Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2023

Merawat Negara Bangsa

Oleh. Muhadam Labolo Sejak dulu, sejak merdeka kita telah bergelut soal isu kebangsaan dan keagamaan. Dialektika panjang itu bukan baru sekarang, bahkan telah memuntahkan peluru dari magazin, menertibkan ekspresi yang melampaui konsensus baik di pihak kaum nasionalis maupun agamis. Kita seharusnya terus belajar dari sejarah, meresapinya lewat transformasi nilai dari generasi ke generasi agar  kesinambungan bernegara tetap abadi nan jaya. Survei Setara Institute, Maret 2023, menunjukkan ada kegagalan generasi memahami idiologi sekaligus identitas negara bangsa. Bekerjasama dengan INFID, survei itu memperlihatkan 83% siswa SMA di lima kota cenderung memilih Pancasila bukan idiologi dan tak permanen. Maknanya, sampel generasi itu menginginkan alternatif idiologi sebagai dasar konsensus baru. Indikasi itu tentu perlu direnungkan, setidaknya penting memahami sejarah mengapa founding fathers memilih negara bangsa dengan Pancasila sebagai idiologinya. Kegagalan memahami akar sejarah negara b

Mengontrol Calon Independen

Oleh. Muhadam Labolo Dalam kompetisi demokrasi, representasi seseorang biasanya di dukung kelompok mayoritas, minoritas, dan independen. Mayoritas lazim mendominasi kursi kekuasaan selama periode tertentu. Minoritas biasanya bergabung didalamnya, atau berada di luar sistem menjadi oposisi. Sisanya, kelompok independen (non partai) yang terkadang mengalami kesulitan berdiri diantara keduanya. Sekalipun demokrasi mengakomodir ketiga kategori itu, namun tak semua negara menyediakan mekanisme untuk calon independen. Di Indonesia misalnya, calon independen hanya terbuka untuk kasus pilkada, tidak dalam kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden. Untuk itu saja kita perlu filter presidential treshold yang mencapai minimal 20 persen. Prakondisi itu dengan sendirinya mencipta mayoritarian versus minoritas. Sekalipun begitu, prinsip moral demokrasi yang baik bahwa mayoritas eksis karena sokongan minoritas dalam bentuk koalisi maupun kontrol. Sementara minoritas survive juga oleh sebab p

Petugas Partai & Petugas Rakyat

Oleh. Muhadam Labolo Kita berhadapan dengan dua istilah, petugas partai dan petugas rakyat. Seakan keduanya diametral dan dikotomistik. Petugas partai dimaknai sebagai orang yang diserahi tugas menjalankan visi dan misi partai pada semua cabang kekuasaan, entah eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Konsekuensinya mereka bertanggungjawab penuh pada partai. Petugas rakyat mungkin diasumsikan bertumbuh, berkembang, dipilih dari, oleh dan untuk rakyat. Di imajinasi kita seakan si petugas bertanggungjawab penuh pada rakyat. Persoalannya rakyat yang mana? Sebab kelompok-kelompok dalam masyarakat bukanlah massa yang cair, tapi padat oleh sekat kepentingan masing-masing. Faktanya setiap kita tentu punya preferensi pilihan yang berbeda satu sama lain.  Sebenarnya kedua istilah itu memiliki akar tunjang yang sama. Keduanya berbasis rakyat. Partai lahir dan di bentuk oleh rakyat dengan kepentingan, cita-cita, nilai dan idiologi yang diorganisir lebih terang-benderang (Budiarjo, Burke, Sartori d

Selamat Pensiun Pak As, Dosen Friendly

Oleh. Muhadam Labolo Tahun 2003 saya dipanggil menjadi dosen di IIP. Awalnya dua surat panggilan saya terima dari STPDN dan IIP. Surat pertama ditandatangani Plt Ketua (Marwoto) dan kedua di sign Warek 1, Prof. Muchlis. Saya pilih ke IIP dengan pertimbangan lebih akademik dan sedikit banyak sudah kenal situasi Jakarta pasca pendidikan S1 tahun 2001. Disini saya berjumpa dosen-dosen hebat dan unik seperti Pak Asrihadi (Pak As) selain Pak Abu Hasan pendiri Platos Club yang alumninya banyak ke dalam dan luar negeri. Saya kenal Pak As waktu duduk di ruangan Prof. Nurul Arifin, dosen politik di Prodi Politik Pemerintahan. Ruangan Pak As di sebelah lorong, gabung dengan Pak Djo dan Pak La Bakry. Dulu, seruangan bisa dua sampai tiga dosen. Karena Pak Djo sibuk, di ruangan itu hanya Pak As dan Pak La Bakry. Itupun sekali-kali, Pak Bakry lebih banyak ikut projek Pak Ramses. Kini Pak Bakry Bupati dan Pak Ramses pensiun. Karena sendirian, (Prof. Nurul seminggu dua kali masuk), saya suka gabung d

Pak Aries, Guru yang Runduk

Oleh. Muhadam Labolo Saat masuk IIP tahun 1999, Pak Aries begitu panggilannya, sedang menjabat Sekretaris Badan Diklat. Dulu IIP dan STPDN dibawah kendali Bandiklat, jadi yang mau urusan ke almamater tersebut mesti bolak-balik kesitu. Waktu Latsar Angkatan 30 IIP di Condet, saya protes keras karena merasa sudah cape baris-berbaris, pakai ransel, baju hijau, sepatu lars dan bawa senapan panjang di STPDN. Banyak yang terprovokasi, ikutan ngambek dan ramai-ramai pulang ke kampus sewa bus. Para pelatih di Rindam tak berkutik, kami tiba subuh di IIP. Esoknya, kami di kumpul di Balairung. Rupanya komando tertinggi latsar lapor ke Bandiklat. Pak Aries diperintahkan ke kampus untuk memaksa balik ke barak. Kata Pak Aries, tak ada kata tidak. Bagi yang menolak segera kami pulangkan ke provinsi masing-masing. Jangankan satu orang, semua calon mahasiswa pun bisa kami kembalikan. Beliau gusar karena tindakan desersi itu. Saya hanya berdoa semoga tak dicari provokatornya. Masalah selesai, kami kemb

Kabar Pasopati di Banjarmasin

Oleh. Muhadam Labolo Tuhan bermurah hati, kali ini saya diberi jeda sehari sebelum kali kedua kegiatan KPU di Banjarmasin, bertemu anggota Pasopati di kota yang penuh orang-orang sabar, religius, baik hati, dan cantik menawan. Lama saya tak ke kota ini setelah sempat mengajar magister ilmu pemerintahan di Unlam, sekitar delapan tahun lalu. Di hotel Best Western, saya di jemput Dahsya, bangsawan Aceh yang merantau di Kalsel, sekretaris Bawaslu provinsi. Beliau sudah tiga tahun tugas disitu, sudah pula lancar dialek dan vocabulary Banjar, seperti kada, pian, unda, ikam, nyawa, inya, sidin & ulun. Saya jadi sadar, bahwa untuk menjadi Indonesia sesungguhnya kita memang harus berakulturasi, pantas saja kami di sebar tempoe doeloe . Kami makan berkali-kali. Bersama Pak Kadis Helfian Noor dan Musridiansyah mampir di Warung Kindai depan Hotel Best Western . Mus dan Teuku bawa keluarga, kami menikmati penganan khas, walau ujung-ujungnya kembali ke Indomie rasa Tom Yum. Sebenarnya, menye

Yanuarius Nitbani di Lapas Semarang

Oleh. Muhadam Labolo Hari ini, Minggu, 7 Mei 2023, saya ditemani Adi Nugraha dan Roland Nope berkunjung ke Lapas Kelas 1 Semarang. Kami bezuk Yanuar, yang dua bulan lagi akan keluar. Jabatan terakhir Kadis Infokom Kab. Pemalang, asal NTT bertugas di Jawa Tengah. Di Bandara, kami di jemput sopir Kepala BPBD Provinsi Jawa Tengah, Bergas Catursasi Penanggungan (BCP), eks Polpra berhati Dian Piesesha, suami Bu Yusie yang putrinya sekarang Madya Praja. Kami mengasoh sebentar di kantornya, naik lift ke lantai 3. Maklum, Pak Kepala BPBD kesulitan naik tangga, walau dulu rajin jalan jongkok melewati tangga seribu. Kami disuguhi Lumpia Semarang. Lengkap dengan anti kolesterol, bawang putih dan merah. Kami cicipi bersama sambil menunggu Andri Adi bareng istrinya. Tiga puluh menit bergurau soal Pasopati. Bergas nelpon Heri Susilo yang sibuk di KPUD. Saya sempatkan kontak Mas Anang buat izin mampir, mba Lina yang lagi joging , serta mba Yusie yang lagi rapat sama ibu-ibu seantero Kudus. Abis itu k

Nikson Nababan, Bupati Taput yang Merakyat

Oleh. Muhadam Labolo Akhir lebaran, saya di undang Bupati Tapanuli Utara, Nikson Nababan, ke kampungnya di Siborongborong. Saya pikir lewat Medan lalu jalan darat. Rupanya Bandara Silangit  telah beroperasi sejak akhir periode pertama Pak Nikson terpilih. Saya senang karena tak perlu berjam-jam sampai ke Taput, bahkan ke Danau Toba jika mau. Taput bersebelahan dengan Kabupaten Tapsel, Tapteng, Toba Samosir, Labura, dan Humbang Hasundutan. Lewat Taput kita lebih mudah kemana-mana. Dari Medan jauh. Taput-Medan bisa 8 jam bila tak macet. Saya tidur di rumah dinas. Tak ada kemewahan hotel disana, yang ada hotel melati. Pak Bupati saya jumpai di beranda rumah dinas. Beliau santai sambil menarik sigaret bersama beberapa staf yang sangat Ia percaya, alumni Manglayang. Saya di jemput Kadis Lingkungan Hidup, Heber Tambunan. Beliau kawan lama, mantan Polpra yang pernah jatuh hati sama adik kontingen saya. Sayang tak berlanjut, hatinya berlabuh di kampung halaman. Beda tipis dengan cerita romanti