Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2024

Jairuddin, Ajudan Masuk Angin

Oleh. Muhadam Labolo Jairuddin, kawan sekolahan Basir, Jamaluddin, Yuhadi dan Irfan. Mereka seletting di SMA Gowa. Jairuddin satu-satunya yang masih bertahan di Luwuk Banggai. Ia tak balik lagi seperti koleganya, Erwin, Erhan, dan Trie yang pernah tugas di Sulteng. Ia menikah dan menetap disana.  Panggilan akrabnya Jay. Sepintas mirip orang Tamil di India. Hidupnya sederhana sekalipun punya posisi strategis, kepala bagian perencanaan dan perlengkapan umum. Ia tak mudah terpengaruh oleh gemerlap jabatan. Saya tak melihat kemewahan dalam dirinya, bahkan sejak dulu. Jay hidup apa adanya. Baginya, duduk di tempat basah maupun kering sama saja. Tak ada pikiran memanfaatkan jabatan untuk dirinya. Ia langganan ditempatkan pada posisi yang dapat menjaga keamanan aset pimpinan. Konsekuensi lain masa depannya tak secepat teman-temannya. Mungkin dinilai kurang kreatif untuk hal-hal yang lazim bisa dinegosiasikan sepele. Waktu praja Ia bergabung di Bintal. Korps pendoa dan urusan bersih-bersih di

Melamar Ponakan Jamaluddin

Oleh. Muhadam Labolo Suatu ketika Jamaluddin ke Palopo. Jamal asal Gowa, sekarang tugas di Gorontalo. Jamaluddin di Sulsel ada dua. Satunya lagi tugas di Kesbangpol Kota Makassar. Kebetulan ada Sucahyo Agung. Mantan Kapolpra yang sedang liburan. Ia tugas belajar di LAN Makassar. Tugas di Papua, Kabupaten Keerom. Sekarang pejabat inspektur di Provinsi Papua Selatan. Jamal berkunjung ke kosan. Ia mengundang saya dan kawan-kawan. Katanya, "mohon hadir dengan teman-teman di acara ponakan saya. Nikahan besok." Jawab saya singkat, "siap!" Saya segera ke rumah keluarga Rudi di perempatan Rujab Walikota Palopo.  Disana, tempat berkumpul kawan-kawan. Ada Rudi, Andi Mappanyukki, Andi Ramlan, Sucahyo Agung, Irawan Kangiden, Syamsul Is Rasyid, Firdaus Latuconsina (05), dan Om nya Rudi, Ilyas. Ilyas pembuat kue dan rajin menerima kawan-kawan untuk transit sesaat bila gajian. Semua setuju. Hadiri kondangan. Kebetulan esok hari Sabtu. Sepakat bawa satu mobil saja. Biar rame dan bi

Meneer Basir dari Gowa

Oleh. Muhadam Labolo Basir, alumni Maglayang asal Kabupaten Gowa. Ia punya banyak sisi unik dalam pandangan sahabatnya, 04. Basir termasuk maskot yang jadi bulan-bulanan senior. Tentu bagian unik itulah yang mendorong saya menulis cerpen untuk beliau, dan kita semua.  Saya pikir Jairudin dan Irfan Rusli Sadek praja paling kurus dari Sulsel. Ternyata mereka mengalami metamorfosis dengan sentuhan karbo yang cukup selama diterapi senior waktu Mudapraja. Satu-satunya yang bertahan dengan tubuh ringkih, tinggal Basir. Ia rentan di tiup angin. Namun, siapa sangka, kondisi fisik yang masuk kategori mustahiq itu justru menguntungkan baginya. Ia banyak dapat layanan khusus di luar barisan. Untuk barisan 160 kotor pun tak banyak dapat privilage seperti itu. Ia tanpa sadar diselamatkan oleh bodinya lewat belas kasih senior. Ada dua jenis praja yang sering mondar-mandir ke belakang pasukan. Pertama, kelompok praja bermasalah dalam kehidupan sehari-harinya. Misalnya lupa semir, braso, telat, lup

Buka Pintu di Radio Mara

Oleh. Muhadam Labolo Sejak menginjak Madya, praja yang hidup di Manglayang tahun-tahun 90'an intim dengan Radio Mara. Radio itu mengudara di FM 106,70 MHz Bandung. Salah satu acara paling seksi adalah talkshow interaktif, buka pintu . Pendengarnya luas, bahkan menjadi salah satu acara paling sukses dimasa itu. Acara buka pintu di asuh narasumber dokter berlatar ginekolog. Termasuk pakar seks mendiang Naek L Tobing. Sesekali diselingi iklan musik agar pendengarnya mengalami relaksasi. Maklum, sepanjang interaksi, umumnya pemirsa radio mengalami ketegangan. Itu juga menambah rating Radio Mara naik, menurut satu penelitian. Di barak-barak atas, pendengar radio sampai berdesakan. Padahal ukuran radio rata-rata mini stereo. Untungnya, ada saja praja yang punya radio cukup besar. Volumenya dibesarkan, biar penghuni petak tak berkumpul didekatnya. Semua mendengarkan. Termasuk yang alim dan pura-pura tidur. Beberapa tak puas mendengar dari jarak jauh. Mendekat disamping bed yang punya r

Hutang Nazar Menuju Manglayang

Tahun 1992, usai SMA, tiga anak muda kurus mencoba peruntungan nasib. Irfan Rusli Sadek, Jamaluddin dan Jairuddin. Ketiganya dari udik. Tinggal di pelosok kampung Sungguminasa, Gowa. Peruntungan itu masuk sekolah kedinasan, STPD Eng. Awalnya ketiganya pesimis. Kuota masuk sekolah itu terbatas. Pendaftarnya ratusan. Tak terhitung anak pejabat yang di antar pakai mobil. Mereka mungkin dipattuangi. Rasanya pasrah. Tapi entah darimana datangnya, tiba-tiba muncul ide religi di kepala, mereka perlu nazar. Pikir mereka, nazar satu-satunya cara mengalahkan kekuatan katabelece.  Mereka percaya, kekuatan kaul dapat menjadi ikatan sakral dengan Tuhan. Semacam panjar janji selain doa, agar penguasa langit turun tangan. Mengintervensi dengan caraNya. Mereka sepakat, bertiga, nazar. Mungkin dengan cara ini Tuhan lebih terkesan, dan dengan mudah mendisposisi. Itu ikhtiar pamungkas, melawan antrian panjang yang bukan saja melelahkan, juga penuh ketidakpastian. Mereka perlu pendekatan spiritual diband

Selamat Jalan Astha Brata Pujangga

Oleh. Muhadam Labolo Kemaren, 13 Januari 2024, pukul 11.30, selesai mengajar di pasca sarjana, saya buka whats up. Mas Didik Chusnul Yakin, wafat. Terbayang wajah Widya, istrinya, walau belum yakin. Saya coba mengontak kawan-kawan di Mojokerto. Ada Yuliane, Zaqqi, dan Melok. Ketiganya sibuk menghibur Widya. Setelahnya, Zaqqi dan Melok mengklarifikasi. Benar, beliau telah wafat. Mas Didik punya kenangan di Manglayang. Saya bukan kader pendidikan, kader bintalroh. Mentor saya Yosep Nugraha, yang sekarang jadi Kadis Infokom Kabupaten Bandung. Saya awalnya ingin magang di seksi pendidikan, ikut Rahmat Fajri. Seksi ini lebih sibuk dari sekedar urusan majalah abdi praja. Mereka punya akses ke bidang pengajaran. Waktu Mas Didik beri arahan pengkaderan di Plaza Menza, saya pengen menjajal kemampuan menulis. Saya ikut memisahkan diri dari barisan. Mencatatkan nama di seksi pendidikan. Kami kumpul di sayap kanan. Mas Didik dan anggotanya melakukan pengecekan satu persatu. Salah satu daya tarik

Uus Kuswanto, Pengawal Jakarta Barat

Oleh. Muhadam Labolo Uus kontingen Jawa Barat. Dia seperti pangeran yang tertukar. Tugasnya di Jakarta ketika Pasopati di pencar ke seluruh nusantara. Ia mengawali karier di wilayah. Mendaki pelan hingga puncak. Di ibukota negara, anda hanya akan melaju ke top manager bila pernah merangkak di wilayah. Jangan harap bila hanya mengeram di staf. Masa depan anda sudah bisa di tebak. Begitu kata orang sono.  Sebenarnya, Uus telah dua kali jadi walikota. Intrik kecil melahirkan pergeseran yang justru mengantarkan Ia duduk sebagai Penjabat Sekda Provinsi DKI Jakarta. Saya menyemangatinya agar tetap sabar. Ini hanya soal pergiliran. Hanya soal waktu. Uus birokrat sabar. Nyatanya, kesabarannya menghasilkan apa yang dijabatnya hari ini. Walikota Jakarta Barat. Waktu Ia duduk sebagai pejabat sekda, saya di telpon hingga kuping panas. Saya lihat arloji, kurang lima menit persis sejam. Barusan ada pejabat berbincang selama itu. Saya sampai menyelonjorkan kaki di Masjid Cilandak, agar bisa mendenga

Simon Moshe, Memilih Jalan Religi dan Politik

Oleh. Muhadam Labolo Tak ada satupun kawan Pasopati yang menyangka, mantan Polisi Praja klimis itu memilih profesi yang terkesan kontradiktif. Profesi diametral itu Ia jalani sebagai penganjur rohani dan politisi. Simon Moshe Maahury sadar betul dirinya adalah mahluk Tuhan sekaligus mahluk politik. Ia seakan mewakili Tuhan di langit sekaligus merepresentasikan manusia di bumi. Simon pernah sebarak di Sumbar Atas. Darma C2. Binaan pengasuh Rene Renaldy, Sekda Kayong Utara. Seangkatan maklum, bagaimana anggota barak itu bisa keluar hidup-hidup di tengah tempaan luar biasa. Namun semua jadi indah bila sisi baiknya dapat di petik. Tanpa melupakan kelamnya masa lalu. Sejarah orang besar selalu begitu, tak ada yang mulus sampai puncak. Simon Polpra tangguh. Mungkin terbiasa hidup dikampungnya yang keras, Maluku. Ia rajin membraso dan menyemir sepatu. Butuh waktu sejam sebelum tidur. Kadang Ia masih menguapi emblem lewat hawa segar dari mulut, agar di gosok makin mengkilap. Semua lambang-lam

Bahtiar, Pengendali Ormas Indonesia

Oleh. Muhadam Labolo Bahtiar salah satu sahabat Pasopati yang punya mental fighting spirit. Ia tak kenal menyerah sekalipun terpelanting. Kata motivator, anda akan hebat bila jatuh dan bangkit kembali, bukan jatuh dan menyerah begitu saja. Beberapa kali Ia dijanjikan pada satu posisi, namun Tuhan berkehendak lain. Ia malah pulang kampung, jadi pejabat Gubernur Sulawesi Selatan.  Jauh sebelum itu, Bahtiar pernah menjabat Gubernur Kepulauan Riau. Pulau perantauan Hang Tuah, legenda pelaut kontroversial. Hang Tuah pernah dianggap orang Bugis-Makassar yang menguasai lalu-lintas perairan Riau. Disana, Bahtiar bukan melanjutkan kedigjayaan Hang Tuah, Ia hanya melaksanakan tugas agar tak terjadi kekosongan pemerintahan. Waktu sekolah di Manglayang, Ia di daulat menjadi Ketua Dewan Musyawarah Praja (Demuspra). Organisasi baru, bagian dari struktur Manggala Korps Praja. Dia orang pertama yang mengepalai organisasi itu. Semacam legislative member praja, punya anggota dan jaringan di tiap tingk

Sugito, Sang Penjaga Desa Indonesia

Oleh. Muhadam Labolo Sugito, mungkin nama yang jamak di Jawa. Ia berarti kaya. Entah kaya harta atau kaya hati. Begitulah cita-cita kecil orang tuanya di Ponorogo, tempat Ia dilahirkan. Nyatanya, Ia tak hanya kaya dalam makna itu, tapi punya derajat tinggi sebagai pejabat eselon satu di Kementrian Desa. Andai boleh di tambah, akta lahirnya mungkin menjadi Sugito Sudrajat. Tapi Itu tak mungkin. Saya manggilnya Mas Sugito, lebih uzur dua bulan dengan saya yang lahir di agustusan. Mujurnya, orang tua tak beri nama agus seperti lainnya. Andai jadi, saya mungkin merangkap ketua paguyuban agus se-Indonesia. Bisa Agus Muhammad, Agus Adam, atau Agus Muhadam. Terserahlah, asal tak salah cetak papan nama sebelum di tempeleng senior di meja makan. Mantan Senapati Madyapraja di Sekolah Manglayang itu punya istri seorang Panglima. Bukan istrinya Panglima TNI, tapi Paguyuban Angkatan Lima, adik kelas Paguyuban Angkatan Kosong Empat. Istrinya berhenti melakukan PPM sejak menikah dengan Mas Sugito. Ka