Toxic Mematikan Otonomi Daerah
Oleh. Muhadam Labolo Gejala kegagalan otonomi daerah sebagai antibiotik terhadap sentralisasi orde baru kini telanjang terlihat. Ulang tahun otonomi daerah ke-29 hanya seremonial untuk mengingatkan daerah bahwa mereka pernah diberi wewenang luas. Kini mungkin tinggal artefaknya, urusan administrasi belaka tanpa benar-benar terasa otonom. Indikasi kuat itu terlihat pada resentralisasi wewenang, pengendalian keuangan, pemusatan aparat, penyatuan visi, kontrol berlebihan terhadap pemda, serta pola uniformitas pilkada (Djohan, 2025). Gambaran itu menunjukkan seolah pemerintah bosan mengelola keragaman di tengah kecenderungan aktor lokal kehilangan orientasi berotonomi daerah. Korupsi salah satunya. Toxic mematikan itu dimulai dari resentralisasi wewenang. Sebagian besar tumpuan harapan daerah untuk berotonomi lenyap seketika pasca berlakunya UU Cipta Kerja dan UU Minerba. Padahal kunci utama sebagai ruh berotonomi terletak disitu. Tanpa kewenangan yang cukup, daerah tak lebih sama dengan ...