Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2020

Mengembalikan Marwah Kemendagri, Sebuah Respon Akademik

Oleh. Muhadam Labolo Sebuah Webinar dengan headline  Merekonstruksi Marwah Kemendagri yang dilaksanakan BPSDM rasanya memberi magnet yang kuat untuk direspon secara akademik. Saya meraba dialektika itu lahir karena urusan dan eksistensi kemendagri dalam 10 tahun terakhir seakan mengalami pergeseran. Visinya terasa melemah, sebagian urusannya berpencaran ke instansi lain, desa misalnya. Eksistensinya yang selama ini didukung oleh UU 39/2008 sebagai salah satu Triumvirat  seperti terdistorsi di kelas kesekian bahkan portofolio, termasuk masa depan IPDN.  Menurut saya, ada baiknya kita pahami akar kemunculan Kemendagri sebagai kementrian induk (babon)  sekaligus satu diantara Triumvirat yang disebut eksplisit dalam undang-undang tersebut. Secara faktual departemen of home affairs  dihampir semua negara tetap eksis. Agar rujukan norma tersebut memiliki basis akademis, ide Thomas Hobes, Jhon Lock, Montesque, Imanuel Kant, Van Vollen Hoven, dan Logemann menjadi spirit dalam artikel

Tantangan Paradigma New Normal Bagi Aparatur Pemerintahan

Oleh. Dr. Muhadam Labolo Sejak 1962, Thomas Samuel Khun mencatat periode kejatuhan sains dari waktu ke waktu. Einstein menggeser konsep fisika Newton, temuan oksigen oleh Lovoiser menumbangkan ide awal phlogiston, bahkan eksperimen Galileo mengubur mimpi Aristoteles bahwa benda jatuh dengan laju yang sepadan bobotnya. Kritik Khun dalam buku populernya The Structure of Scientific Revolutions  menjadi pijakan kuat tentang apa yang kita sebut paradigma, suatu pola dasar dalam pemecahan masalah. Paradigma diasumsikan sebagai pandangan dasar yang menjadi rujukan manusia pada waktu tertentu sebagai satu metode pendekatan (normal science) . Inilah sejarah sains yang diawali Auguste Comte tentang positivisme dan Karl Raimund Popper soal falsifikasi hingga disintesis kembali oleh Khun. Keadaan normal pada waktu tertentu dapat mengalami gejala anomali, satu kondisi dimana paradigma yang selama ini diyakini sebagai metode pemecahan masalah tak cukup compatible  menyelesaikan problem yang

Mengapa Pamongpraja Dianggap Istimewa?

Oleh. Dr. Muhadam Labolo Dimasa Dinasti Han dan Qin berkuasa (206-220/221-206 SM), pola rekrutmen birokrasi dilakukan dengan dua cara, yaitu sumber birokrat berasal dari kalangan istana (political appointments)  dan yang berasal dari luar istana. Keluarga raja biasanya mengisi struktur inti dan garis komando. Masa kerjanya seumur hidup, privilage , dididik khusus dan masa kerjanya tergantung kebutuhan Raja. Kelompok kedua direkrut dari luar istana sebagai birokrasi outsider . Birokrasi level dua ini ditentukan batas usia, durasi kerja, profesionalitas, senioritas, gaji, dan kompensasi. Inilah dasar merit system  yang dikembangkan saat ini melalui variabel based loyality  dan based achievment  sampai pada perangkingan (Thoha;2009, Agus;2020). Pada masa Napoleon Bonaparte berkuasa (1769-1821), dia juga melakukan rekrutmen di birokrasi militer melalui dua model, yaitu mengangkat perwira dari kelompok bangsawan dengan pendidikan istimewa. Mereka duduk di posisi elite sampai batas