Selamat Jalan Haris,...

Oleh. Muhadam Labolo

Mungkin tak ada sobat paling kontroversial dikalangan Pasopati kecuali Moh. Haris Kariming. Ia sosok keras dan sulit dikendalikan dalam pergaulan. Di kalangan senior dia di cap bandel. Di mata yunior, Haris salah satu anggota Binjas yang mewakili peran antagonistik. Layak dihindari.

Haris, mungkin dapat kita imajinasikan seperti kisah hidup pemimpin keras Ken Arok & Jenghis Khan. Untuk mecapai ambisinya, Khan menyapu rata sepertiga dunia lewat tangan besi. Naasnya, dunia hanya ingat sisi kelamnya tanpa melihat sisi positif yang menyisakan Mongol lebih kecil dari Kabupaten Bandung di Soreang. 

Di sekolah, Haris tumbuh dengan prestasi tak biasa. Dia pernah menjadi siswa teladan sebelum bergabung di klub Manglayang. Foto saat mencium tangan Soeharto dan Mendiknas itulah yang membuat dia tak jadi dipulangkan ke kampung halaman pasca kasus berat di Nindya Praja. Berkembang dengan perilaku yang lincah dan gesit, tiba di Jatinangor thn 1992. Disana, namanya populer sejajar beberapa praja yang doyan indisipliner.

Belum lagi sepak terjangnya dengan jajaran yunior sebagai malaikat subuh. Hebatnya, beliau mudah keluar-masuk kesatrian setiap minggu sambil nebeng di bus kerohanian kristen. Semua upaya itu demi rindunya pada seorang awewe' di sekitar Bandung Indah Plaza. Ia lolos berkali-kali sekalipun dengan resiko tinggi.

Hari-harinya di kampus penuh horor. Setiap jatah kontingen dan satuan tertentu dia mendapat perlakuan luar biasa. Saya bisa memahami bagaimana tradisi mendisiplinkan yunior kerap menjadi pilihan paling efektif baginya. Yunior pernah tanya, adakah pengaruh kata Mohammad di depan namanya?

Saya jawab tidak, sebagaimana ingatan pada penyair Sakhespeare, apalah arti sebuah nama. Nama bisa beda dengan laku, seperti juga nama seorang senior Abdurahman di angkatan kosong tiga, Abdurahman Wakano. Serupa, ngeri-ngeri sedap.

Saya pikir, yang paling paham sisi kelam & terbaik Haris adalah kawan sebaraknya. Dia punya kesetiakawanan yang kini langka. Mungkin karna itu dia berani menukar jatah susu perah dengan puluhan roti milik sah Nindya Praja. Tak ada yang senekat itu, kecuali dia berpikir untuk kebutuhan diri dan teman-temannya, yang juga diam-diam menginginkan sumber daya terbaik, walau tak berharap lewat jalan pintas.

Ketika bertugas di Kab. Parimo Ia hanya tunduk pada Bupatinya yang kemudian menjadi Gubernur Sulteng (Longky Djanggola). Kariernya cemerlang melampaui angkatannya di kampung halaman. Dia bertugas sebagai Kabag Humas & Protokol. Sepeninggal Bupatinya, dia kembalikan mobil dinas penuh pasir dalam tangki bensin. Dia protes pada pimpinan baru sekaligus alasan mutasi ke provinsi.

Di provinsi, Haris diangkat sebagai Karo Umum hingga Kepala BPBD. Posisinya sekaligus tangan kanan Pak Gub. Sisi kurangnya tertutupi dengan kesiagaan dia menyelesaikan masalah. Pendek kata, tak ada jawaban tidak untuk semua perintah pimpinan. Semua pasti bisa, pasti beres. Begitu pengakuan singkat Pak Gub selama kurang-lebih 15 tahun didampinginya.

Lucunya, waktu open biding ke posisi eselon dua, beliau hanya diminta mengaku siapa yang buatkan makalah. Rasanya pengen ketawa takut dimutasi, kata stiker di WA. Pernah sekali saya mendampingi kasus beliau (sebagai saksi) di Polres Jakarta Pusat untuk kasus penipuan. Saya dipaksa menjadi saksi. Dengan berat hati dan cemas saya sentil dia, masa segarang kamu masih kena tipu juga. Syukurnya kasus itu selesai walau dia sendiri tak puas.

Di tahun-tahun terakhir beliau keluar-masuk group Pasopati. Beberapa gerah lantaran WA dibanjiri gambar dan video parno. Beliau keluar sendiri walau dimasukkan kembali oleh kawan lain. Mungkin sadar tak begitu banyak respon positif, suatu malam beliau tiba-tiba nelpon saya, mohon maaf atas semua kekhilafan selama ini.Tak lupa menitipkan sedikit oleh-oleh buat anak di pesantren. Haris tiba-tiba menjadi sinterklas. 

Sejak itu saya tak pernah berkomunikasi dengannya hingga kasus dengan salah seorang pengurus parpol di Palu. Haris memang penuh dinamika, jiwanya tak pernah tenang untuk sesuatu yang diyakininya. Moralitasnya tak bisa di atur, walau perilakunya dapat ditertibkan oleh yang paling diseganinya, Pak Gub Sulteng. 

Semua manusia tentu dapat menjadi baik dan buruk kata J.J Rousseau. Sifat baik itu sangat bergantung pada sentuhan lingkungan dimana seseorang tumbuh. Inilah naturalisme & empirisme yang didukung Locke. Seseorang pada dasarnya baik hingga menjadi sebaliknya oleh pengaruh dan campur tangan manusia. 

Baginya, tidak ada manusia yang terlahir buruk. Dengan renungan itu, rasanya kitapun punya sisi yang sama. Sisi baik dan sebaliknya. Selamat jalan Haris, doa kami menyertaimu. Soal lain, biarlah Tuhan dan dirimu yang menyelesaikannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seri: Kajian Filsafat Ilmu Pemerintahan

Pamongpraja, Tinjauan Filosofis, Etimologis, Historis, Relevansi dan Gagasan Kekinian

Memosisikan Mahakarya Kybernologi Sebagai Ilmu Pemerintahan Berkarakter Indonesia[1]