Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2023

Krisis Nilai

Oleh. Muhadam Labolo Isu demi isu menggerogoti nilai bangsa ini. Entah itu genk motor, pembunuhan anggota keluarga hingga perkelahian anak muda yang menyeret konsentrasi publik ke soal korupsi dan pencucian uang. Awalnya biasa, namun efek viral teknologi informasi mengubah segalanya menjadi perkara negara. Insiden kecil menjadi konsumsi publik secara cepat dan masif. Kelambanan dapat menuai kritik yang membuat kita terus merespon apa yang terjadi dari waktu ke waktu. Gambaran dipermukaan menunjukkan terjadinya degradasi nilai. Dalam makna lain, demoralisasi. Lenyapnya nilai bermakna hilangnya kualitas diri atau penghargaan terhadap lentera penuntun tingkah laku seseorang (Giddens, 1998). Dalam imaji kolektif bangsa, sirnanya kualitas hidup berarti punahnya karakter yang menjadi ciri khas bangsa. Hasil riset pada bangsa-bangsa maju umumnya mentransmisi nilai-nilai positif seperti kejujuran dan tanggungjawab ke generasi selanjutnya, dan bukan sebaliknya, dusta dan khianat.  Konflik sesam

Persekolahan Milyarder

Oleh. Muhadam Labolo Sebuah potongan kliping di media sosial menampilkan empat perguruan tinggi berpotensi melahirkan milyarder di Indonesia. Perguruan tinggi itu di sebut sekolah bisnis, walau faktanya aset pemerintah yang merupakan lembaga pendidikan keuangan, keamanan, pertahanan dan pemerintahan. Penggiringan opini tanpa data semacam itu dimaklumi sebagai emosi sesaat atas kasus oknum petugas pajak yang hidup gemerlap. Asbabnya sepele namun meluas kemana-mana. Narasi pendek soal potensi melahirkan milyarder tentu membahagiakan. Setidaknya iklan gratis yang dapat mendorong optimisme peminat, sekalipun nyatanya lebih banyak yang menyekolahkan legalitas pegawainya di bank dalam bentuk pinjaman-hutang. Mungkin bagi mayoritas petugas pajak tak sulit menambah income, namun bagi seorang polisi, tentara dan pamong jujur, satu-satunya cara adalah menggadaikan legalitas profesinya untuk bertahan dari tahun ke tahun. Doktrin senioritas dalam sekolah kedinasan Pamongpraja misalnya, keliru and

Hak Kaya & Etika Publik

Oleh. Muhadam Labolo Setiap kita pada umumnya memilih kaya dibanding miskin. Imaji kaya dideskripsikan sebagai seseorang yang memiliki harta banyak dalam bentuk properti, investasi maupun sumber daya bernilai. Kaya diasosiasikan pula kemampuan seseorang melakukan segala hal tanpa batas karena dukungan finansial. Kekayaan berhubungan dengan status sosial, kekuasaan, dan prestise dalam struktur sosial.  Sebaliknya, kaya melawan realitas miskin. Miskin digambarkan minus sumber daya ekonomi. Kaum papa adalah mereka yang tuna akses pada kebutuhan dasar. Ragam kemiskinan paling ekstrem dipengaruhi aspek struktural dan kultural. Hal pertama berada di pundak pemerintah, sisanya merupakan mentalitas masyarakat yang membutuhkan intervensi kolektif (Nurhazanah, 2023). Perspektif kaya dan miskin memiliki banyak muka. Dalam wajah religi, kaya dan miskin bergantung pada kesholehan penganutnya. Kaya misalnya, dinilai bila mampu mempertanggungjawabkan cara memperoleh dan menggunakan harta buat kebajik