Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2020

Politik Otonomi Pasca Omnibus Law

  Oleh. Muhadam Labolo Pasca pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja politik otonomi daerah dipertanyakan kembali, paling tidak pada soal keseriusan dan konsistensi segenap stakeholders (Djohan,2020). Kesulitan menjawab pertanyaan semacam itu sebab teknisnya karena ketiadaan draft yang otentik, kekosongan instrumen organiknya, serta terbatasnya sumber primer kecuali saripati power point yang disuguhi di media sosial oleh satu dua pejabat terkait. Dengan epistemologi seadanya, ditambah policy brief kawan-kawan UGM, draft RUU OLCK setebal 905 halaman, serta menyimak dialektika diberbagai kanal, penting untuk mendiskusikan kembali nasib politik otonomi daerah dimasa kini dan akan datang. Dengan begitu seluruh niat baik pemerintah dapat ditangkap sebagai satu peluang, bukan sekedar sikap reaktif yang minim refleksi, atau perilaku narsis sejumlah orang ketimbang perasaan peduli pada masalah-masalah kebangsaan. Secara umum mesti diakui bahwa politik otonomi dalam kerangka omnibus law men

Simbiotik Agama-Negara

Oleh. Muhadam Labolo Sejak dulu bahkan sampai nanti, ketegangan agama versus negara dipenuhi kontraksi. Pada titik tertentu keduanya berusaha menampilkan ego otoritasnya masing-masing. Ditingkat ideal keduanya hidup dalam rukun bernegara, entah negara sebagai lead , atau agama sebagai pandu. Dalam ajaran sekularisme, agama hidup sekalipun mesti menjaga jarak dengan negara. Agama adalah privasi yang dibiarkan merdeka begitu saja (Kencana, 2018). Dalam paradigma simbiotik, agama ibarat matahari yang menerangi negara sebagai bulan bagi cahaya di bumi. Berbeda dengan itu, dinegara yang meletakkan agama sebagai satu-satunya sumber nilai mengharuskan pemerintah tunduk pada otoritas agama. Negara, dalam paham integralistik semacam itu hanyalah bagian dari lanskap agama yang maha luas. Dalam konteks negara agama, otoritas negara relatif tak banyak dipersoalkan. Alasannya pemerintah sebagai personifikasi negara adalah representasi konkrit atas firman Tuhan dan sabda dari setiap pesuruhNya.

Mitos, Religi dan Sains Kita

Oleh. Muhadam Labolo Dunia bergerak dalam kebimbangan orientasinya. Antara melaju pada kecepatan sains atau kembali keruang transedental yang penuh misteri, mitos dan religi. Sejak lama mitos menstimulasi semangat bangsa-bangsa tertentu untuk maju. Jepang yakin mereka adalah generasi penerus Dewa Matahari yang menyinari alam. Bangsa Jerman percaya bahwa merekalah Ras Aria paling sempurna di muka bumi. Sisi baiknya keyakinan kolektif itu memberi energi bagi logos hingga kemajuan  bangsanya diberbagai bidang. Eksesnya, kepercayaan diri yang berlebihan itu menciptakan ambisi menaklukkan, eksploitasi dan kolonialisasi seperti slogan simpatik saudara tua dari timur atau tragedi genosaida bagi bangsa Yahudi. Religi datang menjadi suluh bagi gelapnya mitos dan pengetahuan. Ada kekuasaan tunggal dan maha luas yang mengendalikan segalanya. Religi berusaha menjernihkan keyakinan kelam pada jalan spiritual yang menjanjikan, surga dan neraka. Maknanya semua perbuatan ada konsekuensinya, baik