Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2020

Kewenangan Menetapkan Kondisi Darurat

Oleh. Dr. Muhadam Labolo  Menurut konstitusi pasal 12 UUD 1945, Presiden menyatakan keadaan bahaya, syarat-syarat dan akibatnya dalam keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang. Jika merujuk pasal dalam konstitusi tersebut maka keadaan bahaya itu mesti dilihat dalam tiga aspek utama. Berdasarkan UU 24/2007 Tentang Penanggulangan bencana, keadaan bahaya itu dapat disebabkan oleh tiga hal yaitu alam, non alam, dan manusia. Sebab alam misalnya gempa bumi, tzunami, kekeringan, banjir, gunung meletus, angin topan, dan tanah longsor. Faktor non alam misalnya, gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Sedangkan faktor manusia seperti konflik sosial, kelompok, komunitas maupun teror. Yang terakhir diatur lewat UU No.7/2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial. Bila merujuk pada undang-undang diatas, kasus corona termasuk bencana non alam (epidemi dan penyakit menular). Dalan undan-undang tersebut penanggungjawab utamanya adalah pemerintah dan pemerintah daerah.

Mencari Jalan Terbaik Bagi Masa Depan IKAPTK Pasca Kongres

Oleh. Muhadam Labolo Banyak alumni bertanya apakah agenda besar yang dihasilkan Munas IKAPTK ketiga tahun 2020. Dalam dua periode pasca rekonsiliasi atas basis alumni KDC, APDN, IIP, STPDN & IPDN, kita telah melalui babak yang penuh ketidakpastian. Situasi itu kita jahit kembali lewat integrasi alumni yang melahirkan wadah bersama IKAPTK. Sebenarnya, harapan alumni pada paguyuban yang dinilai paling solid, kredibel, terstruktur, berhirakhi, berkorsa, memiliki semangat esprit de corps tinggi serta bermasa depan cereal itu tak banyak, kecuali kepedulian yang serius terhadap nasib 20 ribuan alumni ditengah ketidakpastian posisi dalam biduk birokrasi yang penuh onak dan duri.  Membandingkan sumberdaya IKAPTK yang basisnya diproduk massal & khas itu tentu jauh lebih menjanjikan dibanding produk alumni lain. Organisasi ini secra faktual memiliki kelebihan baik aspek sosio-cultural, politik dan ekonomi. Secara sosio-politik alumninya memiliki basis kepemimpinan yang diakui se

Mengendalikan Banishing Bureaucracy

Oleh. Muhadam Labolo Memenuhi lima visi besar Presiden, reformasi birokrasi di periode kedua kali ini dilakukan lewat pemangkasan birokrasi (banishing bureaucracy) . Masalah psikologisnya karena objek dari penyederhanaan itu justru berada dilini terdepan pelayan birokrasi, eselon tiga dan empat. Bisa dibayangkan, ibarat mengurangi lebah pekerja yang sehari-hari bertugas menyusun konstruksi bangunan bagi tetesan madu dalam mangkok birokrasi pemerintahan. Dampaknya pasti ada, setidaknya demoralisasi kinerja bagi kurang lebih 95% total ASN super aktif yang kini duduk di kursi eselon 3, 4 dan mungkin 5.  Dalam bangunan birokrasi, level eselon tiga dan empat ibarat penyusun batu bata, pekerja kasar, dan sedikit-banyak penghalus bangunan. Tanpa susunan mayoritas semacam itu, bukan mustahil front  terdepan birokrasi bisa lumpuh, alih-alih mendorong efisiensi dan efektivitas, boleh jadi roda pemerintahan bergerak lamban bahkan berjalan ditempat. Mesti diakui bahwa level eselon itulah y

Urgensi Revisi UU 23/2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Oleh. Muhadam Labolo Lebih dua tahun melewati masa tenggang waktu berlakunya UU No. 23/2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Okt, 2016), persoalan pemerintahan di daerah kian tak jelas arahnya. Alih-alih menyelesaikan masalah yang menjadi salah satu tujuan revisi undang-undang tersebut, Pemda dalam sejumlah hal terkungkung dalam ketidakberdayaan menjalankan otonomi daerah yang menjadi spirit desentralisasi sejak awal (1999). Tiga alasan utama revisi UU 32/2004 yang mulanya sarat dengan kandungan dan semangat otonomi daerah sebagai big-bang dan rentang jalan panjang dari UU 22/1999, yaitu pertama , banyaknya pasal yang bertentangan dengan amanah konstitusi sehingga diperlukan revisi terbatas agar kebijakan tersebut tetap sinkron. Kedua, diperlukan pemisahan pengaturan yang lebih independen atas rezim pemilukada dan desa dari rezim pemerintahan daerah. Ketiga , perlunya efisiensi agar Pemda dapat menjalankan otonomi untuk kepentingan publik.   Dengan tiga tujuan tersebut kita memb

Survivalitas Manusia Menghadapi Musuh Terbesarnya

Oleh. Muhadam Labolo Karya cemerlang Yuval Noah Harari dalam buku Sapiens & Homo Deus (2015, bestseller , terjual lebih 4 juta copy), menggambarkan pada kita tentang tiga ancaman terbesar dalam sejarah peradaban manusia. Ketiga ancaman itu adalah kelaparan, wabah, dan perang . Jutaan manusia mati dalam setiap periode kendatipun generasi demi generasi terus meningkatkan kemampuan spiritualnya, bahkan menemukan alat, institusi, obat dan sistem sosial yang kokoh guna meredakan ancaman kelaparan, epidemi hingga kekerasan kolektif. Meski disadari bahwa masalah-masalah tersebut faktanya belum sepenuhnya berhasil diatasi sekalipun teknologi dan kualitas evolusi manusia semakin tinggi. Kelaparan adalah musuh terburuk pertama dalam sejarah umat manusia. Di abad pertengahan Mesir dan India kehilangan 5-10% populasinya. Pada April 1664 seorang pejabat Perancis di Kota Beauvais menggambarkan bagaimana kemelaratan melanda negeri itu. Untuk memperpanjang hidup kaum miskin mesti mengk