Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Kolosseum dan Dampak Revolusi Pemerintahan 4.0, Peluang serta Tantangan Bagi Pemerintahan

Muhadam Labolo Pengantar Diskusi             Ketika Walikota Vespasian mendirikan Kolosseum yang populer dan menjadi situs sejarah di Roma (80 M), tujuan utamanya tidak lain kecuali untuk mengontrol dinamika kekuatan politik dalam masyarakat serta upaya kanalisasi kekerasan dari ruang publik ke wahana yang lebih terbuka, transparan, kompetitif disertai  punishment dan  reward . Para budak, pejuang primitif, kesatria hingga binatang buas bertarung memperlihatkan kekuatan yang sesungguhnya dihadapan penguasa dalam bentuk  gladiatorial contest  dan  public spectacles .  Melalui media itu Domitianus hingga Titus dapat mengendalikan perasaan takut masyarakat menjadi kesetiaan, serta kekerasan menjadi alat untuk menukar peruntungan seseorang menjadi warga negara yang baik dan merdeka. Wahana tersebut menjadikan kota kecil Roma mampu mengawasi pergerakan masyarakat dari level terendah hingga puncak kekuasaan yang dengan sendirinya menciptakan stabilitas pemerintahan. Terlepas bahwa str

Kekuatan Revolusi Industri Dalam Pengembangan dan Pengelolaan Pemerintahan yang Bermutu dan Berintegritas

  Pengantar             Diluar ucapan terima kasih atas posisi saya sebagai salah satu panelis dalam undangan ini, jujur saja saya agak kesulitan menghubungkan dua variabel besar dalam topik seminar yang diajukan oleh panitia IPDN Makassar kali ini. Sebabnya, kekuatan revolusi industri baik generasi pertama maupun generasi terkini (4.0), tetap saja dalam benak saya adalah dampak dari seperangkat teknologi dalam sebuah sistem informasi yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak terhadap kinerja manusia sebagai penggunanya. [3] Sementara pemerintahan yang bermutu dan tentu saja berintegritas itu adalah sejumlah nilai ideal yang sepatutnya dimiliki oleh aktor pemerintahan. Dengan pemahaman sederhana itu maka saya mencoba membangun korelasi bahwa sistem yang dikonstruksi oleh seperangkat teknologi sebagai dampak dari kekuatan revolusi industri itu pada akhirnya akan memaksa para pelaku pemerintahan untuk menjadi lebih baik, berkinerja dan mungkin saja berintegritas. Menjadi lebih

Defisit Guru dan Kebisuan Pemerintah

Oleh. Muhadam Labolo Ditengah menipisnya jumlah ASN akibat moratorium rekrutmen selama lebih kurang lima tahun, kini ramai pemerintah daerah mengajukan alokasi guru dengan alasan daerah telah membangun banyak sarana pendidikan dasar dan menengah namun distribusi guru dianggap kurang merata lagi paceklik. Sebenarnya bila kita selidik lebih jauh, disparitas guru di daerah lebih disebabkan hilangnya orientasi menjadi guru yang sesungguhnya, kecuali sebagai profesi yang merasa "dihormati" dalam masyarakat yaitu status pegawai negeri sipil. Hilangnya spirit moral yang tinggi mengubah guru bersikap pragmatis dalam menata masa depannya. Faktanya, kendatipun ditunjang insentif guru di wilayah terpencil, sebagian besar guru tetap saja tak betah berlama-lama ditempat tugas. Rendahnya sarana dan prasarana membuat guru rindu berkumpul dengan keluarganya. Idealisme guru jauh dari apa yang menjadi semangat Robert John Meehan, bahwa kami mengajar bukan untuk menjadi kaya, tetapi kam

Kritik dan Revisi Terhadap Kebijakan Pemerintahan Daerah

Lebih dua tahun melewati masa tenggang w a ktu berlakunya Undang-Undang No.23/2014 Tentang Pemerintahan daerah (Okt, 2016), persoalan visi pemerintahan daerah kian tak jelas arahnya. Alih-alih menyelesaikan masalah yang menj a di salah satu tujuan revisi undang-undang tersebut, pemerintahan daerah semakin terkungkung dalam ketidakberdayaan menjalankan otonomi daerah yang menjadi spirit desentralisasi sejak awal . Tiga alasan utama revisi Undang-Undang 32/2004 yang awalnya sarat dengan kandungan dan semangat otonomi daerah sbagai big-bang dan rentang panjang dari Undang-Undang 22/1999, yaitu pertama, banyaknya pasal yang bertentangan dengan amanah konstitusi sehingga diperlukan revisi terbatas agar kebijakan tersebut tetap sinkron. Kedua, diperlukan pemisahan pengaturan yang lebih independen atas rezim pemilukada dan desa dari rezim pemerintahan daerah. Ketiga, perlunya efisiensi agar pemerintahan daerah dapat menjalankan otonomi untuk kepentingan publik. Bergerak dari setidaknya

Memetakan Potensi & Manajemen Logistik

Oleh. Muhadam Labolo           Meningkatnya gejala kekurangan pangan dibeberapa daerah termasuk Indonesia pada umumnya serasa mengganggu perasaan nasionalisme kita sebagai anak bangsa.   Kekurangan beras pada kelas tertentu mendorong import dari Pakistan, India, China, Thailand dan Vietnam. Data BPS menunjukkan bahwa kebutuhan beras tahun 2017 setidaknya sebanyak 2000 ton dengan nilai sebesar US$ 1,08 juta. Ironisnya, surplus beras dalam negeri akibat kelaikan iklim dalam tahun tersebut telah membunuh rasa optimisme petani dan pemerintah daerah atas kesediaan logistik yang relatif cukup untuk menyuplai daerah-daerah yang dianggap mengalami kekurangan beras dan gagal panen.   Daerah-daerah surplus beras itu justru berada di wilayah potensial seperti Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat.   Para kepala daerah di wilayah tersebut dengan percaya diri bahkan menjanjikan upaya untuk mendistribusikan surplus beras tadi ke wilayah yang membutuhkan di seluruh tanah air. I