Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2022

Peran Utama Elemen Pemilu

Oleh. Muhadam Labolo Hari-hari menuju pemilu serentak kian pendek. Semangatnya menyentuh stakeholders pemilu. Pemilu, hanya satu perkakas menuju esensi demokrasi, kesejahteraan. Sebagai alat, pemilu akan menunjukkan seberapa kualitas prosedur demokrasi dijalankan. Bahwa apakah prosedur yang baik menjamin demokrasi substansialnya, nanti dulu. Itu dua hal yang jamak tak sejalan, khususnya di negara-negara yang baru bermigrasi ke sistem demokrasi. Pemilu bermakna pula memastikan sirkulasi kekuasaan berjalan fairness, baik proses maupun hasil. Seseorang boleh jadi elektabel, namun bukan mustahil cacat proses. Kita bisa melihat itu dalam kasus calon kepala daerah terindikasi bukan Warga Negara Indonesia di Saburaijua, atau kasus ijazah palsu di Riau. Kualitas pemilu memproduk legitimasi. Legitimasi adalah akseptabilitas moral terhadap pemimpin (Surbakti, 1999). Tanpa legitimasi pemerintah tak punya otoritas memadai untuk memerintah. Inilah nilai utama pemerintahan, legitimasi dan otoritas

Etikabilitas & Sumpah Pemuda

Oleh. Muhadam Labolo Kemunduran Perdana Menteri Inggris Luis Truzz dan Menteri Dalam Negerinya Suella Braverman patut direnungkan di tengah miskinnya etikabilitas di negeri yang mendasarkan diri pada groundslagh Pancasila. Selain sebagai pondasi bernegara, Pancasila pun sarat nilai etik lewat butir-butir pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila. Itu dulu, entah sekarang. Truzz berkuasa hanya 45 hari. Waktu terpendek dalam sejarah pemerintahan parlementer pasca menggantikan seniornya Boris Johnson. Truzz mundur oleh sebab tingginya tekanan internal dan eksternal yang mempengaruhi stabilitas ekonomi Inggris. Dua hari sebelum itu, Braverman mundur dengan alasan salah mengirim email. Ia menggunakan email pribadi untuk mengirim info negara pada rekan kerjanya. Praktis, Braverman hanya berkantor selama 43 hari. Negara-negara di Eropa Kontinental dan Anglo-Saxon menggunakan etika dan hukum sebagai upaya menertibkan perilaku masyarakat. Etika sebagai konsensus sosial tak tertulis jamak di

Fase, Tantangan & Profile Pamongpraja (Kearah Rekonstruksi Kurikulum Terapan Ilmu Pemerintahan, Satu Sketsa Pemikiran)

Oleh. Muhadam Labolo Fase pertama (503-304 SM), pemerintahan muncul dalam lingkup politik di Athena. Negara Kota (Polis) menjadi basis dialektika politik. Politik identik dengan pemerintahan yang di kontrol rakyat. Awalnya kontrol dilakukan secara langsung. Seiring perluasan wilayah yang masif, mekanisme demokrasi direpresentasikan melalui legislator terhadap raja dalam sistem monarchi. Fase kedua, pemerintahan berkembang sebagai fenomena hukum di Romawi Kuno (703 SM). Disini pemerintah identik dengan hukum. Hukum aktif dipersonifikasikan oleh pemerintah. Hukum adalah pemerintah yang pasif. Dia menjadi aktif ketika pemerintah melakukan tindakan eksekusi. Dalam konteks ini hukum seringkali tak dapat dibatasi lewat slogan, I am the law. Fase ketiga, lahir science of government di Amerika (1780). Fase ini ditandai oleh sejumlah buku yang di tulis oleh Bleske dan Roosevelt (Wasistiono, 2018). Sekalipun demikian, pemerintahan sebagai sains tak berkembang sebagaimana ilmu politik yang lahi

Pergeseran Term Kejahatan

Oleh. Muhadam Labolo Kejahatan merajalela di hampir semua sektor. Ironinya, meresap ke pori-pori para penegak hukum. Mereka pembasmi terdepan kejahatan. Tempat dimana setiap warga berharap untuk dilindungi, bahkan institusi terakhir yang tak dapat dibubarkan sekalipun kejahatan terus bertumbuh dan subur berkembang (Mahfud, 2022). Kini polisi tak hanya memburu penjahat, tapi menangkap polisi yang di duga penjahat. Kejahatan bukan perkara baru. Ia telah hadir sejak azali. Jauh di tempat yang diidamkan setiap manusia, surgawi. Adam & Hawa di usir karena kejahatan kecil ngemil di tengah hidup yang serba berkecukupan. Dari kasus semacam itu kita sadar bahwa potensi kejahatan justru tumbuh di tempat yang paling membahagiakan, tempat yang paling nyaman, bahkan tempat paling steril dan nirmala, bukan sebaliknya. Manusia menjadi lupa diri dengan kemewahan tahta, harta, dan wanita. Kejahatan kolektif hanya mungkin bila tumbuh sebagai kesepakatan dalam masyarakat. Ia bermula dari konsensus s

Kritik Politik Kaum Manula

Oleh. Muhadam Labolo Seorang politikus gaek di kritik karena mengkritik. Sikap kritisnya bukan baru sekarang, tapi sejak dulu, sejak reformasi, dimana lebih 200 juta jiwa berharap perubahan fundamental yang melahirkan rezim demi rezim. Kritiknya telah membuahkan transformasi generasi hingga lima presiden berikutnya. Pikiran baik rupanya tak pernah mati, kind thoughts can never die (Richard, 1934). Kini, Ia menua dengan kekritisannya. Para pemula dan sebayanya mengkritiknya, waktunya untuk istrahat dengan bijak. Apakah kesadaran politik ada batasnya? Ketika Joe Biden di usia 79 tahun di lantik sebagai Presiden Amerika, banyak orang tak percaya. Ia acapkali mengkritik kepemimpinan republiken yang konvensional. Biden tak sendiri, ada Mahathir Mohamad di Asia Tenggara yang sepuh di usia 97 tahun. Ia rajin mengkritik kepemimpinan Barisan Nasional yang tak cakap mengelola pemerintahan. Kini, Ia bahkan menyalonkan diri sebagai anggota parlemen di Malaysia. Old soldiers never die, they just fa

Optimisme Subkultur Sosial

Oleh. Muhadam Labolo Gerakan-gerakan sosial sebagai satu kekuatan dalam masyarakat demokrasi kini dirangsang tumbuh. Sebabnya mungkin tak hanya karena tercipta kelesuan politik yang mengakibatkan pemerintah miskin asupan input, juga di dorong oleh medan magnet pertarungan politik yang jaraknya semakin pendek. Kelangkaan input dalam sistem politik tak hanya mengancam berhentinya proses politik, juga penanda menguatnya gejala apatisme akut. Sikap politik itu sekaligus koreksi bahwa pemerintah sebagai rezim yang paling bertanggungjawab tak cukup akomodatif membawa perubahan untuk sejumlah variabel. Realitas itu secara alami merangsang kekuatan politik menemukan inang baru guna meletakkan harapan bagi perubahan di rezim selanjutnya. Peluang itu setidaknya tersedia menjelang kompetisi politik di 2024. Namun seberapa besar keseriusan setiap kandidat atas isu yang ingin diinkubasi sangat bergantung pada komitmen dan ujian dialektika di panggung politik. Pemerintah tentu saja tak ingin meningg

Ompreng Pertama Dipa Abadi

Oleh. Muhadam Labolo Lepas Subuh, Bus Simpatik asal Bali merapat di Manglayang. Satu persatu penumpang turun dengan wajah kusam. Maklum, lebih dua puluh jam perjalanan saat itu, jelas melelahkan. Kontingen Bali masuk kampus lengkap dengan pakaian hitam putih, dasi hitam dan tas koper seadanya. Depan Masjid, mereka di sambut hangat layaknya kontingen lain, sentuhan selamat datang Polpra Madya. Mungkin masih pagi, panitia hampir tak kelihatan, hanya satu dua. Biasanya diantara panitia terselip senior kontingen sebagai guide. Kelebihan masuk pagi, sambutan tak sehoror kontingen yang masuk siang. Birokrasinya panjang, bahkan penuh onak dan duri. Di siang hari, jarak dari PKD bawah sampai barak bisa berjam-jam lamanya. Lihat saja kontingen Sulteng melapor siang, tiba di barak malam hari. Setiap laporan dipenuji banyak meja. Mulai meja satu sampai sepuluh. Setiap meja ditunggui dan diinterogasi macam napi. Dipa Abadi dan kawan-kawan hanya transit sebentar di Kelas Majapahit. Mereka di steal

Smoker di Riau Bawah

Oleh. Muhadam Labolo Di Manglayang, para smoker punya teknik khusus supaya terhindar dari grebek pengasuh dan senior. Asosiasi perokok di barak itu akan rame bila senior lagi pesiar atau Izin Bermalam (IB). Keluar satu persatu seperti cacing, lengkap dengan rokoknya Gudang Garam Filter. Di sekitar westafel dan lorong lemari tempat paling strategis. Beberapa duduk dan jongkok. Mereka menyudut puas, bahkan usai Yasinan di Musholla. Ada Ridha, Riki, Suwito, Teuku Yahya, Laili dan lain-lain. Bila di dewan dibilang Anggota Dewan Suro, atau Anggota Dewan Suka Merokok, mereka anggota Basuro, Anggota Barak Suka Merokok. Semua pintu di tutup, bahkan mungkin di segel. Pintu ruang belajar pun dipastikan terkonci. Jaga barak dan tim pantau biasanya di suruh periksa berkali-kali. Malam itu pas IB, para senior sepi. Ini kesempatan paling enak menghirup asap beserta nikotinnya. Rasanya pasti beda, menyedot asap di tengah kebebasan tanpa perasaan was-was sebelum tidur. Riki baru lima hembusan, Suwito

Catatan Kaki Sistem Pemerintahan Daerah

Oleh. Muhadam Labolo Sebuah webinar menggelitik tentang arah dan rekonstruksi sistem pemerintahan daerah layak menjadi perhatian sekaligus catatan kaki. Penyajinya kawan baik di program doktoral Unpadj, Mas Hanif. Beliau guru besar di Universitas Terbuka. Materi beliau tentang illogisme sistem pemerintahan daerah adalah kritik yang ditujukan pada desainer undang-undang pemerintahan daerah serta akademisi di lingkungan Kementrian Dalam Negeri. Sebenarnya, substansi yang dikemukakan lewat power point dan sejumlah makalah beliau di media sosial bukan hal baru. Sebagian besar telah saya baca dan pahami. Saya ingat materi itu pada almarhum Prof. Benyamin Hossein (UI) yang pernah mengajak Prof. Ryaas untuk diskusi terbuka soal eksistensi pengaturan sistem pemerintahan daerah di Indonesia. Diskusi itu bertujuan meletakkan kembali posisi entitas provinsi, kabupaten/kota, desa dan relasinya secara hirarkhis dan otonom. Sayangnya, hingga keluarnya UU 32/2004, dialektika itu tak pernah dilaksana

40 Ronin & Roti yang Tertukar

Oleh. Muhadam Labolo Jarak antara Barak Madya di Pulau Weh Atas dengan Barak Nindya Maluku Bawah kurang lebih sepuluh tumbak. Mereka hidup damai, walau hari itu tidak lagi. Persoalannya bukan sepele. Ini soal harga diri kolektif. Nindya merasa dilecehkan, sebab berani-beraninya Madya menukar jatah Susu Murni dengan Roti Kopyor. Ini jelas penghinaan institusi senioritas yang selama ini dijunjung tinggi. Hari itu Haris Kariming jaga barak. Sebelum Maghrib Ia melapor gelisah ke Adnan Massinae dan Sucahyo Agung. Keduanya kelak menjadi Darmapati dan Kapolpra. Tapi Haris tak berani menjelaskan masalah sebenarnya. Mungkin Ia takut kemarahan kolektif hingga pertanyaan Adnan, Sucahyo, Irwan Dalimunthe, Efer, Sutomo dan Serafin da Costa di ulur-ulur. Di tengah kebingungan itu, Guteres, teman Serafin tiba. Beliau rupanya utusan khusus Nindya Maluku Bawah. Katanya, “semua madya Pulau Weh Atas di tunggu di Maluku Bawah, sekarang juga!” Ia tak lupa beri semangat, “tenang bro, tetap semangat.” Gutere