Mengapa Pamongpraja Dianggap Istimewa?

Oleh. Dr. Muhadam Labolo

Dimasa Dinasti Han dan Qin berkuasa (206-220/221-206 SM), pola rekrutmen birokrasi dilakukan dengan dua cara, yaitu sumber birokrat berasal dari kalangan istana (political appointments) dan yang berasal dari luar istana. Keluarga raja biasanya mengisi struktur inti dan garis komando. Masa kerjanya seumur hidup, privilage, dididik khusus dan masa kerjanya tergantung kebutuhan Raja. Kelompok kedua direkrut dari luar istana sebagai birokrasi outsider. Birokrasi level dua ini ditentukan batas usia, durasi kerja, profesionalitas, senioritas, gaji, dan kompensasi. Inilah dasar merit system yang dikembangkan saat ini melalui variabel based loyality dan based achievment sampai pada perangkingan (Thoha;2009, Agus;2020).

Pada masa Napoleon Bonaparte berkuasa (1769-1821), dia juga melakukan rekrutmen di birokrasi militer melalui dua model, yaitu mengangkat perwira dari kelompok bangsawan dengan pendidikan istimewa. Mereka duduk di posisi elite sampai batas tertentu. Ketika banyak perwira tewas pasca perang Mesir, Napoleon mengangkat calon perwira baru dari masyarakat biasa untuk mengisi posisi tsb. Inilah posisi kedua yang dapat diangkat dan diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan merit system yang ketat. Ini pula mendorong terbentuknya Akmil diseluruh dunia (Said, 2005).

Di Indonesia, sejak era Kesultanan Hamengkubuwono, birokrasi istana lazim direkrut dalam dua model diatas (1755). Yang pertama ditentukan dan diisi oleh keluarga istana, menjadi Pangrehpraja yang menjembatani relasi antara penguasa dan kaum jelata. Dibagian selanjutnya Sultan dapat mengangkat orang dalam (abdi dalem) yang berasal dari rakyat jelata melalui merit sistem traditional. Inilah cikal bakal yg kita sebut Pamongpraja.  Soekarno mengasimilasikan kembali kedua istilah itu dengan menggeser peran Pangreh menjadi Pamong pada tahun 1956. 

Jadi, kita tidak perlu heran jika terkadang alumni dianggap istimewa, karena kita secara historis dan faktual adalah manifestasi dari bagian dalam birokrasi, mengisi struktur penting, melaksanakan tugas khusus dan istimewa. Bahkan beberapa diantaranya diberikan kepercayaan lebih oleh organisasinya. Organisasi istimewa itu karena melaksanakan tugas pemerintahan umum di Kemendagri yang awalnya menjadi induk semua kementrian. Dapat dimaklumi mengapa nomor induk pegawai (NIP) kemendagri dimasa lalu diberi angka 01, itu indikasi sebagai kementrian pertama dan utama (UU 39/08). 

Menurut saya ini hanya soal konsekuensi, sebagaimana juga Akmil, Akpol, STAN, dan semua pendidikan kedinasan yang mendapatkan perlakuan beda di instansinya masing-masing. Tentu saja mengklarifikasi hal semacam ini diruang publik terkesan membela diri dan arogan, tapi inilah faktanya. Fakta dimana kita adalah abdi dalem yang berada dan ditempatkan pada struktur inti kelas satu, yang suka atau tidak sulit dihindarkan, apalagi disepelekan. Bagi kita, mengutip kata sahabat Ali Bin abi Thalib, jangan ceritakan dirimu kepada siapapun, karena yang mencintaimu tak membutuhkan itu, dan yang membencimu tak akan pernah percaya. Teruslah berkarya yang terbaik.

Komentar

  1. sebelum saya membaca ini saya pernah berfikir dalam benak saya mengenai privilage seorang asn alumni IPDN (purna praja), secara rekrutmen untuk menjadi seorang asn, asn yang berasal dari sekolah tinggi kedinasan memiliki perbedaan dengan rekrutmen asn yang bukan dari sekolah tinggi kedinasan, seorang purna praja harus melewati tahapan seleksi yang sangat ketat untuk menjadi seorang praja, dari kompetensi dasar, kesehatan luar dalam, psikologi, kesehatan jiwa bahkan kesemaptaan. tidak hanya itu selanjutnya seorang calon praja dinyatakan lulus tahapan seleksi belum tentu menjadi seorang PNS, ada tahapan kaderisasi selama 4 tahun yang harus dilalui dengan menempuh pendidikan di lembah manglayang, tidak sedikit orang yang gagal dalam tahapan yang bisa disebut sebagai seleksi alam itu. namun ini tidak dilalui dengan seorang asn yang melalui jalur umum. ada perbedaan yang jelas dari pengangkatan seorang purna praja dan non purna praja sebagai PNS, tetapi dari kedua tersebut memiliki output yang sama, sama sama memiliki NIP, sama-sama dengan golongan 3A, sama-sama memiliki kesempatan untuk menduduki jabatan strategis. menurut saya ini tidak adil, semestinya ada regulasi yang mengatur mengenai privilage seorang alumni sebagai pembeda, kenapa beda?, kembali lagi apa yang saya utarakan sebelumnya. mohon izin jika ada kata-kata yang salah mohon dimaafkan

    NPP 28.039

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Sartono, M. Jaffar dan Indrarto

Seri: Kajian Filsafat Ilmu Pemerintahan

Pamongpraja, Tinjauan Filosofis, Etimologis, Historis, Relevansi dan Gagasan Kekinian