Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2017

Kesenjangan Jarak Antara Pemerintah dan Masyarakat

Oleh. Dr. Muhadam Labolo           Sejak kasus Q.S Al-Maidah ayat (51) dipencarkan oleh salah satu pasangan calon kepala daerah di Ibukota Jakarta, relasi antara negara dengan masyarakat mengalami dinamika yang cenderung membelah jarak dalam tekanan dan tensi psikologi yang cukup mencemaskan. Ditengah kecurigaan yang meningkat secara vertikal, relasi antar kelompok masyarakat berbasis agama, etnik, ras hingga golongan pun mengalami ketegangan yang lebih terasa lewat media sosial. Entah berapa kubik potret atas realitas sungguhan maupun berita penuh muatan hoax diproduk dari berbagai sumber pada ujungnya secara laten menumbuhkan bau kebencian, kekesalan bahkan bibit kesumat direlung hati pemegang medsos . Sekalipun setiap hari pula berseliweran informasi penuh motivasi, tips hidup sehat, hingga warning spiritualitas pada kita, namun tetap saja gempuran informasi tuna kebhinekaan itu mengecilkan semangat untuk terus hidup bersama. Saya tidak akan masuk kesana, tulisan singkat ini

Relasi DPRD Dengan Pemerintah Daerah Dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah

Oleh. Muhadam Labolo           Pasca revisi UU 32/2004 menjadi UU 23/014 Tentang Pemerintahan Daerah, eksistensi DPRD menjadi lebih terang benderang sekalipun pada sisi lain tetap mengandung misteri. Kejelasan eksistensi DPRD tersebut setidaknya terlihat dalam pasal 2 UU No. 23/2014 dimana kedudukan DPRD adalah pejabat daerah. Selama ini satu-satunya entitas yang tidak jelas jenis kelaminnya adalah DPRD, apakah pejabat negara atau pejabat daerah. Konsekuensi sebagai pejabat daerah inilah yang menjadi dasar mengapa diperlukan revisi terhadap PP 24/2007 dan turunan revisinya (37 dan 21/2008) Tentang Kedudukan Protokol dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan.  Sayangnya hingga memasuki awal tahun 2017 sejak janji Presiden SBY dan Jokowi, peraturan tersebut tak kunjung selesai disesuaikan. Lamanya penyesuaian tersebut mengakibatkan DPRD sulit untuk diperlakukan sebagai pejabat daerah dibanding Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang selama ini statusnya jelas sebagai Pejabat Negara

Renegosiasi Kembali Keadilan Energi Bagi Masyarakat Banggai

Oleh. Dr. Muhadam Labolo           Dalam kurun waktu lima tahun terakhir pengelolaan sumber daya alam di Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah tampak berjalan normal ditengah sesaknya ketidakadilan.  Normal, karena praktis tidak ada satupun kendala yang dihadapi oleh para pemilik modal di LNG Senoro maupun pertambangan lain yang dikelola pertamina.  BUMN plat merah dan swasta sebagai penyokong utama pertambangan berkelas atas di kampung halaman saya itu praktis menikmati limpahan rezeki dengan omset lebih kurang 42 Milyar perhari, bukan perminggu, perbulan, apalagi pertahun (Sutomo,2016). Dari manakah angka asumsi 42 Milyar/hari itu? Dengan menggunakan perhitungan kasar maka 415mmscfd x 1.000mmbtu/mmscfd x USD 7,5 permmbtu x Rp. 13.500 per USD diperoleh angka fantastis tersebut. Dengan omset energi sebesar itu semestinya penduduk di Kabupaten Banggai yang hanya terdiri dari 323.872 orang (Wikipedia, 2017) tak perlu membayar listrik apalagi menanak nasi pakai kompor dan gas ec