Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2022

Demokrasi Substansial, Catatan Akhir Tahun

Oleh. Muhadam Labolo Di tengah keberhasilan kita melalui ancaman pandemi tahun kedua, catatan demokrasi kita perlu menjadi perhatian utama menyambut tahun depan yang penuh dinamika ketidakpastian. Dengan mensinergikan kekuatan dan peluang guna meminimalisir kelemahan dan ancaman, kita dapat mengungkit pesimisme ke optimisme guna menggapai visi terbaik di tahun-tahun mendatang. Agenda politik utama memasuki pesta besar 2024 adalah mempersiapkan landasan prosedur demokrasi sebaik mungkin. Sekalipun pengalaman tahun-tahun sebelumnya memperlihatkan partisipatory engagement relatif tinggi, namun demokrasi kita di setiap periode terjebak oleh upaya merevisi prosedur ketimbang meraih substansinya. Demokrasi prosedur itu kita akui telah banyak mengkanalisasi berbagai soal, namun jaminan terhadap ekspresi hak-hak sipil dalam catatan Freedom House (2019), IDEA (2020), IEU (2020) & BPS (2018) belum bersahabat dengan aksi mural dan kebebasan berucap di ruang publik. Tanpa mengecilkan upaya me

Pembagian Kekuasaan & Reformasi Partai Politik

Oleh. Muhadam Labolo  Jika diteliti secara seksama, pada dasarnya inti pengaturan rezim pemerintahan daerah adalah pembagian kekuasaan (sharing of power) . Pembagian kekuasaan dimaksud adalah bagian dari sharing kekuasaan eksekutif secara vertikal. Sementara pembagian kekuasaan secara horisontal terdiri dari eksekutif, legislatif dan yudikatif (Locke, Montesquieu, Kant, dll). Dalam bahasa undang-undang, kekuasaan diterjemahkan dengan istilah kewenangan (authority). Kewenangan sendiri adalah bagian kekuasaan yang bersifat formal (Alfian,1999). Kewenangan melekat pada institusi, sedangkan wewenang lazim berada pada person. Di tingkat teknis istilah kewenangan berubah menjadi urusan, yaitu urusan pemerintahan. Urusan dalam UU Pemda inilah yang dibagi berupa urusan pemerintah pusat dan daerah. Klasifikasinya menjadi urusan absolut, bersama (concurent) dan pilihan. Urusan bersama menjadi urusan wajib dasar dan non dasar. Jadi sekali lagi, esensi penting rezim pemerintahan daerah itu berk

Toleransi Dalam Relasi Bernegara

Oleh. Muhadam Labolo Rilis survei tingkat toleransi dikalangan mahasiswa oleh PPIM UIN Jakarta menunjukkan 30,16% mahasiswa memiliki sikap toleransi beragama rendah (27 Des 2020). Angka itu akumulasi dari 24,89% rendah dan 5,27% sangat rendah. Menariknya, angka toleransi mahasiswa di sekolah kedinasan lebih tinggi dibanding perguruan tinggi negeri dan swasta. Meski begitu, secara umum tingkat toleransi dikalangan mahasiwa masih lebih tinggi. Sikap minoritas itu bermakna bahwa penghargaan & penghormatan terhadap perbedaan keyakinan belum selaras dengan esensi yang diajarkan oleh religi itu sendiri. Indikasi itu seakan mengkonfirmasi cara beragama kita, khususnya relasi horisontal yang kerap menimbulkan kecurigaan antar dan internal beragama. Intoleransi dalam relasi beragama. Toleransi dalam sedikit literasi dipahami sebagai kesadaran akan keberagamaan disekeliling kita. Dalam arti luas, toleransi tak hanya dialamatkan pada kesadaran berupa penghormatan dan penghargaan terhadap pola

Catatan Kaki Reuni Perak Pasopati

Oleh. Muhadam Labolo Lepas reuni perak rasanya belum move on . Seperti kembali dari perjalanan spiritual. Semangatnya masih terbawa, di meja, kursi, ranjang, mobil, dan kantor. Lihat kebun kecil dibelakang rumah seperti berada di Dusun Bambu. Makan pagi dan malam seperti ditemani Pak In dan kawan jauh, dari Sabang sampai Merauke. Beberapa merawat reuninya sampai ke Jakarta dan Karimun Jawa. Biasanya, 40 hari auranya baru menguap. Itupun kalau tak dihidupkan sewaktu-waktu oleh kiriman video dan foto yang tercecer. Putri apalagi. Setiap foto butuh beberapa menit untuk diseleksi, dinikmati dan diberi bintang. Entah mengukur kedewasaan, pencahayaan, atau sekedar mengecek efektivitas anti aging, keserasian kostum, fokus kamera, serta keterlambatan nimbrung dalam kilatan _blizt._ Pendek kata, ini paduan unik antara kosmetikologi & idiologi narsisme. Tanpa mereka, reuni rasanya hanya kumpulan veteran kalah perang. Reuni kali ini benar-benar memperlihatkan sesuatu yang luar biasa. Ada per

Mengubah Wajah Kebudayaan Kita

Oleh. Muhadam Labolo Gagasan memajukan kebudayaan kita oleh Dirjen Kebudayaan Dikti (Hilmar, Ph.D) dalam webinar bersama civitas IPDN tanggal 20 November 2021 patut dipertimbangkan dalam agenda strategis. Visi besar itu rasanya compatible dengan strategi pendidikan IPDN yang sejauh ini konsisten membangun wajah kebudayaan pemerintah (baca;birokrat) lewat sistem konsentrik jarlatsuh. Kebudayaan, dalam lanskap makro setidaknya meliputi gagasan (idiologi), tindakan (behavior) dan produk dari tindakan tersebut (artefak) (Koentjaraningrat, 1997). Problem pertama berkaitan dengan bagaimana membangun kepercayaan pada idiologi (Pancasila) yang dalam 13 tahun terakhir mengalami degradasi hingga 10% (Yusuf, 2020, UMM). Indikasinya, radikalisasi agama dan munculnya idiologi alternatif.  Ironinya, survei Alvara Research menunjukkan bahwa angka ketidakpercayaan ASN terhadap Pancasila mencapai 19,4%, atau sekitar 800.000 dari total jumlah ASN (Infokom, 2019). Kelompok ekslusif itu tersebar di 6 ko

Mengetuk Nurani Hakim Kita

Oleh. Muhadam Labolo Beberapa hari lalu seorang istri dituntut bersalah 1 tahun penjara oleh hakim di Pengadilan Karawang karena menegur suami yang suka mabuk. Oktober lalu, di Medan, seorang wanita korban penganiayaan preman dijadikan tersangka oleh Polisi. Dua kasus di atas sedikit contoh bagaimana hukum bekerja di sekitar kita. Sebagai pembanding, seorang hakim di Amerika pernah membebaskan seorang anak yang diajukan ke meja hijau oleh toko kecil tempat Ia mencuri sepotong roti dan keju (Video, 2018). Hakim tak hanya mendenda semua yang hadir sebanyak 10 USD, juga dirinya sendiri dan mini market tersebut. Ia menyimpulkan bahwa kejahatan manusiawi itu produk dari ketidakpedulian masyarakat. Setahun lalu, Helena Johnson dari Tarrant, Alabama tertangkap Polisi mencuri 5 butir telur di sebuah mini market. Alasannya untuk memberi makan anak-anaknya yang lapar. Uniknya, Polisi tersebut bukan menangkapnya, justru memberinya kelonggaran untuk memenuhi kebutuhan di toko tersebut. Katanya, so

Produk Leadership, Mengatasi Defisit Penjabat Kepala Daerah

Oleh. Muhadam Labolo Secara teoritik para pemimpin di produk lewat dua cara, leaders are born or leaders are made/created.  Dalam pola kepemimpinan traditional pemimpin dilahirkan turun-temurun (genetik). Model _monarchi_ semacam itu telah eksis dan paling tua di muka bumi. Memasuki abad 19, produktivitas pemimpin dengan model tersebut kehilangan legitimasi seiring menguatnya teori sosial dan ekologis dalam sistem politik modern. Sebagai antitesa dari pola traditional itu, produk pemimpin di kreasi lewat dua kanal, yaitu organisasi birokrasi-pemerintahan dan sosial (Wasistiono, 2017). Kelompok eksekutif itu terdiri dari kaum birokrat sipil maupun militer. Mekanisme rekrutmen lewat seperangkat _selection (merit system)._ Produknya bisa dilihat pada hampir semua institusi yang melahirkan kepemimpinan pemerintahan (birokrasi sipil & militer) sesuai kebutuhan masing-masing. Diluar itu, kepemimpinan di produk lewat organisasi sosial. Mereka bisa datang dari infrastruktur politik, intere

Seni Membimbing Praja Via Daring

Oleh. Muhadam Labolo Sesuai kalak, hari ini, tanggal 29 September 2021 semua praja utama seharusnya telah mendaftar ujian Ujian Proposal. Tapi, seperti masuk ke lapangan parade, mayoritas berceceran di tengah jalan. Saya ambil sampel, dari total praja utama di fakultas Polpem sebanyak 596 orang, yang mendaftar sampai batas akhir hanya 24 orang. Apa masalahnya? Saya kurang paham. Secara pribadi saya sudah membayangkan hal ini akan terjadi sehingga saya membuat jadwal ketat waktu itu. Lebih sebulan lalu, pasca sosialisasi bimbingan oleh fakultas, saya segera membuat jadwal ketat. Maklum, mempelajari kalak yang hanya menyisakan 1,5 bulan tentu akan membuat keteteran dosen dalam membimbing. Lebih lagi kalau di atas 15 orang, diluar pasca dan profesi. Dengan jadwal ketat itulah saya mulai proses pembimbingan setiap minggu via link secara daring, kolektif maupun personal. Waktu diskusi problem seminggu harus clear. Waktu menyusun judul dan bab satu juga seminggu. Demikian seterusnya, bab 2 d

Cost Leadership Dalam Pilkada

Oleh. Muhadam Labolo Survei INES tentang pertimbangan masyarakat memilih menunjukkan 50,3% karena uang, 22,4% iklan, 17,2% program, sisanya 10,1% karena visi (Rep, 20 Nov 2012). Data itu setidaknya mengkonfirmasi bahwa daya tarik paling sexy dalam pemilukada tak jauh dari aktivitas saweran . Itu potret dilapis terbawah, belum lagi pesta dilevel atas.  Semua pesta lokal itu membutuhkan modal. Modal tak mungkin ditanggung paslon semata, dia membutuhkan pihak lain, cukong kata Mahfudh MD (Sept, 2020). Pada 1950an istilah cukong , dalam bahasa Hokkian merujuk ke pengusaha, majikan atau bos tertinggi. Di era 1960an istilah cukong di produk orde baru berkesan negatif serta menunjuk pada etnik tertentu yang kerap melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme dalam perbisnisan (wikipedia,2020). Ketika mekanisme pemilukada dilepas ke pasar bebas, yang tumbuh adalah pemegang modal, kaum kapitalis. Dulu para pemodal menyemut di pusat. Pasca desentralisasi mereka berbondong-bondong mengangkat koper

Selamat Jalan Pak Syam

Oleh. Muhadam Labolo Saat masuk Kampus IIP tahun 1999, saya diterima di jurusan Politik Pemerintahan. Kajurnya Dr. Andi Mallarangeng. Karena sibuk, sekjurnya Drs. Syamsurizal, MA lebih banyak berhadapan dengan mahasiswa. Panggilan sehari-harinya Pak Syam. Beliau alumni Fisip Unas Pasar Minggu dan UI Depok. Seminggu dua kali beliau sempatkan diri ngajar di almamater Unas naik angkot. Di kelas, beliau mengajar mata kuliah ilmu politik. Jadwalnya berselisih kira-kira sepeminuman teh dengan Pak Syahril Tandjung, matkul Pemikiran Politik. Pak Syam sangat konsisten dengan Rencana Pembelajaran Semester (RPS). Dulu namanya GBPP-SAP. Beda dengan Pak Syahril yang bisa meluas kemana-mana dengan cakrawala makro & mikro kosmos politik. Pak Syam terkenal dengan suaranya yang lantang. Tanpa mic pun semua mahasiswa akan sulit tertidur di kelas. Apalagi kalau beliau giliran menjadi khotib jumat. Pasti jamaah akan sedikit tegang. Pesan spiritualitas-politiknya jelas dan terang disampaikan, seperti U

Urgensi Atas Revisi Kebijakan Pemda

Oleh. Muhadam Labolo Lebih dua tahun melewati masa tenggang waktu berlakunya UU No.23/2014 Tentang Pemda (Okt, 2016), persoalan pemerintahan di daerah kian tak jelas arahnya. Alih-alih menyelesaikan masalah yang menjadi salah satu tujuan revisi beleid tersebut, pemda semakin terkungkung dalam ketakberdayaan menjalankan otonomi daerah yang menjadi spirit desentralisasi sejak awal.  Tiga alasan utama revisi UU 32/2004 yang mulanya masih sarat dengan kandungan dan semangat otonomi sebagai big-bang dan rentang jalan panjang dari UU 22/1999, yaitu pertama, banyaknya pasal yang bertentangan dengan amanah konstitusi sehingga diperlukan revisi terbatas agar kebijakan tetap sinkron. Kedua , pemisahan pengaturan yang lebih independen atas rezim pemilukada dan desa dari rezim pemerintahan daerah. Ketiga, perlunya efisiensi agar pemda dapat menjalankan otonomi untuk kepentingan publik.   Dengan tiga tujuan tersebut kita membayangkan pemerintahan daerah semakin simpel dalam hal pengaturan tentang

Terima Kasih Prof. Ngadisah

  Oleh. Muhadam Mengawali persapaan, saya sebagai salah satu anak didik mengucapkan terima kasih tak terhingga atas semua pengabdian Prof. Ngadisah baik sebagai guru senior maupun sebagai mantan pimpinan dilingkungan civitas IPDN.  Sebagai guru tentu tak ada kata pensiun. Guru ya tetap saja guru, terlepas dari perubahan status pekerjaan secara formalistik. Beliau guru sepanjang masa, dengan semua  petitie  kecil di benak kita masing-masing. Mudah-mudahan kita dapat diberi usia panjang dan keteladanan, seperti para senior yang telah mengabdi lewat gerak kepemimpinan yang khas. Tahun 1999, setahun pasca Orba _collaps,_ saya berjumpa Rektor IIP perempuan pertama di Kampus Jakarta. Bu Ngadisah, begitu sapaan santun untuk beliau, walau sering dipelesetkan mahasiswa dengan senyum, Bunga Desa. Hanya lebih setahun menjabat, beliau dikukuhkan sebagai guru besar bidang sosiologi. Disertasi beliau yang kemudian dibukukan berjudul,  Konflik Pembangunan & Gerakan Sosial Politik di Papua . (Pust