Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2024

Urgensi Polisi dan Tentara, Bagaimana Sebaiknya?

Oleh. Muhadam Labolo Salah satu tugas esensial pemerintah adalah melindungi. Melindungi warga dari ancaman sesama, dalam dan di luar kelompok (baca; negara). Dalam negara kita butuh kehadiran polisi. Tugas utamanya melindungi warga dari kejahatan sesama warga dalam negara. Setiap negara meletakkan fungsi itu dalam konstitusi, termasuk Indonesia (preambule, alinea ke 4). Pada makna itu, polisi jamak berada dalam kendali eksekutif mulai presiden, gubernur hingga walikota. Menimbang fungsi itu pula, kuasa polisi melekat pada tingkatan pemerintahan. Di sejumlah negara, polisi lazim di kontrol kementrian dalam negara, kementrian hukum, atau kementrian tersendiri. Mengingat ancaman warga pada tiap level pemerintahan berbeda dan khas. Organ polisi biasanya beradaptasi dengan konteks ancaman dalam negara. Tak heran bila ada polisi wisata, polisi wanita, polisi hutan, polisi perda, polisi syariah, polisi cyber, hingga polisi pajak. Perkembangan crime memungkinkan polisi mengembangkan organisa

Pejabat dan Penjahat

Oleh. Muhadam Labolo Kesulitan terbesar publik akhir-akhir ini membedakan mana pejabat dan mana penjahat. Mungkin relasi pemerintah dan rakyat lebih mudah diindentifikasi dibanding kedua hal di atas. Pejabat, merujuk pada personifikasi mereka yang menjalankan otoritas publik secara sah. Penjahat sebaliknya, mereka yang mengatasnamakan otoritas pribadi dan kelompok minus keabsahan. Otoritas publik diperoleh lewat kontrak sosial antara yang memerintah dan yang diperintah. Mereka punya legitimasi periodik. Wujudnya pemerintah. Mereka punya fungsi, tugas, dan wewenang yang ditentukan menurut undang-undang. Tindakan-tindakan mereka dianggap legal, termasuk memungut pajak dan menghukum tersangka. Otoritas pribadi dan kelompok di klaim sepihak antara individu dan kelompok. Bentuknya bisa gangster, bandit, hingga mafia. Ada mafia peradilan, tanah, hukum, hingga mafia jabatan. Tindakan mereka di luar konsensus bernegara. Karenanya dinilai ilegal ketika memungut hingga menghukum. Bedanya tipis.

Reuni Kelima, Panas Membara

Oleh. Muhadam Labolo Usai Reuni Ke5 Pasopati di Swiss Belhotel dekat Benteng Roterdam Makassar, suasana berubah sepi, seperti judul lagu, mati lampu. Jangankan Andi Mappanyukki, beberapa peserta putri tak sanggup melihat ke belakang. Seakan ada kenangan kuat yang tertinggal. Itu gejala sindrom pasca reuni yang selalu menghantui peserta sejak di Jatinangor. 208 peserta di sambut hangat oleh panitia lokal. Komandannya Hasan Sulaiman. Mantan Kepala Staf Gubernur yang kini duduk sebagai orang kedua di institusi keuangan Provinsi Sulsel. Ia ditemani bendahara sejuk Irawati, dan sejumlah staf berpengalaman, Arfan, Ukki, Aprisal, Sukma, Lily, Wawan, Idrus, Lasmana, Ibo, Jamal, Muchlis dan Amril. Mereka punya jam terbang tinggi. Antusias peserta tinggi. Khususnya teman-teman di belahan Indonesia Timur. Sayang kerinduan mereka kandas karena pesawat dibatalkan. Beberapa karena sakit, tabrakan jadwal dengan tugas rutin sebagai pejabat. Tak lupa mengurus hal-hal yang dinilai super urgen. Namun beg