Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2012

Memaknai Ibadah dan Ilmu Pengetahuan Kita

Oleh. Dr. Muhadam Labolo           Pasca ibadah monumental puasa kita langsung dihadapkan pada sejumlah konflik di tanah air. Konflik berbentuk perkelahian antar kampung hingga bertumbuhnya aliran sesat yang entah darimana asal muasalnya hadir disekeliling kita. Kita seperti disadarkan bahwa puasa sebulan penuh tak serta merta melahirkan individu yang berkualitas (baca:bertaqwa), sebagaimana harapan Tuhan dalam Qur’an Surah Al-Baqorah ayat 183 (laalakum tattaqun) . Sejatinya setiap individu yang telah melalui tempaan hari demi hari puasa mampu melahirkan nilai-nilai etik sebagai modal dalam pergaulan hidup sehari-hari. Nilai etik yang saya maksudkan diantaranya berupa kesederhanaan, kedisiplinan, kejujuran, kesetiakawanan, keikhlasan, kesabaran dan segala hal yang menjadi dasar keutamaan dalam kehidupan pribadi dan sosial. Sebagai dasar keutamaan pribadi, seseorang akan memancarkan nilai spiritual dalam hal kesantunan akhlak yang terlihat dalam menjalankan pekerjaan apa saja, apak

Problem Demokrasi dan Kebijakan Tanpa Rujukan

Oleh. Dr. Muhadam Labolo           Ditengah keresahan kita tentang nasib dan masa depan transisi demokrasi bangsa ini, sejumlah kebijakan sejatinya diperlukan sebagai terapi agar demokrasi tak layu sebelum berkembang. Berbagai persoalan yang mengancam matinya demokrasi secara substansial misalnya rendahnya perilaku kedewasaan publik, kesenjangan antar kelompok, terbukanya diskriminasi serta jauhnya kesejahteraan dan pemakmuran sebagaimana tujuan demokrasi itu sendiri (Croisant & Merkel, 2004). Jika empat belas tahun reformasi menjadi periode transisi pembelajaran, maka tahap selanjutnya kiranya dapat dirancang bagaimana bangsa ini memasuki pintu gerbang berdemokrasi yang sesungguhnya, mantap secara substantif sekaligus kokoh secara prosedural. Demokrasi memang membutuhkan kesabaran hingga ke usus dua belas jari kalau tidak ingin terjerambab ditengah jalan seperti dialami negara sekuat Uni Soviet. Demokrasi yang dalam kehidupan sehari-hari ramai oleh hiruk pikuk pemilukada mem

Industrialisasi Lokal dan Dilema Kewenangan

Oleh. Dr. Muhadam Labolo           Dalam empat belas tahun terakhir pasca reformasi, industri lokal di Indonesia tumbuh laksana cendawan di musim hujan. Atas nama otonomi pemerintah daerah memberikan izin seluas-luasnya untuk eksplorasi dan eksploitasi semua mineral dan tambang yang bersemayam di perut bumi nusantara. Akibatnya, fisik bumi penuh lubang dimana-mana ibarat jerawat batu yang tumbuh subur tak berkesudahan. Dampak industrialisasi tersebut telah mengubah perilaku psikis masyarakat lokal dalam aneka sudut pandang. Secara ekonomi, industrialisasi telah mengubah status sekelompok masyarakat naik kelas menjadi orang kaya baru. Pada kelompok akar rumput, industrialisasi telah membuka pundi-pundi lapangan kerja mulai dari satpam hingga jajaran elite perusahaan. Mereka yang dulu mengais rezeki di emperan jalan kini setidaknya puas sebagai kaki tangan perusahaan di hilir hingga hulu. Yang paling mujur adalah sejumlah aristokrat lokal pemilik lahan tambang yang memperoleh ko

Distorsi Mengatur Elit Daerah

Oleh. Dr. Muhadam Labolo           Hampir tak ada negara dalam panggung politik demokrasi dewasa ini yang memberikan kewenangan sedemikian besar kepada pemerintah daerah kecuali Indonesia. Kalaupun kewenangan tadi diberikan dengan porsi seluas-luasnya dan berisi serangkaian urusan gono-gini , pastilah bukan dalam kerangka otonomi daerah melainkan negara bagian. Lewat paham negara integralistik kita tak berkehendak membawa Indonesia dalam mainstream negara bagian sekalipun faktanya demikian. Pemandangan menunjukkan pusat tampak lebih banyak mengerjakan urusan sisa dibanding daerah. Semua kewenangan diasumsikan secara normatif berada dipangkuan pemerintah daerah kecuali lima perkara, keamanan/pertahanan, kehakiman, agama, moneter dan kebijakan luar negeri plus urusan lain yang ditentukan oleh undang-undang.   Barangkali inilah yang disebut Mboi (2012) sebagai kerangka bernegara yang cenderung bersifat unitaris-federalistik dibanding sebaliknya. Kini, tinggal bergantung dari sudut