Kybernologi, Sebuah Pengantar Terminologi

Oleh. Muhadam

Ketika Prof.Taliziduhu Ndraha memberi nuansa pada ilmu pemerintahan berparadigma baru, Ia sampai pada kompleksitas terminologi yang cukup membingungkan, antara menggunakan istilah Governologi ataukah Kybernologi. Govern yang setaraf dengan steering (Inggris), sementara kybern dari Bahasa Greek (cybern). Keduanya bermakna sama yaitu mengemudi, mengatur, maupun memerintah (bandingkan dengan penjelasan Sutoro Eko tentang Governability, Juli 2020). Dalam ejaan Belanda kata tersebut populer dimata Pamongpraja Muda dengan istilah bestuurskunde, berstuurswetenschap, berstuurswetenschappen (pemerintahan, ilmu pemerintahan, dan ilmu-ilmu pemerintahan). Di Indonesia, istilah perintah dan memerintah itu diadaptasi dari bahasa Belanda (recht). Lewat aksentuasi Jawa menjadi ngereh, yang kemudian mengkonstruksi istilah Pangreh Praja hingga dihaluskan oleh Soekarno menjadi Pamong Praja pada 1956. 

Menurut Talizi, istilah govern terlalu umum dipakai termasuk kata governor (gubernur) yang menjadi salah satu entitas pada 1unit pemerintahan tertentu. Melengkapi kata govern menjadi ilmu pengetahuan tentu tinggal menambah kata logos (governologi). Talizi akhirnya menggunakan kata kybern sebagai satu ilmu pengetahuan pemerintahan menjadi kybernologi. Jika diteliti istilah itu tampaknya tak konsisten dengan apa yang populer ditulis dalam bukunya, kybernologi. Ia melakukan semacam apologi dengan sedikit mendistorsi tata bahasa, Talizi bahkan mencoba meng-Indonesiakan istilah tersebut menjadi kibernologi, bukan kybernologi sebagaimana kita kenal selama ini walau akhirnya Ia kembali ke tulisan kybernologi dengan alasan terlanjur populer seperti Comte membentuk istilah sociology dari bahasa latin socius plus logos. (Kybernologi;2003, lihat juga Metodologi Ilmu Pemerintahan, 2010:21).

Ilmu pemerintahan dengan paradigma baru itu membawa misi kemanusiaan dibanding kelahiran ilmu pemerintahan generasi sebelumnya yang mendarat di Indonesia lewat ilmu politik. Itulah mengapa kajian pemerintahan diberbagai perguruan tinggi mengalami stagnasi sebagai program studi dibawah payung Fakultas Ilmu Sosial & Politik (FISIP). Pendaratan ilmu pemerintahan pada aspek kemanusiaan itu sesungguhnya adalah purifikasi dari bayang-bayang ilmu politik sesuai orisinalitas ilmu pemerintahan yang dikembangkan oleh Van de Speigel (dalam Gerrit Van Poelje, 1953). Menurutnya, ilmu pemerintahan itu mempelajari upaya mengelola kehidupan bersama dalam mencapai kebahagiaan jasmani dan rohani tanpa merugikan orang lain secara aman dan wajar. Jadi, sekali lagi, tekanan penting disini adalah pada upaya memanusiakan manusia, bukan semata-mata mengalokasikan nilai secara otoritatif dengan sedikit banyak menggunakan paksaan sebagaimana batasan politik David Easton dan Gabriel Almond (1953/1963). Bila politik memandang relasi antara yang memerintah dan yang diperintah sebagai satu hubungan yang bersifat vertikal-hirarkhis absolut, maka ilmu pemerintahan dalam paradigma itu memandang relasi keduanya bergantung pada konteks dimana posisi keduanya berhadapan. Dalam relasi politik bisa bersifat vertikal-hirarkhis, namun dalam relasi ekonomi dan sosial, boleh jadi keduanya menjadi fungsional antara produsen-konsumen, bahkan posisi yang diperintah seringkali menjadi raja pada kondisi tertentu sebagaimana pendekatan dalam sistem ekonomi (pelanggan adalah raja) atau dalam sistem demokrasi (kedaulatan berada ditangan rakyat). 

Dalam perkembangannya di Indonesia, sejak kejatuhan orde baru yang menganut sistem politik otoritarianisme (1998), ilmu pemerintahan paradigma baru itu bertumbuh dan berkembang pasca politik dan ekonomi mengalami turbulensi. Disini kybernologi menjadi semacam antitesis atas kegamangan ilmu politik dan ekonomi saat membereskan masalah pemerintahan yang dikemudi orde baru 32 tahun sebelumnya. Oleh Talizi, paradigma ilmu pemerintahan baru itu dibangun tidak saja pada nilai politik semata (kekuasaan), juga nilai ekonomi dan sosial. Ketiganya menjadi basis bagi pembangunan subkultur kekuasaan (SKK), subkultur ekonomi (SKE), dan subkultur sosial (SKS). Inilah paradigma baru yang Ia maksud dalam pengembangan nilai pemerintahan dewasa ini, bukan semata-mata berdiri diatas regangan kekuasaan absolut politik.

Bila aspek ontologik-metafisik ilmu pemerintahan itu menjangkau spektrum yang luas yaitu dimulai dari manusia dan berakhir pada manusia (kemanusiaan), maka aspek praksis-aksiologikalnya menyentuh terapan ilmu pemerintahan sehari-hari. Sebagai contoh bahwa hubungan pemerintahan yang mencakup karakteristik dari kedua kutub yang memerintah dan yang diperintah dapat menjadi fokus kajian dilevel doktoral, sedangkan bagaimana pengelolaan kewenangan dan praktek pelayanan (jasa publik dan private) dapat menjadi fokus kajian di lanskap terapan pemerintahan (S2 dan S3 terapan). Dengan kata lain bahwa hubungan pemerintahan yang lebih luas cakupannya (kekuasaan dan pelayanan pada manusia dan kemanusiaan) menjadi pembeda dengan kurikulum terapan pengelolaan kewenangan (otoritas) dan segi-segi praktis pelayanan pada masyarakat seperti pelayanan prima, hospitality dan penerapan prinsip-prinsip good governance dalam birokrasi pemerintahan.

Pada optik simboliknya, filosofi kybernologi yang padat pesan itu direkonstruksi Talizi lewat delapan ruas kemudi kapal. Simbol klasik ini sekaligus kritik atas pendekatan teritorial pohon beringin yang sejak awal menjadi salah satu simbol politik orde-baru. Simbol itu kini menjadi milik salah satu kementrian yang terkesan men-drive kementrian lain sekalipun awalnya Kemendagri adalah pemegang kendali dimaksud sebelum mengalami diferensiasi urusan baik horisontal dan vertikal pasca reformasi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seri: Kajian Filsafat Ilmu Pemerintahan

Pamongpraja, Tinjauan Filosofis, Etimologis, Historis, Relevansi dan Gagasan Kekinian

Memosisikan Mahakarya Kybernologi Sebagai Ilmu Pemerintahan Berkarakter Indonesia[1]