Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2012

Dari Ingatan ke Realitas Pemerintahan

Oleh. Dr. Muhadam Labolo           Judul diatas saya adaptasi dari tema Seminar International Tradisi Lisan kedelapan yang diselenggarakan tgl 23-26 Mei 2012 di Pangkal Pinang dimana saya hadir sebagai peserta dengan kawan baik Mr. Abu Hasan Asyari. Seminar ini tampaknya dikombinasikan dengan tema lokal Revitalisasi Budaya Melayu, dari ingatan ke kenyataan (from memories to the reality) .   Dalam perspektif makna saya mencoba menginterprestasikan sesuai disiplin ilmu pemerintahan, di ranah realitas saya mencoba mengimprovisasinya kedalam konteks pemerintahan Indonesia. Pada tahap makna tadi, semua sentuhan dan proses budaya yang melahirkan gejala pemerintahan saya intrepretasikan sebagai subkultur yang menegaskan konstruksi pemerintahan selain ekonomi dan politik sebagaimana digambarkan Taliziduhu Ndraha (1999) dalam Kybernology-nya. Pada tahap realitas, semua asupan budaya saya improvisasi kedalam gejala pemerintahan dewasa ini yang menuru

Kegalauan Demokrasi Lokal

Oleh. Dr. Muhadam Labolo           Meminjam kembali pendapat Riker (1982), salah satu keunikan demokrasi adalah kesepaduan antara proses dan tujuan yang ingin dicapai. Jika mekanisme demokrasi merupakan bagian dari proses melahirkan kualitas bagi mereka yang akan memerintah, maka kita berharap mekanisme tersebut benar-benar merepresentasikan tujuan yang telah ditetapkan. Semakin tinggi prasyarat yang ditentukan oleh demokrasi, semakin tinggi pula harapan kita bagi lahirnya kualitas kepemimpinan pemerintahan dimasa mendatang. Sebaliknya, semakin rendah prasyarat yang ditentukan demokrasi, semakin rendah pula harapan kita menantikan hadirnya kepemimpinan pemerintahan yang bermutu. Premis tersebut setidaknya mendapatkan tempatnya dalam kasus pemilukada, dimana kelemahan mekanisme dalam pesta demokrasi telah mereduksi kualitas kepemimpinan pemerintahan sebagaimana disinggung oleh Mahfudh MD (2012). Menurutnya, sejauh ini pemilukada telah melahirkan

Problem Rekrutmen Pegawai Honorer dan PNS di Daerah

Oleh. Dr. Muhadam Labolo           Salah satu sebab meningkatnya beban APBD dalam lima tahun terakhir adalah bertambahnya rekrutmen pegawai honorer dan PNS di daerah.   Pemerintah daerah berlomba-lomba melakukan rekrutmen dengan alasan kekurangan pegawai tanpa memperhitungkan kemampuan fiscal yang dimiliki.   Parahnya, rekrutmen tersebut seringkali dilakukan manakala mendekati pesta pemilukada, bahkan boleh jadi setiap tahun melalui perilaku fiktif, patronase dan nepotisme.   Fiktif, sebab separoh tenaga honorer yang dikonversi menjadi PNS tetap lahir dari hasil manipulasi oknum BKD sehingga terkesan telah mengabdi puluhan tahun sesuai persyaratan yang diminta oleh Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi.   Hasilnya, sejumlah pegawai honorer dan PNS tampil dengan wajah, baju dinas serta nomor kepesertaan pegawai honorer baru sebagai produk sulap sim salabim ala Dedy Corbuzer.   Gejala patronase muncul dalam rekrutmen P