Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2014

Konflik, Radikalisasi Agama, Pancasila dan Demokrasi, Sebuah Renungan Kemerdekaan

Oleh. Dr. Muhadam Labolo Diskusi bersama kawan-kawan di Pusat Kajian Strategis Kementrian Dalam Negeri tentang dinamika konflik di daerah, Jumat, pukul 09.00-11.00, 15 Agustus 2014 menarik untuk diperluas dalam catatan ringan ini. Maklum, pemerintah seperti baru sadar terhadap bahaya laten ekstrem kanan yang menambah daftar inventarisasi ancaman konflik di seantero negeri. Dalam benak saya terbayang benih-benih konflik baru yang kian menganga di depan mata. Frustasinya, semakin dipikirkan semakin kentara pokok, aliran dan akhir dari masalah konflik itu sendiri, yaitu pemerintah. Betapa tidak, secara struktural akhir dari pengaturan pemilihan legislatif melahirkan politisi bermasalah, akhir pengaturan pemilihan presiden melahirkan pemilih oplosan hingga adu pinalti di Mahkamah Konstitusi, akhir pengaturan aparat sipil negara menciptakan pemasungan hak-hak politik, akhir pengaturan kesehatan reproduksi melahirkan polemik tafsir legalitas aborsi antar sesama stakeholders , bahkan b

ISIS dan Lunturnya Peran Kelas Menengah

Oleh. Dr. Muhadam Labolo           Ditengah kecemasan dan kejenuhan sebagian kita soal akhir dari kompetisi politik dua pasangan capres di Mahkamah Konstitusi, kita didera pula oleh infiltrasi idiologi lewat Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS). Tampaknya tantangan presiden dan wapres terpilih bertambah panjang kali lebar, bukan sekedar memata-matai pemilik SPBU nakal yang menjual premium bersubsidi bagi kelas menengah (midle class) , namun lebih dari itu perlu waspada dan fokus memburu semua hal yang dapat menjadi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan bagi keberlanjutan pemerintahan. Semua pembangunan citra dalam style ‘turun lapangan’ sudah mesti di up-grade ke level pengembangan teknologi dunia maya bercorak ‘virtual blusukan’ , agar tetap terkorespondensi dengan kehendak nyata kelas bawah (grass root) sekaligus menangkal aktivitas cuci otak (brain wash) terhadap generasi muda. Maklum, seorang presiden bukanlah sosok walikota atau gubernur yang memiliki batas kewen

Menguji Kualitas Demokrasi Indonesia

oleh. Dr. Muhadam Labolo             Secara administratif, kalkulasi suara pilpres telah selesai kita peroleh. Secara hukum sedang berproses, dan mungkin saja Mahkamah Konstitusi sebagai pengadil akan memberikan tafsiran akhir apakah diterima, ditolak atau diulang sebagian dan atau seluruhnya. Kalaupun proses hukum selesai, masalah selanjutnya adalah apakah proses politik akan berkesudahan dengan sendirinya? Politik memang bukan soal matematika, ia bahkan menyentuh alam metafisik, dimana logika kuantitatif seringkali tak menemukan makna kualitatif. Kepuasan batin dalam kaca mata kualitatif lebih utama ketimbang kepuasan materi yang bersifat kuantitatif. Hukum dapat bergambar hitam putih, namun politik faktanya berwarna-warni. Boleh jadi sebagian besar publik dapat menerima capres terpilih berdasarkan kalkulasi Penyelenggara Pemilu dan Mahkamah Konstitusi, namun secara politik akseptabilitas capres terpilih tak sepenuhnya diterima secara kualitatif oleh sebagian yang lain. Alasann