Reuni Kelima, Panas Membara

Oleh. Muhadam Labolo

Usai Reuni Ke5 Pasopati di Swiss Belhotel dekat Benteng Roterdam Makassar, suasana berubah sepi, seperti judul lagu, mati lampu. Jangankan Andi Mappanyukki, beberapa peserta putri tak sanggup melihat ke belakang. Seakan ada kenangan kuat yang tertinggal. Itu gejala sindrom pasca reuni yang selalu menghantui peserta sejak di Jatinangor.

208 peserta di sambut hangat oleh panitia lokal. Komandannya Hasan Sulaiman. Mantan Kepala Staf Gubernur yang kini duduk sebagai orang kedua di institusi keuangan Provinsi Sulsel. Ia ditemani bendahara sejuk Irawati, dan sejumlah staf berpengalaman, Arfan, Ukki, Aprisal, Sukma, Lily, Wawan, Idrus, Lasmana, Ibo, Jamal, Muchlis dan Amril. Mereka punya jam terbang tinggi.

Antusias peserta tinggi. Khususnya teman-teman di belahan Indonesia Timur. Sayang kerinduan mereka kandas karena pesawat dibatalkan. Beberapa karena sakit, tabrakan jadwal dengan tugas rutin sebagai pejabat. Tak lupa mengurus hal-hal yang dinilai super urgen. Namun begitu, kontribusi untuk mensukseskan acara tetap dititip ke panitia seperti Simon Moshe dll.

Reuni dibuka Bahtiar Baharuddin, Mantan Pj. Gubernur Sulsel. Sambutan disampaikan Bernad Dermawan Soetrisno, Sekjen KPU. Laporan kegiatan oleh Ketua Panitia Iskandar Syahrianto. Tak lupa ditutup doa pamungkas oleh Ustadz Marza Zenova. Datuk penghibur asal Minangkabau, pejabat teras di Padang Lawas. Ia sekloter dengan Faisal, Fachruddin, Nella dan Sekda Deli Serdang, Timur Tumangor.

Mewakili peserta, ketua panitia mengucapkan terima kasih. Khususon buat Pj. Gub Sulbar, Sekjen KPU, dan Dirjen PDPD, Mas Sugito. Pj Gub. Sulbar telah memfasilitasi kegiatan indor. Outdornya disupport oleh Sekjen dan Deputi barunya, Suryadi. Selebihnya penghargaan disampaikan buat panitia lokal, serta partisipasi seluruh peserta dari Sabang sampai Merauke.

Sambutan Pj Gubernur Sulbar dan Sekjen KPU punya spirit yang sama. Soal masa lalu yang mengantarkan keduanya pada titik tertinggi. Mengatur dinamika politik dalam negeri. Bahkan menegaskan soal masa depan Indonesia yang dikontribusi oleh peran birokratik Pasopati. Mereka menentukan masa depan para elit, termasuk petikan SK Presiden/Wapres RI.

Lebih 8 bulan bertugas di Sulsel, Bahtiar mengupas filosofi pisang dan makna jabatan bagi dirinya. Pisang punya kelebihan, cepat bertumbuh, mudah beradaptasi, serta pantang mati sebelum melahirkan tunas baru. Leadership nya disitu. Seakan Ia sedang mencontohkan dirinya sebagai cermin Pisang Cavendish yang cepat bermutasi ke Sulbar.

Ia memaknai jabatan sebagai alat, bukan tujuan. Tentu saja alat paling efektif untuk berbuat kebaikan adalah jabatan. Semakin tinggi jabatan semakin besar peluang untuk berbuat baik. Ia mencontohkan bila anda hanya camat tentu kekuasaannya terbatas. Di posisi tertinggi itu anda punya sumber daya yang bisa digerakkan ketimbang camat yang terbatas. Itulah makna kuasa dan jabatan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Sartono, M. Jaffar dan Indrarto

Seri: Kajian Filsafat Ilmu Pemerintahan

Pamongpraja, Tinjauan Filosofis, Etimologis, Historis, Relevansi dan Gagasan Kekinian