Selamat Buat Presiden Terpilih
Pesta demokrasi lima tahunan telah usai. Bagi pemenang capres dan
pendukungnya tentu saja patut berbangga tanpa berlebihan. Bagi yang tertunda
dan pendukungnya penting belajar menerima semua kenyataan itu dengan lapang
dada tanpa mesti mengotori pekarangan bundaran HI atau bagian vital lainnya.
Bagi kita semua saatnya sadar untuk pilihan nomor tiga, yaitu Persatuan
Indonesia sebagaimana ajakan berbagai lembaga pelerai konflik dan pencinta perdamaian
abadi. Sekalipun pasangan presiden terpilih boleh jadi bukan harapan semua
warga termasuk kaum golput, namun lebih dari lima puluh persen warga (53,15%)
yang telah memberikan suaranya dianggap cukup mewakili secara absolute mayority
dalam sistem demokrasi konstitusional Indonesia. Sebagai warga negara yang
merupakan bagian dari kesatuan masyarakat hukum, kiranya layak menerima
realitas itu sebagai amanah konstitusi lewat undang-undang pemilihan presiden
dan wakil presiden. Bagi pemenang presiden dan wapres penting untuk dengan
segera merangkul mereka yang tertunda guna menurunkan tensi kolesterol politik
agar secepatnya normal kembali. Bagi yang tertunda ada baiknya jika belajar
mengucapkan selamat bagi pemenang kali ini tanpa melupakan kontribusi sebagian
warga yang telah memberikan dukungan penuh sekalipun belum maksimal. Kepada
kedua pasangan capres dan cawapres, termasuk seluruh pemilih tetap yang
berjumlah lebih kurang 190 juta, patut kiranya meninggalkan semua kepercayaan
relatif pada sejumlah lembaga survei sebagai indikator dan dasar klaim
kebenaran dalam pemilu presiden. Satu-satunya kebenaran yang menjadi rujukan
kita adalah apa yang telah diputuskan oleh wasit negara, yaitu Komisi Pemilihan
Umum. Dengan begitu maka semua arogansi politik dan nafsu kemenangan berlebihan
yang selama ini tampak dalam berbagai spekulasi ilmiah lebur pada real qount
KPU. Mereka yang mengklaim kebenaran ilmiah sebagai kebenaran mutlak sama saja
dengan meniadakan kebenaran lain yang mungkin pernah ada, sedang ada dan atau
akan ada. Kebiasaan menyimpulkan generatif menunjukkan kegagalan atas filsafat
ilmu, bahkan terlalu menyederhanakan masalah yang sesungguhnya. Inilah ciri
kaum positivistik yang selalu mengambil sampel di atas meja tanpa melihat apa
persoalan sebenarnya dibalik meja. Dalam masyarakat homogen dan luas mungkin
ada baiknya, namun dalam masyarakat heterogen dan kasuistik cara demikian sama
dengan menutup masalah yang sebenarnya. Akibatnya, solusi atas masalah menjadi
tumpul, tak kena sasaran, bahkan melahirkan masalah baru seperti inefisiensi
dan inefektivitas. Terlepas dari polemik itu, pasangan Capres dan Cawapres
terpilih segera mempersiapkan diri untuk memulai debut periode pertama lewat
performa kabinet profesional, bukan hasil kompromi politik pragmatis. Jika
kelompok zaken kabinet yang disodorkan untuk menyelesaikan semua masalah yang
pernah diperdebatkan dalam tahapan awal, setidaknya dapat melunakkan kelompok politisi mayoritas penguasa parlemen. Keseimbangan ini perlu dilakukan mengingat
komposisi koalisi jika dipermanenkan dapat menekan efektivitas pemerintahan.
Bagi saya pribadi, memilih capres dan cawapres sudah selesai, namun bukan
berarti semua sudah usai, pasangan terpilih membutuhkan dukungan nyata sebagai
konsekuensi atas pilihan kita. Tanpa itu pemenang pilpres tak dapat berbuat
banyak. Masa depan kita dan masa depan pemerintahan Indonesia bergantung pada
seberapa besar partisipasi kita dalam proses pemerintahan selanjutnya
sebagaimana partisipasi kita dalam mudik lebaran setiap tahun. Akhirnya, selamat
buat Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wapres terpilih,
selamat menggenapkan Ramadhan, dan tentu saja selamat pula menyambut lebaran
tahun ini.
Komentar
Posting Komentar