simon tak hanya ajak makan siang, juga memaksa saya belanja macam-macam. Rasanya saya sedang ikut acara <i>reality show</i>, dapat uang kaget. Katanya, “dulu kitonk dua pernah hidup susah di IIP, skarang kitonk dua nikmati sadiki to.” Ia tertawa puas.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Beberapa tahun menjadi camat dan kepala kepegawaian, Ia dekat dengan Bupati dan Gubernur Maluku. Relasi itu memberinya akses dengan para politisi. Simon bertarung dalam pilkada sebagai calon wakil bupati. Kekalahan kedua pasca pilkada tak menyurutkan langkahnya maju ketiga kalinya dalam posisi sebagai kepala daerah. Ia kalah sekaligus resain sebagai PNS.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Saya bantu menyiapkan visi dan misinya. Mendampingi sampai ke MK. Semua urusan politiknya di Jakarta tak sepenuhnya saya bisa hadiri. Kunci mobil saya pinjamkan kemanapun Ia butuhkan. Ia punya semangat yang terus menyala. Bangkit dan terus mengayuh. Kini Ia bicara tak lagi seperti mengambil apel pagi untuk Mudapraja, tapi kaya akan makna firman Tuhan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Saya kagum mentalitas Simon dalam arena politik. Meski mimpinya belum terwujud, Ia tak letih dan patah arang. Hidupnya berlanjut sebagai pengkhotbah dan anggota Partai Buruh. Simon nomor urut 6 caleg DPRD MBD tahun 2024. Ia menyelesaikan pendidikan master teologi hingga doktoral. Tiap kali diklat religi di Bogor, Ia tak lupa mampir di rumah dinas. Sekedar kangen, tertawa lepas mengingat masa-masa pandir sebagai praja.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Simon punya mimpi besar tentang pemerintahan. Ia membayangkan kampung halamannya dipimpin seorang Pamong yang tak hanya mengerti soal pemerintahan, juga digerakkan oleh spirit religiusitas. Dengan begitu pemerintahan dapat dipandu, dan dijiwai oleh nilai-nilai ketuhanan inklusif. Dalam realitas itu, dimanifestasikan lewat pemimpin yang adil dan bijaksana</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-57098925529714335722024-01-09T02:06:00.000-08:002024-01-09T02:06:42.891-08:00Bahtiar, Pengendali Ormas Indonesia<p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Bahtiar salah satu sahabat Pasopati yang punya mental <i>fighting spirit.</i> Ia tak kenal menyerah sekalipun terpelanting. Kata motivator, anda akan hebat bila jatuh dan bangkit kembali, bukan jatuh dan menyerah begitu saja. Beberapa kali Ia dijanjikan pada satu posisi, namun Tuhan berkehendak lain. Ia malah pulang kampung, jadi pejabat Gubernur Sulawesi Selatan. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Jauh sebelum itu, Bahtiar pernah menjabat Gubernur Kepulauan Riau. Pulau perantauan Hang Tuah, legenda pelaut kontroversial. Hang Tuah pernah dianggap orang Bugis-Makassar yang menguasai lalu-lintas perairan Riau. Disana, Bahtiar bukan melanjutkan kedigjayaan Hang Tuah, Ia hanya melaksanakan tugas agar tak terjadi kekosongan pemerintahan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Waktu sekolah di Manglayang, Ia di daulat menjadi Ketua Dewan Musyawarah Praja (Demuspra). Organisasi baru, bagian dari struktur Manggala Korps Praja. Dia orang pertama yang mengepalai organisasi itu. Semacam <i>legislative member</i> praja, punya anggota dan jaringan di tiap tingkatan. Saya sebarak di Bali Atas, waktu Nindyapraja.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Bahtiar punya <i>hobby</i> membaca koran. Sama seperti Andriean Anjar dan Irwansyah. Ia melahap duluan bila koran datang di awal. Petak terakhir tinggal menikmati potongan iklan. Iklan sabun dan hiburan, lengkap dengan nomor telepon. Isu-isu besar yang jadi<i> headline</i> sudah hilang di telan mentah oleh pembaca selanjutnya. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Bahtiar jarang terlihat di kelas, tapi Ia mampu menjelaskan panjang kali lebar, khususnya isu-isu yang Ia kutip di Harian Pikiran Rakyat. Ia suka bicara apa saja walau lupa membraso mangkok besar Ketua Demuspra. Ia bukan anggota korps praja yang telaten memeriksa atribut sebelum turun apel. Ia sendiri sulit ditemukan ikut apel. Raib bersama konconya, Andi Ramlan dan Alimin.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Pertemanan yang kuat tak mudah Ia lupakan. Bahtiar cukup perhatian pada kawan-kawan yang kurang beruntung. Alimin pernah jadi stafnya di Jakarta, sambil menunggu putusan pengadilan tata usaha negara. Berkat koneksinya, dan usaha teman-teman, Alimin selesai menjalani masa hukuman dan duduk kembali sebagai pejabat di Kesbangpol Bone. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Bahtiar tak sulit dijumpai di sela-sela kesibukan sebagai Dirjen Kesbangpol dan Pj. Gubernur Sulsel. Semua difasilitasi lewat teman yang difungsikan sebagai kepala staf gabungan, Hasan Sulaeman. Ia tak sungkan menyediakan waktu, walau hanya bercakap untuk sesuatu yang tak begitu penting, seperti berswafoto di rumah jabatan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Sewaktu pindah ke Jakarta, Ia menyusul dua tahun kemudian di PMD. Bahtiar memulai sebagai kasubdit yang mengurus desa. Banyak projek Ia selesaikan di situ, termasuk bantuan luar negeri untuk pemberdayaan masyarakat desa. Tak lama di sana, Ia dimutasi ke dirjen Kesbangpol yang mengantarnya melaju menjadi orang nomor satu disitu.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ketika terpilih sebagai Ketua MIPI Ia minta saya tetap bergabung. Menugaskan saya menyelesaikan dua buku penting, Etika Pemerintahan dan Kepemimpinan Pemerintahan. Kedua buku itu selesai tahun 2023. Saya bersyukur, kompilasi tulisan dari berbagai pakar itu relevan dan <i>up to date </i>dengan konteks hari ini dan akan datang. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Bahtiar mampu menghidupkan MIPI yang mati suri pasca kepemimpinan Muh. Ridho Ricardo, mantan Gubernur Lampung. Ia getol membuka acara lewat <i>zoom meeting</i>. Ia memahami dan fasih menjelaskan perubahan sistem politik demokrasi dewasa ini. Saya maklumi, sebab Ia tak hanya belajar itu sejak lama, juga berkecimpung dan terjun didalamnya.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Waktu di lantik jadi Pejabat Gubernur Sulsel, Ia sempat japri saya, minta dibantu bila diperlukan. Jawab saya singkat, “siap!” Belakangan HP beliau sulit di akses. Rupanya ganti nomor, agar fokus melaksanakan tugas. Semua rekan yang kesulitan saya minta menghubungi Hasan. Tentu bertemu beliau tak semudah dulu, kita paham.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Bahtiar punya prestasi membanggakan. Ia menyelesaikan sejumlah undang-undang yang kala itu urgen pasca hiruk-pikuk ormas di Jakarta. Bahtiar di tunjuk menjadi <i>leader</i> undang-undang ormas. Kesempatan itu mematangkan dirinya saat berhadapan dengan <i>stakeholders</i> yang tak ingin kebebasannya dibatasi. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Mengatur ormas memang bukan perkara mudah. Disatu sisi konstitusi menjamin kemerdekaan berserikat, termasuk mengeluarkan pendapat lisan maupun tulisan. Namun disisi lain kebebasan berekspresi yang menabrak kebebasan orang lain, menjadi kesulitan tersendiri yang mesti diatasi. Inilah konsekuensi berdemokrasi, perlu titik temu agar damai dalam perbedaan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Bahtiar menyelesaikan itu tepat ketika negara membutuhkan. Dengan instrument itu, Ia mampu meredam tensi dan geliat ormas. Makanya, isu berkebun pisang dan kebangkrutan Sulsel tempo hari bukan perkara sulit baginya. Ia tak malu belajar dari senior-seniornya, seperti Mayjend (Purn) Achmad Tanribali Lamo dan Soerdarmo. Tak lupa pada mentornya sekarang ini, Jendral (Purn) Tito Karnavian. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Belajar kepemimpinan dari korps baju ijo dan coklat menjadikan Bahtiar terbiasa menyelesaikan masalah dengan sedikit diskusi. Ia mampu beradaptasi dengan model kepemimpinan cepat. Laksanakan dulu semampu kita, setelah itu baru evaluasi. Tentara dan polisi terbiasa bekerja dengan protap semacam itu.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Buah dari pengalaman itu, Ia dipercaya menyelesaikan tugas-tugas berklasifikasi rahasia. Nasehatnya, setiap masalah dinas cukup menjadi pengetahuan kita sebagai pejabat. Tak perlu diceritakan pada orang lain, termasuk istri di rumah. Khususnya ini saya dapat dari mentor saya. Katanya, “anda boleh jenderal di kantor, namun begitu masuk rumah, anda tak lebih dari seekor kucing basah yang tak berkutik.”</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Pesan spiritualnya, “beri kebebasan istri ketika anda berada di rumah. Anda cukup mendengarkan saja ceramahnya, tak perlu di bantah. Kalo perlu, berikan apa saja yang dimintanya, bila mungkin. Itu teknik manajemen konflik agar kerja-kerja anda di luar rumah tak banyak diganggu oleh pertanyaan yang memusingkan.” Rasanya, saya seperti mendengarkan petuah Ustazd Das’ad Latif.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-75076410220479972212024-01-08T21:27:00.000-08:002024-01-08T21:27:39.270-08:00Sugito, Sang Penjaga Desa Indonesia<p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Sugito, mungkin nama yang jamak di Jawa. Ia berarti kaya. Entah kaya harta atau kaya hati. Begitulah cita-cita kecil orang tuanya di Ponorogo, tempat Ia dilahirkan. Nyatanya, Ia tak hanya kaya dalam makna itu, tapi punya derajat tinggi sebagai pejabat eselon satu di Kementrian Desa. Andai boleh di tambah, akta lahirnya mungkin menjadi Sugito Sudrajat. Tapi Itu tak mungkin.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Saya manggilnya Mas Sugito, lebih uzur dua bulan dengan saya yang lahir di agustusan. Mujurnya, orang tua tak beri nama agus seperti lainnya. Andai jadi, saya mungkin merangkap ketua paguyuban agus se-Indonesia. Bisa Agus Muhammad, Agus Adam, atau Agus Muhadam. Terserahlah, asal tak salah cetak papan nama sebelum di tempeleng senior di meja makan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Mantan Senapati Madyapraja di Sekolah Manglayang itu punya istri seorang Panglima. Bukan istrinya Panglima TNI, tapi Paguyuban Angkatan Lima, adik kelas Paguyuban Angkatan Kosong Empat. Istrinya berhenti melakukan PPM sejak menikah dengan Mas Sugito. Katanya, relasi senioritas berakhir dengan sendirinya manakala terikat akad nikah.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Mas Gito, begitu panggilan akrabnya, serius bercerita suka-duka bertugas dilapangan selama jadi camat di Kabupaten Madiun. Saya beberapa kali menjenguk anak di Gontor, suatu saat janjian di Alun-Alun Ponorogo. Tak puas disitu kami lanjutkan ngobrol di warung pojok. Sebagai ketua, saya patut mendengarkan curhat anggota Pasopati.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Saya sudah biasa mendengar curhat anggota Pasopati mulai rahasia sampai yang paling _sexy._ Saya mesti mencarikan solusi dengan cara apa saja, sekalipun terbatas. Mulai alamat kantor, nama jalan, trayek bus, tempat belanja, nomor kontak pejabat, hingga ukuran celana. Belum lagi soal-soal sensitif yang menyita waktu dan pikiran. Tugas ketua rupanya semakin berat dari era kolonial ke milenial.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Sugito pernah bertugas di Provinsi Timor-Timor. Sekarang Negara Timor Leste. Pasca disintegrasi, balik ke Madiun. Disana Ia mulai karier dengan pengalaman yang kaya akan konflik dan cara mengatasinya. Namun perbedaan pandangan dengan bupatinya membuat Ia hijrah ke Jakarta. Ia banyak berkonsultasi sebelum mengadu nasib di ibukota.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Nasehat saya waktu itu, silahkan pindah, salah satu cara terbaik bila buntu. Saya sendiri contoh dari kebuntuan itu ketika bertugas di Palopo. Hijrah bagian dari upaya melokalisir konflik agar tak ada yang merasa disakiti, apalagi dikhianati. Demikian perilaku pembaharu di dunia ini, termasuk para nabi yang menginginkan kedamaian dimana saja.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Di pusat, ada perluasan kementrian dari PDT yang ikut ngurus desa. Butuh tambahan birokrat untuk satu direktorat jenderal baru yang mengurus seluk-beluk pembangunan dan pemberdayaan desa. Saya menyarankan kesana. Apalagi Mas Gito punya pengalaman urus IDT di Timtim semasa bertugas. Penting pula bila punya ordal, semua bisa lekas dan ringkas.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Sama seperti yang lain. Di Madiun beliau pernah menjabat Lurah Wungu, Camat Madiun, Sekretaris Badan Litbang dan DKP. Di pusat, Ia merangkak dari kasubdit, direktur, sekretaris dirjen, dirjen sarpras dan yang sekarang ini, dirjen Bangdes & Perdesaan. Beliau sibuk, namun kemanapun pergi tak lupa menyempatkan kumpul teman-teman buat reuni tipis-tipis. Sekedar selfi di tengah sawah, atau depan warung makan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ia tak banyak berpikir, semudah itu Ia bolak-balik menyelesaikan perpindahan hingga memperoleh posisi di eselon satu. Ia punya prinsip, <i>jangan pikirkan dimana kamu akan berlabuh, tapi pikirkan jalan menuju ke Pelabuhan.</i> Mas Gito terbiasa hidup dengan kondisi tak menentu di hutan belantara, sama dengan Mas Cahyo, mantan Kapolpra yang sekarang jadi inspektur tinggi di Papua Selatan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Teman-teman yang pernah tugas di tempat-tempat terpencil relatif tahan banting. Mereka mudah beradaptasi dan mampu menyelesaikan soal-soal pelik di luar akal sehat. Semua dapat dilalui hingga tiba di puncak jabatan sekarang ini. Posisi itu tak diperolehnya dengan cara loncat katak <i>(leap frog).</i> Ia menyusuri anak tangga, merayap, dan jalan jongkok sampai Puncak Manglayang. Tak perlu makan tulang. Cukup fokus, dan lakukan yang terbaik.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Tak sedikit kawan yang menanjak karena menghindari tabrakan. Hijrah memberi peluang dari angka nol. Mengawali goresan di atas kanvas dengan <i>diary</i> baru. Sugito memulai debutnya dengan menyusuri desa-desa terpencil, tertinggal dan terluar. Memberi sentuhan agar tak tertinggal lagi. Ia bahkan menulis perjalanan itu sebagai kisah kecil yang dibukukan tempo hari, <i>indahnya bertemu sahabat se-nusantara.</i> Saya turut menyunting dan beri pengantar.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Sugito kawan yang menghindari gesekan. Sedapat mungkin diselesaikan sekalipun hatinya dongkol minta ampun. Sambil menasehati saya, katanya, “pikiran di jawab dengan pikiran, tulisan di balas dengan tulisan.” Dia punya banyak obsesi yang ingin diwujudkan. Salah satunya bagaimana membangun desa sejahtera di masa depan. Mungkin itu yang menjadikannya Sang Penjaga Desa di Indonesia.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-75887707546392309382024-01-08T21:02:00.000-08:002024-01-08T21:02:26.844-08:00Bernad Dermawan Sutrisno, Pejuang di KPU<p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Saya menulis Bernad karena dorongan seorang putri Pasopati, Dwi Budi Wahyuningsih. Dwi peraih Astha Brata <i>tempo doeloe</i> di Angkatan 04, istri Hariawan Bihambing yang masih seangkatan. Sudah lama saya ingin menulis Bernad, selain tokoh penting lainnya seperti Bahtiar Baharuddin, Sugito, Ferdinan Sirait, dan Uus Kuswanto. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Pilihan tokoh itu sebagai representasi Angkatan Kosong Empat (Angkot) di level tinggi birokrasi, setidaknya untuk saat ini. Kini banyak yang merambah ke eselon dua merangkap penjabat kepala daerah. Tak banyak yang punya kesempatan itu.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Bernad pernah mengusulkan istilah Pasopati menjadi Angkot, agar praktis dan merakyat. Saya setuju, walau mayoritas menginginkan Pasopati dipertahankan selain terlanjur dipakai dan dikenal angkatan lain, juga punya latar historis baik positif maupun negatif. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Positif, simbol perlawanan, pantang menyerah dan kemenangan. Negatifnya, sandi khusus satuan pemberontak dimasa lalu. Begitu kata Imelda, selesai nonton film sejarah partai terlarang. Saya pikir Pasopati bukan istilah, tapi Akronim saja. Jadi tak masalah.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Bernad punya nyawa lebih dari satu. Seingat saya, beliau dua kali kecelakaan parah sepanjang hidup. Pertama, bersama sejumlah kawan Kontingen Sulut ketika rental mobil dan terbalik di jalanan pasca pengukuhan praja. Mereka menguras gaji setahun untuk mengganti biaya mobil rusak. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kedua, sewaktu bertugas di Pinrang. Mobil <i>hardtop</i> mereka menabrak pohon hingga menewaskan dua purna lain. Beliau selamat, tersemat di atas dahan pohon. Artinya, Bernad mendapat peluang hidup lebih dari sekali. Luar biasa.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ketika tugas di Palopo, Bernad pernah sekali mampir di kosan. Ia suka berpertualang ke Tator. Entah apa yang di kejar disana, saya memfasilitasi tidur di kosan. Ia suka menggunakan Sepatu Koboi lengkap dengan taji <i>(spur)</i> di belakang sepatu. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Itu hiasan, setau saya Koboi gunakan bila ingin memacu kuda agar larinya kencang. Bernard tak bawa kuda, kecuali menumpang bus atau rentalan untuk sampai di tempat tujuan. Sepatu itu mungkin juga simbol kepemimpinannya yang senyap di belakang dan tak berisik.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Waktu di IIP, Ia doyan menulis sekaligus Pemred Majalah Kampus. Beberapa kali menulis di Harian Fajar Makassar. Ia getol mengajak saya dkk diskusi ketika masuk belakangan. Dirumahnya, berjejer buku sambil menceburkan diri di NGO yang kala itu tumbuh subur pasca runtuhnya Orde Baru. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ia menjadi pilot di salah satu NGO yang menarik kawan-kawan seperti Suryadi, Asmin dan Irfan Rusli Sadek turut bergabung. Bernad lahir di Gorontalo, belia dua tahun dari saya, namun semangat hidupnya melampui para senior. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kami pernah makan siang dengan Prof. Ryaas di Gedung APKASI, membicarakan isu kenegaraan dan masa depannya sendiri. Nasibnya cemerlang, Ia tak hanya membidani Bawaslu dan DKKP, juga dipercaya menjadi birokrat nomor satu di komisi bergengsi, KPU RI. Itu membanggakan Pasopati.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Bernad pernah tugas di Pinrang sebagai lurah. Jabatan itu tak lama sebelum hengkang ke Jakarta, bergabung di Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal. Kementrian yang dibentuk Gus Dur untuk mengentaskan daerah tertinggal. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Disana ada senior seperti Michael Manufandu yang memandu mereka belajar mengembangkan karier. Manufandu pernah menjadi Dubes Luar Biasa di Kolombia dan berhasil menghentikan pelarian eks politisi partai demokrat, Nazaruddin.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Bernad bukan birokrat biasa. Ia punya visi mengubah KPU menjadi semacam <i>electoral commission </i>di Amerika ala Indonesia. Suatu badan komisi pemilu yang independen sekalipun Ia sendiri tak jarang berada dalam posisi dilematis di tengah kepentingan partai. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Duduk di eselon satu memang penuh tantangan, sebagian besar terasa seperti jabatan politis dibanding jabatan karier. Itu bukan cuma di KPU, juga di kementrian lain. Kata Darwin, bukan yang kuat yang mampu bertahan, tapi yang mampu menyesuaikan diri. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Bernad mampu beradaptasi. Ia banyak mengubah wajah KPU di Jalan Imam Bonjol. Demikian pula organ KPU di daerah. Ada ruang pintar, semacam pusat informasi kepemiluan. Di pusat ada ruang <i>podcast </i>yang saban minggu digunakan dengan mengundang sejumlah narasumber. Saya pernah dua kali <i>on air</i> di situ. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Reformasi strukturalnya juga menyentuh bagian dalam yang membuahkan catatan berkali-kali wajar tanpa pengecualian. Gedung KPU peninggalan Hindia Belanda <i>(nassau bolevard)</i> di sulap semakin berwibawa. Bernad melengkapinya dengan sejumlah birokrat purna dari Sabang sampai Merauke. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ia beralasan agar komisi yang dipimpinnya itu tak hanya merepresentasikan kemajemukan Indonesia, juga mencerminkan demokrasi secara kelembagaan. Kini, masuk ke KPU bukan saja di sambut <i>provost,</i> juga diaroma kecil tentang spirit kejuangan di ruang kerjanya.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Bernad ingin meninggalkan <i>heritage</i> di lembaga yang dipimpinnya. Setidaknya KPU tak hanya dijadikan tenda kampanye bagi pesta demokrasi setiap lima tahun, juga punya nilai dan kontribusi seperti spirit seorang pejuang. KPU bertanggungjawab atas nasib demokrasi Indonesia. Demokrasi dengan imaji lingkaran persahabatan di almamaternya.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Disana ukuran keberhasilan dan kegagalan prosedure demokrasi. Disitu pula masa depan para pemimpin dan wakil rakyat ditentukan secara pasti. Pikiran besar soal spirit kejuangan itu bukan karena Ia lahir di tanggal 5 oktober, tapi karena prinsipnya yang lama Ia tulis di buku kenangan, <i>darah dan nafasku menyatu dalam cinta dan hidup.</i></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><i>Darahku adalah disiplin, nafasku adalah pengorbanan, cintaku untuk kesetiaan, hidupku untuk pengabdian</i>. Moto hidup itu mengingatkan kita pada seorang tentara nekat dengan sedikit perilaku memberontaknya, Napoleon Bonaparte di Perancis. Ia juga punya <i>state, army, and love.</i></span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-46020244886620232532024-01-04T01:39:00.000-08:002024-01-04T01:39:39.005-08:00Pengantar Kata, Pasopati di Penghujung 2023<p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Setahun terakhir Pasopati telah banyak meraih puncak-puncak tertinggi. Entah pejabat kepala daerah maupun naik ke eselon tertinggi di lingkungan masing-masing. Walau tak semua, namun representasi simbolik itu memberi pesan ke semua penjuru negeri bahwa Pasopati ada, dan turut memberi kontribusi bagi pemajuan bangsa yang rasanya sedang tak baik-baik saja.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Menapaki 2024 Pasopati butuh tenaga. Maklum, di sisa etape 8-10 tahun kedepan kita butuh gerak <i>sprinter</i> agar capaian akhir di masa depan penuh goresan sejarah. Tentu tak semua berorientasi kesitu, sebagian besar hanya ingin sampai di finish tanggungjawab, tak perlu harus juara. Cukuplah sampai disitu, ikhlas dan aman sentosa.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Hidup memang sebuah pilihan. Pilihan untuk berkecepatan atau melambat, tergantung cita apa yang ingin di tuju. Pasopati tak perlu berkecil hati, apalagi bertepuk dada, sebab semua punya kapasitas dan durasi berbeda. Dalam batasan itulah kita terus bersyukur agar tak mudah mati rasa.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kita bersyukur, meski dengan keluh-kesah, toh sampai juga di penghujung 2023. Betapa tidak, di hari-hari lewat itu, beberapa pergi begitu saja, tak sempat pamit, bahkan tak kuat bertumpu di bumi walau hanya sekedar reuni. Dengan imaji itu, kita semestinya kian merunduk, menemukan sebanyak mungkin kawan, bukan lawan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kita mungkin telah berikhtiar keras, namun tak semua mendapat apresiasi. Kita hanya perlu bangkit dengan keyakinan kokoh, bahwa penilai kinerja bukan semata manusia, juga Tuhan disana. Dengan begitu kita enggan berputus asa agar tak mudah dikasihani, apalagi dilecehkan sebagai insan lemah.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Mengutip penggalan puisi sastrawan politik Khozinudin, <i>biarlah dihadapan manusia diabaikan, sebab resiko itu kita tuju karena menginginkan ridho Tuhan. Biarlah, segala persepsi menghakimi. Toh akhirnya kebenaran akan menemukan jalannya sendiri.</i></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><i>Lihatlah matahari di ufuk, pasti akan terbit. Kegelapan malam pasti kan sirna. Mulut-mulut yang menganga, yang mengedarkan tuduhan dan celaan, suatu saat akan terbungkam. Bukan oleh tanganmu, tapi oleh kenyataan</i>.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><i>Mutiara, akan tetap mutiara. Yang berlumpur, tak akan pernah merasa menjadi mutiara. Lewatilah waktu tanpa menghitungnya, karena kesibukan amal akan mengantar kita pada perubahan yang tak terelakan. Becik ketitik, olo ketoro</i>.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-16048764470649726302023-12-24T18:09:00.000-08:002023-12-24T18:09:22.630-08:00Abstraksi dan Teknikalitas Pemimpin<p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Hari-hari menuju bilik suara semakin dekat. Para kandidat capres dan cawapres terus meyakinkan kita dengan ragam metode, baik <i>softly</i> maupun <i>hardly.</i> Dalam cara pertama terbaca lewat dialektika di media sosial sebagai <i>political marketing.</i> Cara kedua terlihat lewat pertengkaran pikiran dalam dialog maupun debat yang difasilitasi negara.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Di kelas atas, tekanan pada ikhtiar pemenangan memompa adrenalin. Mereka yang terus berpikir soal masa depan bangsa terbebani secara psikologis oleh kapabilitas kepemimpinan. Sementara kelas bawah yang lebih peduli dengan urusan jangka pendek tak begitu terbebani oleh siapapun pemimpin terpilih. Kelas mereka mayoritas di banding elit yang sering tak diperhitungkan di kotak suara.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kelas elit sejogjanya mencerminkan kehendak kuat kelas bawah. Malangnya, pikiran, perilaku, dan produk elit selalu berkebalikan dengan alit. Pikiran elit tentang substansi gagasan <i>(das sollen),</i> pikiran alit soal teknikalitas gagasan <i>(das sein).</i> Perilaku elit soal kebebasan (efeknya korupsi), harapan alit soal ekspresi dalam bingkai kesantunan sosial-religi (permisif soal korupsi, namun sensitif dengan agama).</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Produk elit berupa sistem yang menata kepentingan luas, terkhusus dirinya. Produk alit adalah kepercayaan <i>(trust) </i>yang dimanifestasikan lewat suara <i>(voice).</i> Elit butuh suara alit sebagai legitimasi. Sayangnya hanya sampai disitu, raib ketika memasuki area aksi. Kesenjangan itulah yang membuat elit dan alit tak selalu akur.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Realitas itu mendorong pemimpin perlu turun ke bawah <i>(blusukan).</i> Mengambil sampel pikiran dan kehendak alit agar selaras dengan kampanye para elit. Setidaknya memastikan agar tak berjarak jauh <i>(disosiatif).</i> Pemimpin butuh serapan substansi agar mampu diterjemahkan ringkas kedalam teknikalitas program dan kegiatan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Pemimpin di tuntut mampu mengabstraksi pikiran dan kehendak konkrit kedua kelas di atas. Selanjutnya menerjemahkan lewat para pembantunya yang ahli di bidang masing-masing. Ia menjadi semacam <i>dirigen</i> yang menyelaraskan irama agar harmonis dinikmati. Di tingkat itu Ia butuh profesionalitas, bukan lagi penggagas <i>(promotor).</i></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kepemimpinan di level berikutnya <i>(co-promotor)</i> bertugas membongkar ide abstrak dalam penggalan identifikasi masalah agar terang-benderang, memberi alas konseptual dan norma agar punya kepastian hukum, memilih metode yang efektif agar tak keliru, mendialogkan dengan sabar pada <i>stakeholders,</i> menyimpulkan dengan hati-hati, serta merekomendasikan dalam menu kebijakan kepada publik.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Dengan tahapan itu pemimpin setidaknya meyakinkan kita berjalan <i>on the track.</i> Mungkin benar kata Nurcholis Madjid di suatu seminar tahun 90an, semakin abstrak semakin pemimpin, semakin teknis semakin kuli. Disini publik dapat membedakan mana kualitas yang pantas memerintah dan mana yang cukup untuk diperintah. Praktisnya, semua gagasan yang di tangkap di level alit, berakhir lewat teknokrat dan mesin birokrasinya.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-38876359887763513882023-12-13T22:10:00.000-08:002023-12-13T22:10:57.306-08:00Adik Saya, Firdaus Latuconsina<p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Setahun bertugas di Palopo, saya kedatangan 4 purna 05. 3 asal Bali, 1 dari Maluku, Firdaus Latuconsina. Sepintas Ia bukan orang sembarangan, turunan aristokrat Ambon. Walau begitu Ia baik, kocak, lucu, lugu, sederhana, dan sedikit serampangan. Bagian terakhir itu yang sering buat seniornya gemas, sekaligus menjadi sabar meladeninya.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Saya sekosan dengan Firdaus. Dekat kantor kelurahan lama, Batupasi. Ia sendiri menjadi lurah di Rampoang, sebelahan dengan kelurahan saya, Bara. Waktu mau pelantikan, Ia dicari setengah mati bagian pemerintahan, sebab tokoh utama yang mau dilantik oleh walikota justru tak ada di tempat. Pak wali geram, katanya, "cari Firdaus hidup atau mati!"</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Rupanya Ia sedang dalam perjalanan. Tertidur semalaman, begadang hingga larut. Ia lupa bahwa hari itu pelantikan dirinya jadi lurah. Sewaktu ke tempat pelantikan Ia juga lupa baju PDUB, terpaksa Ia balik lagi. Orang suruhan walikota berselisih waktu ke tempat kosan. Dia pergi lagi, orang suruhan walikota justru datang menanyakan keberadaan Firdaus. Ibu kost bilang, sudah berangkat, barusan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ia sampai di TKP. Pak wali melantik beberapa lurah, termasuk dirinya. Pas mau dipasangkan benggol lambang garuda, rupanya kurang satu. Ia tak kurang akal, segera Ia pinjam copot punya salah satu lurah yang duduk di barisan kedua. Ia akhirnya dilantik dengan benggol punya lurah lain. Ia enteng saja main copot dan gantungkan kembali benggol sakral itu.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Suatu kali Ia diperintah walikota membabat rumput ilalang di depan kantor lurahnya. Ia berpikir pintas, baiknya di bakar saja. Ia siram rumput seluas lapangan sepak bola itu dengan bensin, bakar. Sambil menunggu rumput habis Ia istrahat di kantor lurah. Sejam kemudian warga dekat lapangan itu gaduh, berlarian tak karuan. Api meluas, dan melahap lingkungan mereka, kebakaran.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Mereka datang ke pak lurah, melapor sekaligus minta dicari pelaku pembakar rumput di siang bolong. Mereka minta dipenjarakan, dianggap membahayakan keselamatan warga. Pak lurah menerima laporan itu dengan wajah duarius. Ia janji akan melanjutkan ke polisi yang jaraknya tak begitu jauh, teman seangkatan di Akpol. Warga tak menyangka bahwa pak lurahlah tersangka utamanya.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Di lain waktu, pak lurah diminta pak wali untuk menertibkan anak muda yang suka buat keributan. Pak lurah pintar, Ia pura-pura ikut main domino dengan anak muda disitu, sambil merokok, tertawa bareng dan sesekali turut menenggak ballo. Sejenis alkohol racikan lokal. Ia hanya ingin kelihatan berbaur. Anak muda disitu tak kenal pula dia lurah disitu, pakaiannya lusuh, jeansnya robek disana-sini.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Sewaktu asik main domino larut malam, tiba-tiba di razia polsek. Semua anak muda yang duduk disitu di tangkap, di borgol, tak terkecuali pak lurah. Polisi pun tak kenal siapa dia, semuanya di boyong ke tahanan polsek, persis pencuri ayam di kampung. Pak lurah mendekam semalam di sel. Paginya di cek satu persatu oleh Pak Kapolsek. Ia kaget, pak lurah turut meringkuk di tahanan. Pak Kapolsek minta beliau dilepaskan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Pak lurah keluar sambil senyam-senyum tak berdosa. Ia langsung menyulut sebatang rokok sambil nyari kopi pagi, santai, sambil menyeka mukanya yang kusut. Pak Kapolsek hanya geleng kepala, tertawa bersama anak buahnya yang baru tau itu lurah mereka, tempat kantor polsek beralamat. Pak lurah pulang ke kosan, tidur seharian, kelelahan. </span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ketika saya lanjut sekolah ke IIP, Pak Lurah pinjam motor butut saya. Saya pinjamkan buat operasional kerja. Beberapa bulan kemudian motor itu ditemukan kenalan saya di pinggir jalan, terparkir tanpa pemilik. Dia tau itu motor saya, dibeli dalam kondisi semua bunyi kecuali klakson. Motor itu di desain kembali mirip motor Pak Babinsa, di <i>duco </i>hijau tentara dengan suara menggelegar berwibawa.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Dia telpon saya, menyampaikan bahwa motor diamankan dirumahnya. Saya telpon adik lurah, dimana motor bapak? Kata pak lurah, mohon maaf kak, saya lupa entah dimana saya parkir! Beliau super pelupa, termasuk anaknya yang hilang diboncengan. Ia bercakap-cakap sendiri sampai ke rumah. Tiba disana anaknya raib, rupanya jatuh di jalan. Istrinya pun kadang Ia lupa, ditinggal di pasar atau kondangan. Ia telah meluncur ke tempat lain.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Pak lurah memang unik. Dia bisa tidur dimana saja, di kandang pun nyenyak. Beliau bisa bergaul dengan siapa saja, tanpa mau tau siapa yang dihadapi. Beliau juga bisa makan dimana saja, termasuk di warteg sambil angkat kaki sebelah dan menyulut rokok. Dia enjoy saja sekalipun di kelurahan terjadi kerusuhan. Dia bisa muncul sewaktu-waktu dan hilang seketika. Hidupnya penuh kebahagiaan, tanpa tekanan, tanpa beban sekalipun pak camat dan pak wali pusing tujuh keliling.</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9085721040669327580.post-482357601292325972023-12-13T22:09:00.000-08:002023-12-13T22:09:15.283-08:00 Dialektika Debat Calon Presiden<p style="text-align: justify;"><span style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif;"><span style="font-size: large;">Oleh. Muhadam Labolo</span></span></p><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Debat pertama dengan tema politik, hukum, demokrasi, etika dan pemerintahan mendeskripsikan ragam pesan bagi pemilih. Pesan itu menjadi sinyal bagi pemilih untuk menentukan capres terbaik diantara paslon <i>(primus interpares).</i> Andai pemilih punya kesadaran cukup, pesan itu tak hanya dikonsumsi kelompok terdidik yang hanya 6-12%, juga sisa dari 204 juta pemilih kebanyakan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Tentu saja ketiga capres punya titik lebih dan titik kurang. Debat memberi peluang bagi pemilih mengoleksi sebanyak mungkin titik lebih guna mengurangi <i>margin error.</i> Dengan alasan itu pemilih tak hanya menilai kognisi, juga psiko dan afeksi capres sebagai kesatuan integritas. Karenanya, siapapun capres terpilih adalah cerminan dari budaya masyarakatnya.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Pemilih rasional kebanyakan menanti kekayaan kognisi lewat lafadz gagasan yang logis dari tiap etape dialektika. Gagasan dimulai dari pertanyaan. Pertanyaan membuahkan jawaban. Jawaban memproduksi gagasan. Jadi gagasan hanya mungkin bila dimulai dari pertanyaan yang tak hanya cerdas, juga kompatibel dengan realitas masalah <i>(smart argue).</i> Tak heran bila perubahan dimulai dari pertanyaan, bukan jawaban.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Kaum terdidik biasanya tak hanya sampai disitu. Keluasan pengetahuan mesti diperlihatkan lewat keahlian teknis retorika dan pengalaman empirik. Capres tak hanya mampu menampilkan pengetahuan sesuai tema yang disodorkan, juga keterampilan meyakinkan kompetitor, termasuk basis pemilih dari level terdidik hingga mayoritas masyarakat yang selama ini putus sekolah lewat data <i>(speak by data).</i></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Afeksi capres ditunjukkan oleh laku temporer selama debat. Sisi ini seringkali menyentuh penilaian emosional pemilih. Etika, kritik personal, <i>style, gimmick, gemoy</i> dan semua istilah <i>trending</i> menjadi catatan khusus dalam kalbu pemilih. Afeksi biasanya mengendap pada kelompok masyarakat yang kerap menjaga kesopanan, kesantunan, religi, dan perfeksionisme seorang pemimpin. Pendek kata, penguasaan diri <i>(emotional quality).</i></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Ketiga aspek memiliki basis pemilih masing-masing. Tentu saja ada yang lebih menekankan kognisi, tapi umumnya menginginkan capresnya memenuhi ketiganya. Kekayaan kognisi membantu kita mengetahui kedalaman capres memahami masalah dan jalan keluarnya. Bukan sekedar memaparkan <i>road map</i> lewat tata kata, juga bagaimana <i>action plan</i> tata pemerintahannya.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Psiko diperlukan agar capres terampil menggunakan kuasa seefesien dan seefektif mungkin. Tanpa keterampilan dan pengalaman mengelola pemerintahan kita hanya akan melepas sumber daya tanpa <i>output, outcomes</i>, dan <i>benefit</i> bagi 278 juta penduduk. Tanpa kecerdikan kita mudah diakali bangsa lain lewat komprador yang menyusup lewat usaha negara.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Afeksi capres kita butuhkan agar layak dijadikan panutan. Langkanya suri tauladan menjadikan kepatuhan pada negara semakin rapuh. Salah satu keruntuhan suatu bangsa kata Van Poeltje (1948) hilangnya keteladanan pemimpin. Pemimpin menjadi sentrum gravitasi yang memberi sentimen kuat bagi gerak bersama suatu bangsa. Tanpa itu, kita mungkin kehilangan harapan.</span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><br /></span></div><div dir="auto" style="background-color: white; color: #222222; font-family: Arial, Helvetica, sans-serif; text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Terlepas dari itu, debat pertama belum menyentuh kedalaman kognisi lewat visi, masih menguji mentalitas capres terhadap masa lalu masing-masing. Artinya, debat ini lebih banyak menguji <i>emotional quality</i> ketimbang mengorek bagian terdalam kognisi. Dengan gambaran itu capres masih lebih banyak perang urat syaraf dibanding mencoba mencecar rencana aksi dimasa depan,</span></div>muhadam labolohttp://www.blogger.com/profile/16629103304536546741noreply@blogger.com0