Kekuatan Revolusi Industri Dalam Pengembangan dan Pengelolaan Pemerintahan yang Bermutu dan Berintegritas


 Pengantar
            Diluar ucapan terima kasih atas posisi saya sebagai salah satu panelis dalam undangan ini, jujur saja saya agak kesulitan menghubungkan dua variabel besar dalam topik seminar yang diajukan oleh panitia IPDN Makassar kali ini. Sebabnya, kekuatan revolusi industri baik generasi pertama maupun generasi terkini (4.0), tetap saja dalam benak saya adalah dampak dari seperangkat teknologi dalam sebuah sistem informasi yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak terhadap kinerja manusia sebagai penggunanya.[3]Sementara pemerintahan yang bermutu dan tentu saja berintegritas itu adalah sejumlah nilai ideal yang sepatutnya dimiliki oleh aktor pemerintahan. Dengan pemahaman sederhana itu maka saya mencoba membangun korelasi bahwa sistem yang dikonstruksi oleh seperangkat teknologi sebagai dampak dari kekuatan revolusi industri itu pada akhirnya akan memaksa para pelaku pemerintahan untuk menjadi lebih baik, berkinerja dan mungkin saja berintegritas. Menjadi lebih baik bermakna bahwa para pelaku pemerintahan tersebut memiliki integritas sebagai satu karakter yang mengandung nilai seperti komitmen yang tinggi, bertanggungjawab, dapat dipercaya, jujur, setia, konsisten, disiplin dan berkualitas.  Sejauh ini nilai-nilai tersebut faktanya hanya tumbuh dan berkembang dari sejarah pembentukan karakter seseorang sejak kecil dilingkungan masing-masing (keluarga, institusi pendidikan dan contoh tauladan dalam kepemimpinan pemerintahan).[4]Disatu sisi lahirnya revolusi industri dengan segala bentuk indikasinya mampukah menggantikan pola pendidikan karakter seseorang dilingkungannya masing-masing? Bila ia, maka penting barangkali kita mengajukan sebuah hipotesis jamak yaitu sistem yang baik akan memaksa orang buruk menjadi baik, sedangkan sistem yang buruk akan memaksa orang baik menjadi buruk. Lalu bagaimanakah sistem yang baik itu mesti diciptakan? Apakah ia dengan sendirinya akan membentuk karakter para pemimpin pemerintahan dengan sendirinya? Inilah sedikit pertanyaan pokok yang dapat kita diskusikan dalam seminar nasional kali ini,

Kekuatan Revolusi Industri
            Tak banyak orang sadar bahwa kekuatan revolusi industri saat ini telah memberikan dampak yang luar biasa bagi masyarakat luas, terlebih sektor pemerintahan. Pola pelayanan kini menjadi lebih pendek, cepat, dekat, murah dan mudah. Pengaruh kecepatan revolusi industri di ruang publik tampaknya mendahului perubahan pada sektor pelayanan pemerintahan. Sebagai contoh, ketika pemerintah dalam keadaan bingung, pelayanan transportasi publik mengalami kemajuan pesat seperti munculnya go-jekdan go-car. Ditangan setiap orang semua bentuk layanan kini menjadi lebih cepat dan mudah. Melalui perangkat teknologi informasi seseorang dapat melakukan aktivitas tanpa batas. Dunia menjadi sangat sempit, dimana relasi antar warganet menjadi lebih dekat dan ramai walau faktanya sepi dalam kenyataan. 
Sebagaimana dikatakan Klaus Schwab (The Fourth Industrial Revolution, 2017),perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia sejak tenaga manusia dan hewan digantikan oleh kemunculan mesin di abad 18 (mesin uap). Dampak bagi pemerintahan adalah munculnya cara kerja birokrasi yang ketat sebagaimana prinsip yang diadaptasi dari perkembangan industrial saat itu.  Generasi kedua ditandai lahirnya pembangkit listrik dan motor pembakaran yang memicu terciptanya pesawat telepon, mobil, pesawat terbang dll. Efeknya, transportasi dan komunikasi pemerintahan menjadi lebih lancar.  Generasi ketiga ditandai kemunculan teknologi digital dan internet. Disini pemerintah menjadi lebih efisien dalam mobilitas administrasi pemerintahan.  Sementara revolusi industri keempat diindikasikan oleh robotic automation, 3D printer, internet of things,dan data of things.Sebagian besar pelayanan pemerintahan kini mengalami revolusi sejak memasuki pintu bandara sebuah negara hingga penyelesaian administrasi kematian seorang warga negara.  Robotic automaticdi desain menjadi lebih soft untuk mengecek ancaman bahaya, sedangkan pelayanan administrasi jarak jauh dapat dilakukan melalui internet hingga cukup menunggu di depan mesin printer untuk sehelai surat yang dibutuhkan. Kekuatan revolusi industri kini menjadi peluang dan tantangan bagi aktor pemerintahan untuk mengendalikan tertib sosial dan meningkatkan pelayanan secara maksimal. Pengendalian dan pengawasan tertib sosial menjadi lebih mudah, relasi pemerintah dan masyarakat menjadi tidak hanya setaraf, juga dapat langsung tercipta chek and recheck. Inilah prinsip, konstruksi dan model good governanceyang jauh sebelumnya dicita-citakan. Sistem dengan sendirinya mendorong terwujudnya prinsip-prinsip dimaksud termasuk aktor pemerintahan untuk menjadi baik (lebih berintegritas). Sistem tampaknya akan memaksa mereka yang hanya pandai membuat janji menjadi realitas yang tak terhindarkan sebagai dampak dari bekerjanya revolusi industri 4.0. Mereka yang masih bekerja dengan model klasik, instingtif, naluriah, dan buisnis us usualkemungkinan akan dengan mudah kehilangan integritas sebagai pemimpin pemerintahan.

Pemerintahan Berintegritas dan Pengaruhnya
Seperti apakah pemerintahan yang berintegritas itu dan apa pengaruhnya? Integritas sendiri mengandung banyak pengertian yang luas dan beragam.  Singkatnya, integritas adalah kesatuan antara pikiran, perkataan dan perbuatan. Dalam agama dikenal pula konsepsi Iman yang bermakna pula kesatuan antara niat/pikiran, perkataan dan perbuatan. Artinya, integritas adalah manifestasi dari konsepsi iman.  Pemimpin yang memiliki integritas berarti pemimpin yang beriman, sebab Ia mampu memperlihatkan kesesuaian antara pikiran, ucapan dan perbuatan di depan masyarakat. Dimensi pentingnya adalah konsistensi. Integritasdicerminkan oleh perilaku dan tindakan konsisten yang dilakukan seseorang tak peduli dalam situasi seperti apa yang dihadapi. Dalam situasi apapun, baik maupun buruk, pemimpin berintegritasakan selalu mempraktekkan nilai-nilai yang diyakini.  Pemimpin berintegritastak mengenal aji mumpung. Ketika memperoleh jabatan basah bukan berarti korupsi (lihat biografi Moh. Hatta, Soedirman, Hoegoeng dan Baharuddin Lopa misalnya). Ketika nilai-nilai kejujuran dan etika dipegang erat, maka tak peduli bagaimana posisinya, basah maupun kering, seseorang tak akan melakukan korupsi. Sebuah statment pendiri negara bagian Pennisilvania mengatakan what is wrong is wrong, even if everyone is doing it. Right is still right, even if no one else is doing it(William Penn).
Persoalannya, seberapa besar pengaruh integritas dalam pemerintahan itu? Sebagaimana diulas oleh Samuel T Gunawan dalam makalah tentang integritas (2015)[5], konon di Tiongkok kuno orang menginginkan rasa damai dari kelompok Barbar Utara, itu sebabnya mereka membangun tembok besar. Tembok itu begitu tinggi sehingga mereka sangat yakin tidak seorangpun yang dapat memanjatnya dan sangat tebal sehingga tidak mungkin hancur walaupun didobrak. Sejak tembok itu dibangun dalam seratus tahun pertama, setidaknya Tiongkok telah diserang tiga kali oleh musuh-musuhnya, namun tidak ada satu pun yang berhasil masuk karena temboknya yang tinggi, tebal dan kuat. Suatu ketika, musuh menyuap penjaga pintu gerbang perbatasan itu. Apa yang terjadi kemudian? Musuh berhasil masuk. Tampaknya, orang Tiongkok berhasil membangun tembok batu yang kuat dan dapat diandalkan, tetapi gagal membangun integritas bagi generasi berikutnya. Seandainya penjaga pintu gerbang tembok itu memiliki integritas yang tinggi, Ia tidak akan menerima uang suap yang tidak hanya menghancurkan dirinya juga orang lain. Betapa sering kita meremehkan dan memandang sebelah mata terhadap arti penting sebuah integritas. Padahal, walaupun ada pengorbanan dan harga yang harus dibayar demi sebuah integritas, akan lebih banyak risiko dan akibat fatal yang terjadi jika harus mengorbankan integritas. Bila kita tidak memperhatikan sikap dan tindakan, kenikmatan sesaat seringkali berujung pada akibat buruk yang berkepanjangan. Meningkatnya kasus korupsi di level pemerintah daerah setidaknya menunjukkan terjadinya penurunan nilai integritas kepemimpinan pemerintahan dewasa ini. 
Suatu penelitian menyatakan bahwa perbedaan antara negara berkembang (miskin) dan negara maju (kaya) tidak tergantung pada usia negara itu. Contohnya negara India dan Mesir yang usianya lebih dari 2000 tahun tetapi mereka tetap terbelakang (miskin).  Di sisi lain Negara seperti Singapura, Kanada, Australia dan New Zealand, negara yang umurnya kurang dari 150 tahun dalam membangun, saat ini mereka adalah bagian dari negara maju di dunia, dan penduduknya tidak lagi miskin.  Ketersediaan sumber daya alam dari suatu negara juga tidak menjamin negara itu menjadi kaya atau miskin. Jepang mempunyai area yang sangat terbatas, di mana daratannya delapan puluh persen berupa pegunungan dan tidak cukup untuk meningkatkan pertanian dan peternakan. Tetapi saat ini Jepang menjadi raksasa ekonomi nomor dua di dunia. Jepang laksana suatu negara “industri terapung” yang besar sekali, mengimpor bahan baku dari semua negara di dunia dan mengekspor barang jadi. Swiss tidak mempunyai perkebunan coklat tetapi sebagai segara pembuat coklat terbaik di dunia. Negara Swiss sangat kecil, hanya sebelas persen daratannya yang bisa ditanami. Swiss juga mengolah susu dengan kualitas terbaik (Nestle adalah salah satu perusahaan makanan terbesar di dunia). Bank-bank di Swiss juga saat ini menjadi bank yang sangat disukai di dunia. Angka korupsi di New Zealand dan Swiss termasuk lima besar dengan indeks terkecil.[6]
Para eksekutif dari negara maju yang berkomunikasi dengan temannya dari negara terbelakang akan sependapat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal kecerdasan. Para imigran yang dinyatakan pemalas di negara asalnya ternyata menjadi sumber daya yang sangat produktif di negara-negara maju dan kaya di Eropa. Ras atau warna kulit juga bukan faktor penting. Lalu apa perbedaannya? Perbedaannya adalah pada sikap atau perilaku masyarakatnya, yang telah dibentuk sepanjang tahun melalui kebudayaan dan pendidikan. Berdasarkan analisis atas perilaku masyarakat di negara maju, ternyata bahwa mayoritas penduduknya sehari-harinya mengikuti dan mematuhi prinsip-prinsip dasar kehidupan yang salah satu dari prinsip dasar itu adalah integritas diri.  Pertama,integritas berarti komitmen dan loyalitas. Apakah komitmen itu? Komitmen adalah suatu janji pada diri sendiri ataupun orang lain yang tercermin dalam tindakan-tindakan seseorang. Seseorang yang berkomitmen adalah mereka yang dapat menepati sebuah janji dan mempertahankan janji itu sampai akhir, walau pun harus berkorban. Banyak orang gagal dalam komitmen. Faktor pemicu mulai dari keyakinan yang goyah, gaya hidup yang tidak benar, pengaruh lingkungan, hingga ketidakmampuan mengatasi berbagai persoalan kehidupan. Gagal dalam komitmen menunjukkan lemahnya integritas diri.Kedua,integritas berarti tanggung jawab. Tanggung jawab adalah tanda dari kedewasaan pribadi. Orang yang berani mengambil tanggung jawab adalah mereka yang bersedia mengambil risiko, memperbaiki keadaan, dan melakukan kewajiban dengan kemampuan yang terbaik. Peluang menuju sukses terbuka bagi mereka. Sementara itu, orang yang melarikan diri dari tanggung jawab merasa seperti sedang melepaskan diri dari sebuah beban (padahal tidak demikian). Semakin kita lari dari tanggung jawab, semakin kita kehilangan tujuan dan makna hidup. Kita akan semakin merosot, merasa tidak berarti dan akhirnya menjadi pecundang (penghasut).  Ketiga,integritas berarti dapat dipercaya, jujur dan setia. Kehidupan kita akan menjadi dipercaya, apabila perkataan kita sejalan dengan perbuatan kita; tentunya dalam hal ini yang kita pandang baik atau positif. Sebuah peribahasa mengatakan “kemarau setahun akan dihancurkan oleh hujan sehari”, yang artinya segala kebaikan kita akan runtuh dengan satu kali saja kita berbuat jahat.  Keempat, integritas berarti konsisten.Konsisten berarti tetap pada pendirian. Orang yang konsisten adalah orang yang tegas pada keputusan dan pendiriannya tidak goyah. Konsisten bukan berarti sikap yang keras atau kaku. Orang yang konsisten dalam keputusan dan tindakan adalah orang yang memilih sikap untuk melakukan apa yang benar dengan tidak bimbang, karena keputusan yang diambil berdasarkan fakta yang akurat, tujuan yang jelas, dan pertimbangan yang bijak. Selalu ada harga yang harus dibayar untuk sebuah konsistensi dimulai dari penguasaan diri dan sikap disiplin.Kelima,berintegritas berarti menguasai dan mendisiplin diri. Banyak orang keliru menggambarkan sikap disiplin sehingga menyamakan disiplin dengan bekerja keras tanpa istirahat. Padahal sikap disiplin berarti melakukan yang seharusnya dilakukan, bukan sekedar hal yang ingin dilakukan. Disiplin mencerminkan sikap pengendalian diri, suatu sikap hidup yang teratur dan seimbang.Keenam,berintegritas berarti berkualitas. Kualitas hidup seseorang itu sangat penting. Kualitas menentukan kuantitas. Bila kita berkualitas maka hidup kita tidak akan diremehkan. Kitab suci menuliskan dengan gamblang tentang kehidupan para tokoh Alkitab, ada yang gagal ada yang berhasil. Integritas hidup berkualitas adalah kehidupan yang membiarkan orang luar menilai diri kita. Pada saat menyenangkan ataupun pada saat tidak menyenangkan.
Didalam bukunya You and Your Family, Dr. Tim La Haye memberikan diagram silsilah dua orang yang hidup pada abad 18. Yang pertama adalah Max Jukes, seorang penyelundup alkohol yang tidak bermoral. Yang kedua adalah Dr. Jonathan Edwards, seorang pendeta yang saleh dan pengkhotbah kebangunan rohani. Jonathan Edwards ini menikah dengan seorang wanita yang mempunyai iman dan filsafat hidup yang baik. Melalui silsilah kedua orang ini ditemukan bahwa dari Max Jukes terdapat 1.026 keturunan: 300 orang mati muda, 100 orang dipenjara, 190 orang pelacur, 100 orang peminum berat. Dari Dr. Edwards terdapat 729 keturunan: 300 orang pengkhotbah, 65 orang profesor di universitas, 13 orang penulis, 3 orang pejabat pemerintah, dan 1 orang wakil presiden Amerika. Dari diagram tersebut kita bisa melihat bahwa kebiasaan, keputusan dan nilai-nilai dari generasi terdahulu sangat mempengaruhi kehidupan generasi berikutnya.Para Pahlawansenantiasa menjadi contoh teladan dalam perbuatan, perkataan dan tindakan. Keteladanan ini adalah syarat paling penting bagi dalam kehidupan, apalagi menjadi seorang pemimpin dalam pemerintahan dewasa ini.   Kata “teladan” ini dalam bahasa Yunani adalah “tufos”yang berarti “model, gambar, ideal, atau pola”. Menurut pengertian ini mestinya setiap orang beragama harus menjadi teladan dalam perkataan dan tindakan. Menjadi teladan dalam perkataan dan perbuatan inilah yang sekarang ini kita sebut sebagai “integritas”, karena pada dasarnya integritas adalah “satunya kata dengan perbuatan”.

Tantangan Kultural dan Pendidikan di Asia
Kebanyakan budaya orang asia mengukur kesuksesan dengan banyaknya materi yang dimiliki (rumah, mobil, uang dan harta benda). Namun passion(rasa cinta) pada sesuatu kurang dihargai. Akibatnya, bidang krestivitas kalah populer oleh profesi dokter, lawyerdan sejenisnya yang dianggap lebih cepat menghasilkan kekayaan.  Bagi orang Asia, banyaknya kekayaan yang dimiliki lebih dihargai daripada cara memperoleh kekayaan tersebut. Tak heran, bahwa faktanya lebih banyak orang menyukai cerita, novel, sinetron atau film yg bertema orang miskin menjadi kaya mendadak karna beruntung menemukan harta karun. Tidak heran mengapa korupsi ditolerir sebagai sesuatu yang wajar.  Bagi orang Asia, pendidikan identik dengan hafalan berbasis “kunci jawaban” bukan pada pengertian.  Ujian nasional, tes masuk PT dll semua berbasis hafalan bukan diarahkan untuk memahami kapan dan bagaimana menggunakan rumus-rumus tersebut.   Karena berbasis hafalan, murid-murid sekolah di Asia dijejali sebanyak mungkin pelajaran.  Mereka dididik menjadi “jack of all trades, but master of none” (tahu sedikit sedikit tentang banyak hal, tetapi tidak menguasai apapun). Karena berbasis hafalan, banyak pelajar Asia juara dalam olimpiade Fisika dan Matematika. Tapi hampir tidak pernah ada orang Asia yang menang Nobel atau hadiah international berbasis inovasi dan kreativitas. Orang Asia takut salah dan takut kalah. Akibatnya sifat eksploratif sebagai upaya memenuhi rasa penasaran dan keberanian untuk mengambil resiko kurang dihargai.  Bagi kebanyakan orang Asia, bertanya berarti bodoh, makanya rasa penasaran tidak mendapat tempat dalam proses pendidikan di sekolah.  Karena takut salah dan takut dianggap bodoh, di sekolah atau dalam seminar atau workshop, peserta jarang mau bertanya tetapi setelah sesi berakhir, peserta mengerumuni guru/narasumber untuk minta penjelasan tambahan.


Kesimpulan
Sekalipun kekuatan revolusi industri sedemikian besar mampu menghasilkan outputyang mudah dan cepat, namun penting bagi kita untuk tetap memperhatikan proses, manfaat dan dampak lebih jauh dari produk yang dihasilkan. Generasi milenial sebagai pencetus revolusi industri mungkin tidak pernah berpikir bahwa generasi Z sebagai user dari produk teknologi yang dihasilkan akan digunakan sebagai apa? Disini pentingnya etika, moral dan agama sebagai fondasi dalam menghadapi dampak revolusi industri.  Bagi pemerintah, kemampuan mengadaptasi produk dari revolusi industri dalam bidang pelayanan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat setidaknya memaksa perubahan kultur pada aktor pemerintahan. Sistem akan memaksa pemerintah buruk menjadi lebih baik (bermutu dan berintegritas). Sebaliknya, sistem yang buruk akan memaksa pemerintah yang baik sekalipun menjadi buruk (kehilangan mutu dan integritas). Pendek kata, integritas pemerintah dapat di guideoleh sistem sebagaimana kita hidup di negara sekecil Singapura.  Ada banyak pemimpin pemerintahan yang memiliki integritas, namun sedikit yang mampu mempengaruhi bawahan dan masyarakatnya.  Dengan memanfaatkan kekuatan revolusi industri hari-hari ini kita yakin pemerintahan yang bermutu dan berintegritas itu akan terbentuk dengan sendirinya.  



[1]Disampaikan dalam Seminar Nasional di IPDN Makassar tgl 13 Desember 2018.
[2]Dekan Fakultas Politik Pemerintahan IPDN.
[3]Lihat Klaus Schwab dalam The Fourth Industrial Revolution, 2017.
[4]Van Poeltje dalam Pengantar Ilmu Pemerintahan mengatakan bahwa ketaatan masyarakat pada pemerintahan ditentukan oleh tiga aspek penting yaitu lingkungan domestik, formal, dan tauladan pemimpin dalam lingkungan pemerintahan, lihat hal, 34-37, 1955, diterjemahkan oleh Mang Ray, IIP, 1999, Jakarta.
[5]Tanpa mengurangi substansi, kutipan selanjutnya berasal dari makalah Samuel T Gunawan tentang Integritas yang diakses tahun 2016.
[6]Lihat juga Global Economy Journal2010, oleh Scheherazade S. Rehman dan Hossein Askari dalam How Islamic are Islamic Countries?Jurnal ini menempatkan Selandia Baru di posisi pertama dari 208 negara paling Islami sebagaimana juga diulas kembali oleh Prof. Komaruddin Hidayat, UIN Syarif Hidayatullah, dengan topik Negara Manakah Paling Islami di Dunia dengan menggunakan dua variabel yaitu hablummninallah dan hablumminannas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Sartono, M. Jaffar dan Indrarto

Seri: Kajian Filsafat Ilmu Pemerintahan

Pamongpraja, Tinjauan Filosofis, Etimologis, Historis, Relevansi dan Gagasan Kekinian