Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2021

Indeks Kepemimpinan Kepala Daerah

Oleh. Muhadam Labolo   Salah satu upaya mendaratkan teori kepemimpinan dalam ranah pemerintahan adalah bagaimana mengukur kepemimpinan kepala daerah dalam menjalankan pemerintahan. Kepemimpinan mereka setidaknya di ukur baik dalam organisasi (birokrasi) maupun pada ruang sosial (masyarakat). Inilah praktek kepemimpinan pemerintahan menurut Pamudji, Ndraha, & Wasistiono (2002). Peringkat walikota terbaik di dunia misalnya di ukur oleh  World Mayor Prize , yang pernah menempatkan Fauzi Wibowo, Joko Widodo, Tri Risma, Ridwan Kamil, Arief Sirajuddin, atau Yasin Limpo di posisi tertentu.   Masalahnya, mengukur kepemimpinan kepala daerah dalam realitas kemajemukan lewat variabel, dimensi dan indikator yang sama tentu berpotensi bias. Masalah di Kalsel dan Sulbar jelas berbeda. Itu membutuhkan pendekatan yang beragam. Ibarat menggunakan Kunci Inggris untuk membuka semua benda yang bernama pintu. Apalagi basis yang paling menentukan kepala daerah terpilih atau tidak adalah masyarakatnya. T

Menghitung Implikasi Pemilu Serentak

Oleh. Muhadam Labolo   Beberapa waktu lalu, salah satu Parpol mengajukan tiga alasan menolak pemilu serentak di 2024. Resistensi itu dilabeli sejumlah alasan sekalipun jadwal pemilu jelas tertuang dalam rezim pemilu tahun 2016. Pertanyaan lebih jauh apakah implikasi bagi partai, pemerintah, penyelenggara dan masyarakat sebagai pemilik suara. Saya coba memberi catatan pendek merujuk tiga alasan utama yang dikemukakan parpol tersebut sehingga tergambar implikasi bagi  stakeholders  yang terkait pemilu (parpol, pemerintah, penyelenggara dan pemilih).   Pertama , apakah beban teknis sebagai konsekuensi pemilu serentak mempengaruhi  stakeholders ? Tentu saja. Bagi penyelenggara pemilu di pusat hingga desa kita mesti mengkalkulasi kembali biaya yang dibutuhkan, termasuk meminimalisir jumlah korban penyelenggara pemilu akibat kelelahan dan resiko terinveksi pandemi yang tak jelas kapan berakhirnya. Bagi masyarakat pemilih tentu semakin tinggi tekanan psikologisnya, sebab ada beban  multi full

Menerima Jalan Pikir Tetua Bangsa

  Oleh. Muhadam Labolo Bagaimanakah memahami jalan pikir tetua bangsa dengan konteks Indonesia dewasa ini, penting menjadi refleksi di tengah perdebatan isu sensitif tentang idiologi & sistem politik-pemerintahan. Saya pikir ini bukan perdebatan panjang dan pertama kali, sejak lama  para  founding fathers  mendiskusikan hal serupa. Kalau kita baca literatur sejarah pendirian Indonesia, dialektika mereka telah menyentuh apa yang menjadi topik diskursus kita hari-hari ini. Baca misalnya  Negara Paripurna, Historisitas, Rasionalitas, dan  Aktualitas  Pancasila  (Latif, 2011).   Bahwa kemudian para tetua bangsa membentuk negara dengan sistem politik dan pemerintahan sedemikian rupa tentu dengan proses perdebatan yang sengit, bukan  sim  salabim  abra kadabra  atau lewat  whats  up group   yang terbatas  margin- nya. Mereka membawa konsep, bukan sekedar datang dan tanda tangan absen lalu tidur diruangan ber-AC. Puncaknya adalah jalan tengah dengan apa yang kita sepakati sebagai  philoso

Kontribusi Kritik Bagi Demokrasi

Oleh. Muhadam Labolo Ketika Hitler mengangkat dirinya sebagai penyelamat Jerman pasca perdamaian  Versailles  (1919), apa yang diucapkannya ditirukan orang. Awalnya di latah oleh sekelompok kecil pengikutnya lalu meluas menjadi doktrin bagi sebagian besar bangsa itu. Pada saat itu Hitler benar-benar penyelamat, barangsiapa tak mempercayainya atau mengatakan sebaliknya adalah pengkhianat.    Dalam konteks ini kekuasaan menurut Francis Bacon tak hanya memberi arti, juga pengambil arti. Kata Marleau-Ponty, satu kata yang diucapkan seseorang dapat menjadi dunia pembicaraan umum  (univers de discours). Sebuah kalimat yang di sahut oleh masyarakat dapat berubah menjadi kekuasaan. Apatah lagi bila kekuasaan senyatanya mengendalikan arti segala sesuatu di ruang publik, termasuk tafsir tunggal atas manusia, tempat dan isu yang menjadi pilihan wacana dalam dialektika demokrasi  (mind changing concept) .   Guna menjaga mutu demokrasi agar tak mudah berubah menjadi  oligarchi  dan  tiran, kita mem