Memetakan Potensi & Manajemen Logistik
Oleh.
Muhadam Labolo
Meningkatnya gejala kekurangan pangan dibeberapa
daerah termasuk Indonesia pada umumnya serasa mengganggu perasaan nasionalisme kita
sebagai anak bangsa. Kekurangan beras
pada kelas tertentu mendorong import dari Pakistan, India, China, Thailand dan
Vietnam. Data BPS menunjukkan bahwa kebutuhan beras tahun 2017 setidaknya sebanyak
2000 ton dengan nilai sebesar US$ 1,08 juta. Ironisnya, surplus beras dalam
negeri akibat kelaikan iklim dalam tahun tersebut telah membunuh rasa optimisme
petani dan pemerintah daerah atas kesediaan logistik yang relatif cukup untuk
menyuplai daerah-daerah yang dianggap mengalami kekurangan beras dan gagal
panen. Daerah-daerah surplus beras itu
justru berada di wilayah potensial seperti Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi dan
Nusa Tenggara Barat. Para kepala daerah
di wilayah tersebut dengan percaya diri bahkan menjanjikan upaya untuk
mendistribusikan surplus beras tadi ke wilayah yang membutuhkan di seluruh
tanah air. Ini dapat dilihat dari semangat Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan
dan Nusa Tenggara Barat (Syahrul Yasin Limpo & Muhammad Zainal Majdi) dalam
beberapa kesempatan pidato bahkan dihadapan Presiden Jokowi. Malangnya import Jagung juga dilakukan untuk
menutupi kekurangan pangan sebagai makanan pokok kedua. Pada tahun 2018 Indonesia pun mengimport
garam sebanyak 3,7 juta ton yang dilakukan secara bertahap dari India. Lalu apa
relevansi impor dan ketersediaan logistik diberbagai daerah? Saya sengaja mengemukakan
dua pemandangan kontras diatas dengan kasus memprihatinkan di Kabupaten Asmat
akibat gizi buruk yang telah menewaskan 61 jiwa dalam 4 bulan terakhir. Persoalan
tersebut tentu saja mengganggu akal sehat kita sebagai bangsa dengan sumber
daya yang maha luas bila dibandingkan dengan negara disekitar kita.
Asmat hanyalah salah satu kabupaten
yang mengalami masalah gizi buruk di Indonesia. Menurut data Kementrian
Kesehatan RI, sejak tahun 2016 setidaknya terdapat 16 provinsi dengan proporsi
balita gizi buruk. Tertinggi diantaranya
adalah NTT, Papua Barat dan Papua. Kabupaten
Asmat adalah salah kabupaten di Provinsi Papua dengan kepadatan populasi
sebanyak 76.577 jiwa. Artinya, rata-rata kepadatan sebanyak 2,58
jiwa/km2 dengan luas wilayah 29.658 km2, terdiri dari 21 kecamatan dan 139
kampung. Kabupaten ini terkenal dengan
Suku Asmat yang dinilai memiliki kebudayaan lebih maju dibanding suku lain di
wilayah Papua. Selain artefak ukiran
manusia, perahu, dan alam, Suku Asmat dikenal memiliki solidaritas yang tinggi
dalam hubungan sosial. Sayangnya,
realitas alam yang kaya serta kebudayaan yang unggul tak sepenuhnya menopang
tingkat kesejahteraan masyarakatnya yang sebagian besar bertumpu pada ladang
pertanian. Daerah landai dekat pesisir sungai memiliki sungai-sungai besar yang
tidak saja digunakan oleh masyarakat setempat juga dihuni oleh Buaya. Beberapa kubangan besar tak jauh dari sungai
sengaja dibuat sebagai tempat mandi anak kecil agar aman dari ancaman binatang buas. Rumah dan jalan didesain berada diatas
ketinggian lebih semeter hingga tampak seperti berjalan diatas jembatan
panjang. Hal ini selain aman dari sergapan binatang juga lebih aman dari genangan
air. Sekalipun tampak lebat oleh hutan
perawan namun tanah di wilayah Asmat bukanlah tanah yang subur untuk jenis
tanaman yang jamak tumbuh didaerah lain.
Beberapa narasumber lokal mengatakan bahwa tanah di wilayah tersebut
mengandung potensi gas dan sumber minyak berkualitas tinggi. Dapat dimaklumi mengapa penduduk sekitar
kesulitan memperoleh sumber air bersih untuk konsumsi sehari-hari.
Persoalannya, bagaimanakah pola manajemen
logistik bangsa ini sehingga pola distribusi pangan dapat lebih efektif dan
efisien guna menjawab masalah internal dan eksternal yang dihadapi dewasa ini?
Bila kita mencoba mengidentifikasi dan menganalisis kemampuan setiap daerah di
Indonesia tentu saja kita dapat mengenali karakteristiknya masing-masing. Wilayah Sumatera dan Jawa merupakan basis bagi
penyediaan logistik pangan terbesar seperti beras, buah-buahan dan
sayur-mayur. Sementara Kalimantan adalah
daerah penghasil selain kayu juga sumber daya mineral seperti batubara, minyak
dan gas. Sepanjang wilayah Sulawesi adalah dataran subur penghasil beras dan
sumber daya laut. Sementara Maluku dan
sekitarnya secara historis adalah penghasil rempah yang masyur. Demikian pula wilayah Nusa Tenggara, Bali dan
sekitarnya adalah pulau-pulau yang memiliki potensi pengembangan hewan ternak
selain memiliki daya tarik tersendiri. Di jaman Majapahit pusat pengembangan
kota diletakkan pada karateristik wilayah masing-masing. Misalnya saja pusat
ibukota berada di Mojokerto terpisah dengan pusat keamanan (Mataram), perdagangan
(Tumasek) dan pengembangan sumber daya lainnya. Pengembangan wilayah strategis
semacam itu dimaksudkan untuk mengembangkan pola distribusi logistik yang lebih
efisien. Dengan mengenali karakteristik pengembangan potensi wilayah akan
memudahkan distribusi sumber daya yang dibutuhkan oleh suatu daerah akibat
kekurangan logistik atau kegagalan penyediaan logistik disebabkan perubahan
iklim di suatu daerah. Pola barter dimasa lalu dimaksudkan untuk menjawab
persoalan dan menutup kekurangan setiap daerah tanpa harus bergantung pada
impor logistik. Penguatan urusan pilihan sebagaimana diamanahkan dalam UU
No.23/2014 Tentang Pemerintahan Daerah memungkinkan bagi setiap daerah untuk
menetapkan wilayah tertentu sebagai pengembangan basis unggulan. Demikian pula pengembangan kawasan khusus dan
atau kawasan ekonomi khusus pada dasarnya di desain untuk mendorong terciptanya
kawasan tertentu sebagai kantong logistik yang menghubungkan potensi dan
karakteristik setiap daerah. Sementara
pembangunan infrastruktur berupa tol laut adalah wujud dari upaya
merealisasikan visi Nawacita guna mewujudkan logistik nasional. Dengan peta logistik nasional semacam itu,
maka apa yang terjadi di hari-hari ini berupa kemalangan sebagian anak bangsa
akibat gizi buruk dapat dengan mudah diatasi. Penanganan kasus-kasus seperti
itu tentu saja mudah diselesaikan hanya dengan memindahkan logistik di suatu
daerah melalui infrastruktur yang tersedia tanpa harus menunggu lama dari luar
negeri. Selain itu, penyediaan logistik
lewat pemetaan semacam itu akan mendorong pertumbuhan ekonomi di setiap daerah
dengan alasan saling membutuhkan.
Kemampuan menyediakan logistik secara nasional pada akhirnya menunjukkan
secara nyata kemandirian dan kekuatan domestik dihadapan bangsa-bangsa
lain. Inilah nasionalisme yang
sesungguhnya, sebuah nasionalisme yang tumbuh dari kesadaran kolektif atas
kebutuhan pangan sebagai kebutuhan bersama.
Dalam konteks itu kita hanya membutuhkan sebuah kepemimpinan kuat yang
didasarkan atas kesadaran politik, ekonomi dan sosial budaya bagi masa depan
anak bangsa. Inilah inti dari
kemandirian yang sejauh ini menjadi jargon utama pemerintah, yaitu kemandirian
di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Kuncinya jelas, bagaimana
memetakan potensi dan karakteristik setiap wilayah melalui manajemen logistik yang
efektif dan efisien.
Management logistic saat ini telah diterapkan melalui program TOL LAUT untuk Daerah perbatasan seperti Natuna
BalasHapusThanks ya gan, sangat membantu. Kunjungi juga ya kumpulan tugas akuntansi dan ekonomi
BalasHapus