Maryunani, Alumni Lintas Angkatan
Oleh. Muhadam Labolo
Saya berkesempatan mampir kerumah Mas Yun. Senior 01 yang kini memilih pensiun dini di Bhumi Singosari, Malang. Ia selalu bersemangat melalui hari-harinya di rumah meski terasa lengang. Maklum, angkatan 01-05 umumnya mulai ditinggal anak karena sekolah jauh dan kerja di luar kota. Sebabnya Ia sangat menanti bila ada alumni ke pondok artistiknya.
Ia antusias menerima saya dan Mas Fransdiane, 01 asal Bengkulu. Dengan semangat '45 Ia bercerita soal aktivitas harian di masa pensiun. Mulai urusan lintas angkatan, pernak-pernik artefak, lukisan antik, hingga budidaya sederhana dibelakang rumah. Ia rasanya bukan alumni, apalagi eks tentara, tapi arkeolog lokal.
Mas Yun pernah tugas sebagai perwira pertama di Sulsel. Posisinya berpindah-pindah sebagai Pasi Intel. Beliau kenal baik tokoh-tokoh lokal disana. Akrab dengan Zainal Basri Palaguna, Amin Syam, Andi Galib, Syahrul Yasin Limpo, Andi Saripolo Pallaloi, Andi Nawir, Rafiuddin Hamarung, hingga Ryaas Rasyid.
Ia benar-benar memahami seluk-beluk di tempat tugas. Punya relasi dengan banyak angkatan. Pantas bila di sebut senior lintas angkatan. Menjembatani rupa-rupa masalah. Mulai hal goib sampai yang konkrit. Mulai rumit sampai yang mudah. Mulai gulita sampai yang terang-benderang. Bahkan mulai yang keriting sampai yang pirang.
Maryunani sosok yang lepas merdeka. Ia bisa bercerita tanpa jeda tentang pengalaman tokoh-tokoh disekitarnya. Termasuk tetangganya yang seletting dengan Luhut Binsar Panjaitan. Tak lupa soal almamaternya bersama sesepuh Indrarto. Ia hampir tak pernah berkedip dengan senyuman bahagia bila dikunjungi oleh siapa saja.
Mas Yun seorang kolektor benda pusaka. Saya merasa dipandu ke museum kecil berlantai dua. Tak cuma keris dari bahan batu meteor berusia 300 thn era Mataram Kuno, juga tongkat, tombak, cincin, hingga lukisan mewah yang sengaja Ia sembunyikan di ruang kamar. Saya pikir Ia seniman berlatar birokrat militer-sipil yang langka.
Lukisan-lukisan yang berserakan itu bukan sembarang lukisan. Rasanya itu lukisan asli, hasil kuas di kanvas oleh pelukis kelas dunia. Silahkan cari kurator seni sebagai penilai kalau tak percaya. Pasti tercengang. Disana ada lukisan Pablo Picasso, Claude Monet, Leonardo da Vinci, Vincent van Gogh, Rembrandt van Rijn, bahkan Basuki Abdullah.
Lukisan-lukisan itu bila diapresiasi bukan murah. Bagi kurator seni niilainya unlimited. Bisa ratusan juta hingga milyaran rupiah. Tergantung dijual di pasar gelap atau pasar lelang. Saya punya dua lukisan Van Gogh asal London. Itupun hanya lukisan duplikat yang dibeli di sebuah mal seharga 2 jutaan.
Di pagi dan petang, Mas Yun menghabiskan waktunya di petak kecil berisi Buah Jeruk dari berbagai jenis. Kami petik dua jenis jeruk lokal dan luar. Menikmati hamparan sawah dibelakang rumah dengan angin sejuk. Ia pandu ke peternakan kecil berisi ayam, itik, dan kambing. Bukan untuk dijual, tapi demi ketahanan pangan, katanya.
Saya merasa Mas Yun seorang yang kaya. Kaya dalam makna lahir dan batin. Ia tak merasa kekurangan sekalipun bukan lagi pegawai pemerintah yang hidup dalam berbagai tuntutan. Ia seakan mengirim pesan bahwa kekayaan sejati bukan soal apa yang dimiliki, tapi tentang siapa dirimu.
Akhirnya, seperti biasa, protokol akhir saat bertemu dengannya mesti saya ikuti. Pernyataan pendek sebagai penyemangat di depan kamera. Pesan saya, jalani sisa hidup dengan kualitas. Dengan begitu setiap langkah memiliki makna untuk sampai dibatas akhir kehidupan. Kita hanya akan diingat oleh apa yang ditinggalkan.
Ada yang diingat hanya sebentar. Ada pula yang sepanjang masa. Bergantung apa yang ditinggalkan. Satu-satunya cara memperpanjang usia kata Buya Hamka dengan cara meninggalkan sejarah. Sejarah yang dapat dinikmati oleh generasi berikutnya. Entah itu kitab suci, pengetahuan, artefak, hingga lukisan.
Mungkin itu kesan pendek dari kunjungan ke rumah Mas Yun setelah balik dari Unbraw. Saya menikmati sekaligus berusaha mencerna abstraksi tiap lukisan. Saya ingin menawar salah satu, tapi segera mengurungkan niat. Isin. Menimbang dompet di kocek mungkin tak sebanding dengan kualitas lukisan. Mas Yun luar biasa, unik, dan sedikit mencengangkan.
Komentar
Posting Komentar