Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Membumikan Nilai Kepemimpinan Bahari Dalam Birokrasi Pemerintahan

Oleh. Muhadam Labolo [2] Pengantar Kuliah           Rasanya terlalu cepat bagi saya untuk mewakili beberapa sesepuh yang telah mangkat dan masih hidup di perguruan tinggi tempat saya bekerja agar hadir ditempat ini guna menyampaikan beberapa pokok pikiran terkait topik diatas. Panitia hanya memberi waktu lebih seminggu bagi saya untuk menyiapkan paper pendek dihadapan bapak ibu sekalian. Terlepas dari itu saya mengucapkan terima kasih pada pimpinan Universitas Maritim Raja Ali Haji dan segenap civitas akademika khususnya di jurusan ilmu pemerintahan atas kesempatan dalam momentum yang baik ini guna memperbincangkan satu isu yang kadang statis di level akademik dan bersifat propaganda di level politik, bergantung diruang mana dan oleh siapa isu bahari akan diperbincangkan. Jika ia didiskusikan dalam ruang akademik semacam ini tentu laksana membicarakan sejarah yang terkesan statis, atau paling tidak meninggalkan sedikit banyak catatan dalam bingkai sejarah. Apabila isu semacam in

Mencegah Limpahan Potensi Janda di Indonesia

Oleh. Muhadam Labolo           Dalam empat edisi berturut-turut, tanggal 3 sampai 6 Oktober 2016, Koran Republika menurunkan headline dengan tema seputar meningkatnya angka perceraian. Data Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung menyebutkan angka perceraian di setiap daerah meningkat tajam. Hingga tahun 2015, produk gugat-cerai di Cilacap berpotensi melahirkan 5.950 janda dari tahun sebelumnya yang mencapai sebanyak 5.884 kasus perceraian. Rata-rata penggugat-cerai berusia antara 24-35 tahun. Di Cimahi, sebuah daerah dekat Kota Bandung yang maju, sejak 2014 sampai 2015 berpotensi memproduk kurang lebih 6.000 sampai 7.000 janda baru. Di Depok, kota dekat pinggiran Jakarta yang relatif makmur sejak 2014 hingga 2015 berpotensi melahirkan 3.400 sampai 3.800 janda pertahun. Di Palembang, pengadilan agama rata-rata mampu mencipta 85 janda baru setiap hari. Data Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu rupanya tak berselisih jauh, angka perceraian yang berpotensi melahirkan janda ba

Dilema Kebodohan dan Kebahagiaan

Oleh. Muhadam Labolo Menurut survei organisasi kerjasama ekonomi dan pembangunan (OECD), Indonesia merupakan negara dengan peringkat paling bawah pada hampir semua jenis kompetensi untuk bekerja dan berkarya sebagai anggota masyarakat.  Kecakapan orang Indonesia dalam hal membaca, berhitung, maupun pemecahan masalah berada sangat rendah dihampir semua kategori umur.   Lebih dari separuh responden Indonesia mendapatkan skor kurang dari level 1 (kategori pencapaian paling bawah) dalam hal kemampuan literasi. Dengan kata lain, Indonesia adalah negara dengan rasio orang dewasa berkemampuan membaca terburuk dari 34 negara OECD dan mitra OECD yang disurvei tahun 2016. Orang dewasa pada level kurang dari 1 menurut definisi OECD hanya mampu membaca teks singkat tentang topik yang sudah akrab untuk menemukan satu bagian  informasi spesifik. Untuk menyelesaikan tugas itu hanya membutuhkan pengetahuan kosakata dasar dimana pembaca tidak perlu memahami struktur kalimat atau paragraf. Mes

Urgensi Kepemimpinan Pamongpraja Dalam Kerangka Otonomi Daerah

Oleh. Dr. Muhadam Labolo                  Dinamika otonomi daerah dipahami sebagai relaksasi atas upaya menciptakan tujuan ideal kebijakan desentralisasi, yaitu secara administratif meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat dan secara politik menciptakan sirkulasi kepemimpinan lokal yang akseptabel (Rasyid & Syaukani, 1999).  Sayangnya, dari dua tujuan ideal tersebut masyarakat lupa pada kualitas pelayanan yang menjadi harapan pokoknya, sementara sebagian besar elit lokal tersita energinya pada kompetisi kekuasaan berjangka pendek. Dalam kealpaan akut seperti itu masyarakat tak memperoleh apa-apa kecuali slogan kampanye yang hampa setelah berlalu beberapa saat. Disisi lain kaum elit lokal kembali pada tugas rutin selanjutnya, yaitu pengumpulan modal bagi rotasi kekuasaan lima tahunan. Jangan heran bila banyak tercipta pola kepemimpinan Wiro Sableng 212, dua tahun pertama mengembalikan modal, setahun berbakti pada masyarakat, dan dua tahun terakhir mengumpulkan kembali modal