Postingan

Menangkap Sinyal Masa Depan Sultim

Oleh. Muhadam Labolo Pernyataan dalam bentuk harapan dan doa Anwar Hafid (Gubernur Sulteng) pada Amiruddin Tamoreka (Bupati Banggai) untuk menjadi Gubernur Sulawesi Timur kedepan dalam acara Tabligh Akbar di Kecamatan Toili, 8 Juni 2025 patut mendapat perhatian serius. Khususnya masyarakat dan Tim Pembentukan Provinsi Sultim. Sinyal kuat Gubernur Sulteng perlu dibaca dan disikapi dengan kecerdasan politik. Pertama, Ia seakan memberi spirit baru agar perjuangan Sultim dibangun kembali dalam tidur panjang hampir 30 tahun. Penting kiranya faksi-faksi internal merapatkan barisan agar terkonsolidasi dengan baik. Perjuangan Sultim mungkin memasuki generasi ketiga. Tokoh-tokoh awal seperti Basri Sono, Arifin Lambaga, Syaifuddin, (alm) Theo Solany, Irianto, dll telah dilanjutkan oleh generasi kedua seperti Hasrin Rahim dkk. Beliau dengan heroik mampu memaksa lahirnya rekomendasi DPRD dan Gubernur Sulteng. Hari ini, kita butuh darah segar baru. Tim dan generasi yang tak hanya berani, juga cerd...

Menemukan Titik Temu Polemik Empat Pulau

Oleh. Muhadam labolo Polemik 4 pulau antara Aceh dan Sumut terus memanas. Konfliknya terasa lebih vertikal. Sepintas, Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek telah ditetapkan menjadi bagian administratif Tapanuli Tengah Provinsi Sumut melalui Kepmendagri No. 050-145/2022 yang diperbaharui kembali lewat Kepmendagri 300.2.2.2138/2025. Melampaui itu, sejarah penetapan keempat pulau secara historis telah dilakukan sejak era Rudini (1992). Gubernur Ibrahim Hasan dan Raja Inal Siregar sepakat, keempat pulau milik Aceh dengan seluruh konsekuensi seperti hak administratif, pengelolaan dan eksploitasinya.  Malangnya, konsensus 1992 tersebut tak berlanjut, sekalipun terang-benderang tertuang dalam Pasal 246 UU No 11/2006 Tentang Pemerintahan Aceh, serta Putusan Mahkamah Agung No.01.P/HUM/2013. Fakta hukum ini jelas tak hanya mengecewakan Pemerintah Aceh, juga masyarakat Aceh pada umumnya. Kini, bagaimana menemukan jalan keluarnya. Tentu saja pemerintah harus memperjelas dulu ...

Pendidikan yang Dikhianati

Oleh. Muhadam Labolo Ranking pendidikan kita memprihatinkan, bila tidak di sebut tertinggal atau terbelakang. Kelas menengah paham betul masalah ini. Menurut PISA (2022), sistem pendidikan kita bertengger diperingkat ke 6 Asean. Dari segi kualitas pendidikan duduk di posisi ke 67 dari 209 negara. Di Asia Timur, China tentu saja mendominasi, selain Jepang dan Korea Selatan. Mereka haus pengetahuan. Semua akses digunakan. Trumph sampai kewalahan. Jumlah Mahasiswa China di Harvard tertinggi, mencapai 1.016 dibanding Indonesia yang hanya 33 peserta. Total alumni Harvard asal Indonesia hanya 315 orang. Sejak Restorasi Meiji, Jepang mengirim lebih banyak mahasiswa ke luar negeri. Demikian pula Korea Selatan pasca perang saudara. Hasilnya, China, Jepang dan Korsel kini menjadi raksasa ekonomi di dunia dan asia. Investasi pendidikan memang tak langsung dirasakan. Tapi dalam jangka panjang semua itu terasa. Jepang hanya butuh dua kali durasi RPJP untuk memperbaiki Nagasaki dan Hiroshima. China ...

Populisme dan Lunturnya Pamor Birokrasi

Oleh. Muhadam Labolo Di Bumi Pasundan yang sarat makna dan sejarah, muncul sosok yang dielu-elukan. Ia bukan sekedar menjual prinsip, juga pesona. Seakan Gunung Tangkuban Perahu sedang mengirim pesan lewat para leluhur tentang masa depan kepemimpinan di kelak hari.  KDM tampil tanpa ragu dihadapan rakyatnya. Bukan sebagai negarawan dengan visi etik dan tanggung jawab institusional, tapi aktor populis yang disindir teman seprofesinya, gubernur konten. Ia menampik, itu efisiensi iklan yang justru menghemat. Ia menakar gelisah rakyatnya tanpa jaminan bebas sepenuhnya dari lingkaran struktural kemiskinan dan ketidakadilan. KDM bukan semata figur publik yang merakyat, tapi simbol kekuasaan yang menanggalkan kedalaman, plus narasi personal yang meyakinkan.  Ia tampil sebagai narator dari kisah-kisah kemiskinan, penderitaan, dan keputusasaan kaum alit. Mencoba membongkar akar sistemik yang melanggengkan penderitaan, seraya membingkainya lewat kemasan konten visual, empati instan, dan...

Ijazah dan Tanggungjawab Civitas Akademik

Oleh. Muhadam Labolo Dalam setahun ini, energi jagad raya diusik oleh ijazah. Publik hampir kelelahan menyusuri otentifikasinya. Apalagi yang di soal bukan orang biasa, mantan orang nomor satu di republik. Ia menjadi pertaruhan role model tentang etika kepemimpinan bagi generasi hari ini dan akan datang. Disitu sensitivitasnya, di luar kepentingan politik yang mudah diraba. Ijazah berasal dari Bahasa Arab, (izjah), yang berarti izin atau kuasa. Dalam konteks pendidikan, ijazah merujuk pada dokumen resmi yang dikeluarkan lembaga pendidikan sebagai bukti seseorang telah menyelesaikan program studi atau pendidikan tertentu. Jadi bukan indikasi seseorang pintar kata Rocky Gerung, tapi penanda bahwa seseorang pernah bersekolah. Secara historis, model ijazah dikeluarkan pertamakali oleh Universitas Al-Qarawiyyin di Moroko pada abad 9 (Fatima Al-Fihri). Sebuah universitas tertua di dunia dibanding  Universitas Bologna atau Oxford yang baru meng-copas di abad 11 dan 12. Isinya bukan saja ...

Mendudukkan Ormas Dalam Bingkai Bernegara

Oleh. Muhadam Labolo Eksistensi ormas kini mencemaskan, karenanya dipersoalkan. Masalahnya, ruang publik dihiasi premanisme atas nama ormas. Tentu tak semua ormas. Negara dinilai abai atas tindak-tanduknya yang menyerupai, bahkan melampaui fungsi dan tugas negara. Bagaimana memosisikan ormas dalam bingkai bernegara? Semua paham, bahwa negara pada hakekatnya produk masyarakat. Jauh sebelum entitas negara hadir, tiap individu yang merasa terganggu mengasosiasikan diri dalam organisasi. Sebab hanya dengan begitu kekuatan dapat ditumbuhkan untuk membentengi dan mengusir penjajah. Inilah organisasi masyarakat. Kelak, organisasi masyarakat yang berbeda latar itu mengintegrasikan diri dalam wadah yang lebih luas. Mengklaim diri secara de facto maupun de jure . Jadilah negara. Dalam teori pertumbuhan dan perkembangan negara, Ndraha (2002) meletakkan di level ketiga dari hirarkhi ber-Tuhan, ber-alam, kemudian bermasyarakat. Setelah bermasyarakat, kolektivitas manusia berkembang ke level berban...

Toxic Mematikan Otonomi Daerah

Oleh. Muhadam Labolo Gejala kegagalan otonomi daerah sebagai antibiotik terhadap sentralisasi orde baru kini telanjang terlihat. Ulang tahun otonomi daerah ke-29 hanya seremonial untuk mengingatkan daerah bahwa mereka pernah diberi wewenang luas. Kini mungkin tinggal artefaknya, urusan administrasi belaka tanpa benar-benar terasa otonom. Indikasi kuat itu terlihat pada resentralisasi wewenang, pengendalian keuangan, pemusatan aparat, penyatuan visi, kontrol berlebihan terhadap pemda, serta pola uniformitas pilkada (Djohan, 2025). Gambaran itu menunjukkan seolah pemerintah bosan mengelola keragaman di tengah kecenderungan aktor lokal kehilangan orientasi berotonomi daerah. Korupsi salah satunya. Toxic mematikan itu dimulai dari resentralisasi wewenang. Sebagian besar tumpuan harapan daerah untuk berotonomi lenyap seketika pasca berlakunya UU Cipta Kerja dan UU Minerba. Padahal kunci utama sebagai ruh berotonomi terletak disitu. Tanpa kewenangan yang cukup, daerah tak lebih sama dengan ...