Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

Diskresi, Tuntutan Moral dan Kealpaan Hukum

Oleh. Dr. Muhadam Labolo [2] I Ketika rezim Sulaiman As diperhadapkan pada kasus seorang bayi diperebutkan oleh dua orang ibu, Sulaiman tampaknya tak menggunakan legalitas formal sebagai rujukan dalam pengambilan keputusan. [3] Penggunaan sebilah pedang sebagai media untuk menemukan ibu yang sesungguhnya merupakan gejala dimana praktek ‘diskresi’ sebagai apa yang menjadi topik perbincangan kita hari ini memiliki korelasi positif, khususnya penggunaan kekuasaan (power) oleh setiap pemimpin. Tanpa diskresi dramatis semacam itu Sulaiman sulit menentukan siapa sesungguhnya pemilik sah bayi yang diperebutkan. Terlepas apakah status Sulaiman dalam konteks ini dapat diperdebatkan sebagai pejabat administrasi publik dalam arti birokrasi, ataukah seorang pemimpin politik yang menetapkan kebijakan makro dibanding sekedar urusan administrasi yang bersifat teknis, tentu saja kasus semacam itu membutuhkan suatu intervensi diluar kelaziman sepanjang terjadi kekosongan hukum (vacum of law) y

Pokok-Pokok Laporan Evaluasi IPDN

oleh. TIM EVALUASI (2007) I. PENDAHULUAN Terjadinya tindakan kekerasan yang berulang dilakukan oleh praja senior terhadap praja junior telah memunculkan reaksi negatif publik yang sangat luas, terutama opini yang menuntut pembubaran IPDN.   Evaluasi secara menyeluruh menuju perubahan yang fundamental terhadap penyelenggaraan pendidikan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri telah dilakukan dengan tujuan memperoleh pemahaman kelayakan IPDN sebagai perguruan tinggi kedinasan dalam mencetak kader pamong praja, dan untuk memperoleh alternatif solusi lembaga pembinaan kader pemimpin pemerintahan ini yang seharusnya berwawasan keilmuan, demokratis, beretika dan memiliki moralitas yang tinggi sebagai pelayan masyarakat. Tim memfokuskan evaluasi pada aspek kepemimpinan dan manajemen, aspek akademik yang meliputi pengajaran dan pelatihan beserta faktor-faktor pendukungnya, dan   aspek kemahasiswaan yang mencakup kegiatan intra dan ekstrakurikuler yang dilakukan mahasiswa, yang secara f

Mengapa IPDN Dipertahankan?

Oleh. Dr. Muhadam Labolo Latar Belakang           Pasca tewasnya Wahyu Hidayat (2004) dan Clif Muntu (2007), IPDN menjadi satu-satunya kampus yang paling populer karena perilaku kekerasan.   Kondisi ini memperburuk citra IPDN sebagai satu-satunya pendidikan tinggi kepamongprajaan yang memiliki reputasi positif sepanjang didirikan sejak orde lama dalam bentuk OSVIA, MOSVIA, KDC, APDN, IIP, STPDN hingga IPDN dewasa ini.   Reputasi positif itu relatif dapat dikemukakan dengan indikasi yang paling dapat dilihat dan dirasakan yaitu kemampuan membangun integrasi, koordinasi dan menjaga perbedaan dalam kerangka Bhinneka Tunggal Ika.   Dalam mantra internal sekolah kepamongprajaan disemboyankan lewat sesanti Bhinneka Nara Eka Bhakti (berbeda-beda tetapi satu pengabdian) kepada bangsa dan negara.           Sebagai konsekuensi dari kondisi IPDN yang mengalami degradasi tersebut, Presiden SBY mengeluarkan kepres penggabungan STPDN kedalam IIP dengan wajah baru IPDN.   Ini adalah barg