Kolosseum dan Dampak Revolusi Pemerintahan 4.0, Peluang serta Tantangan Bagi Pemerintahan

Muhadam Labolo

Pengantar Diskusi
            Ketika Walikota Vespasian mendirikan Kolosseum yang populer dan menjadi situs sejarah di Roma (80 M), tujuan utamanya tidak lain kecuali untuk mengontrol dinamika kekuatan politik dalam masyarakat serta upaya kanalisasi kekerasan dari ruang publik ke wahana yang lebih terbuka, transparan, kompetitif disertai punishmentdan reward. Para budak, pejuang primitif, kesatria hingga binatang buas bertarung memperlihatkan kekuatan yang sesungguhnya dihadapan penguasa dalam bentuk gladiatorial contest dan public spectacles.  Melalui media itu Domitianus hingga Titus dapat mengendalikan perasaan takut masyarakat menjadi kesetiaan, serta kekerasan menjadi alat untuk menukar peruntungan seseorang menjadi warga negara yang baik dan merdeka. Wahana tersebut menjadikan kota kecil Roma mampu mengawasi pergerakan masyarakat dari level terendah hingga puncak kekuasaan yang dengan sendirinya menciptakan stabilitas pemerintahan. Terlepas bahwa strategi demikian dianggap tindakan barbarian yang dilegalkan namun kondisi di abad 17 tentu berbeda dengan saat ini. Suka atau tidak, secara politik dan pemerintahan upaya menciptakan stabilitas bagi tumbuhnya ekonomi dan pencapaian kesejahteraan relatif dapat dicapai. Lalu, bagaimanakah pola pengawasan pemerintah dewasa ini guna menciptakan stabilitas pemerintahan bagi prasyaratnya tumbuhnya perekonomian dan kesejahteraan masyarakat?
 Kini, di abad 21, revolusi industri yang pesat berdampak luas ke berbagai sektor, termasuk sektor publik (pemerintahan). Sebagaimana dikatakan Klaus Schwab (The Fourth Industrial Revolution, 2017), perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia sejak tenaga manusia dan hewan digantikan oleh kemunculan mesin di abad 18 (mesin uap). Dampak bagi pemerintahan adalah munculnya cara kerja birokrasi yang ketat sebagaimana prinsip yang diadaptasi dari perkembangan industrial saat itu.  Generasi kedua ditandai lahirnya pembangkit listrik dan motor pembakaran yang memicu terciptanya pesawat telepon, mobil, pesawat terbang dll. Efeknya, transportasi dan komunikasi pemerintahan menjadi lebih mudah.  Generasi ketiga ditandai kemunculan teknologi digital dan internet. Disini pemerintah menjadi lebih efisien dalam mobilitas administrasi pemerintahan.  Sementara revolusi industri keempat diindikasikan oleh robotic automation, 3D printer, internet of things,dan data of things.Sebagian besar pelayanan pemerintahan kini mengalami revolusi sejak memasuki pintu bandara sebuah negara hingga penyelesaian administrasi kematian seorang warga negara.  Robotic automaticdi desain menjadi lebih soft untuk mengecek ancaman bahaya, pelayanan administrasi jarak jauh dapat dilakukan melalui internet hingga cukup menunggu di depan mesin printer untuk sehelai surat yang dibutuhkan. Sementara seluruh data dapat diperoleh dalam waktu seketika dengan cukup menggenggam sebuah android di tangan masing-masing. Persoalannya, bagaimanakah pemerintah mampu mengambil peluang dari perkembangan revolusi industri 4.0 menjadi peluang dan tantangan pemerintahan di pusat dan daerah? 

Kompetisi Kota dan Kebutuhan Teknologi Informasi
Kota-kota besar yang kini berkompetisi menjadi kota inspiratif dunia seperti Surabaya, Bandung, Jogjakarta dan DKI Jakarta secara langsung terhubung dan terbuka akibat dampak positif kemajuan teknologi informasi. Sederhananya, untuk menilai sebuah kota indah atau tidak kita tidak perlu harus datang ketempat tersebut. Melalui teknologi informasi kita dapat menilai Kota Surabaya yang terhubung dan terinfomasikan langsung dari berbagai titik.  Dibidang pelayanan pemerintahan, Kota Bandung misalnya mampu menerapkan lebih dari 200 aplikasi yang menjadikan kota itu mampu bersaing dengan kota-kota lain di dunia. Media informasi dengan data of thingstampaknya tidak saja dapat menjadi alat kontrol pemerintah, juga masyarakat sekaligus mampu menggantikan berbagai instrument pelayanan dimasa lalu. Untuk mengontrol pelayanan masyarakat dari level desa, kelurahan, kecamatan hingga pusat, pemerintah cukup mengembangkan data terpusat. Pelayanan kependudukan seperti e-KTP misalnya akan menjadi lebih mudah jika pemerintah memiliki data yang lengkap.  Penggunaan data tunggal (single identification number)akan memudahkan proses pelayanan dan memudahkan pemerintah mengontrol berbagai tindak kejahatan dan kekerasan dalam masyarakat.  Mesti disadari bahwa penggunaan teknologi informasi dewasa ini pada dasarnya telah menggantikan peran kolosseum, dimana pemerintah dengan sendirinya mampu mengontrol dinamika dalam masyarakat, mulai dari segi pelayanan dasar hingga upaya mengendalikan kejahatan fisual dan non fisual (dunia maya).  Efek negatif yang bahkan masih bersifat lunak namun dapat memicu kekerasan secara konkrit dapat diantisipasi sejak awal.  Bentuk-bentuk ujaran kebencian kepada sesama dan pemerintah (hate speech) termasuk ejekan dan umpatan yang menimbulkan tekanan psikis (body shaming) dapat segera dikendalikan sebelum memicu kekerasan massif antar individu, kelompok dan bahkan munculnya pembangkangan sipil.  Fenomena arab spiring tempo hari yang menimbulkan konflik meluas di Timur Tengah dipicu oleh peredaran informasi yang bersifat provokatif.  Demikian pula revolusi kecil di asia seperti Thailand dan Malaysia beberapa waktu lalu. Semua itu menunjukkan bahwa teknologi informasi saat ini telah menggantikan fungsi kolosseum dimana pemerintah dapat berperan lebih jauh dalam mengawasi tertib sosial serta mengendalikan kekerasan dalam masyarakat.  Lebih dari itu tentu saja pemerintah dapat menjadikan kemajuan teknologi informasi sebagai sarana bagi penciptaan ketertiban dan kesejahteraan sosial yang menjadi tujuan bernegara. 

Masa Depan Pemerintahan dan Strategi Inovasi
Kedepan, apabila pelayanan dalam bentuk barang dan jasa dapat tersistem dengan baik, maka birokrasi pemerintah akan menjadi semacam gudang penyimpanan barang dan jasa (storage) untuk didistribusikan ke masyarakat. Ibarat kita memesan makanan melalui go-food, sehelai surat keterangan kelakuan baik di Kecamatan X misalnya, dapat sampai kerumah dalam hitungan menit setelah seseorang memesan ke admin di kecamatan. Go-jek dapat mengantarkan langsung, atau bahkan si pelanggan cukup mem-print out dirumahnya. Bahkan bila terkoneksi dengan unit lain seperti bank maka seseorang cukup datang ke bank yang diinginkan tanpa mesti membawa surat keterangan pengantar untuk mencairkan uangnya. Ini akan menghemat waktu dan kertas yang kini mengalami ancaman akibat penyusutan sumber daya alam dan perubahan iklim (climate change). Pemerintah bahkan telah melahirkan sistem pelayanan melalui penggunaan basis teknologi informasi (Inpres 3/2003, PP 82/2012, UU 12/2012). Pada akhirnya, dampak negatif bagi pemerintah (birokrasi) adalah kemungkinan hilangnya sejumlah jabatan administrator kecuali sedikit orang yang mengatur dan mengendalikan lalu lintas administrasi dibidang pemerintahan.  Pemerintahan secara fisual kemungkinan akan menyusut, berganti dengan kolosseum maya sebagaimana tampak dewasa ini. Kondisi ini di sebut Rhenal Kasali sebagai gejala disruption (2016), dimana ada sekitar 2 milyar manusia yang akan kehilangan pekerjaan sebagai akibat otot berganti robot. Tetapi mesti diakui pula akan tercipta lapangan kerja baru sebagai dampak dari perkembangan teknologi informasi yang ditandai oleh robotic. Bagi pemerintah sendiri, semakin tinggi akses dan adaptasi masyarakat terhadap perkembangan teknologi informasi, maka semakin sedikit peran pemerintah yang mesti dimainkan. Namun pada saat yang sama pemerintah perlu menyiapkan diri untuk meningkatkan kapabilitasnya dalam mengawasi dan mengendalikan kenyataan itu, mulai dari pelayanan hingga penciptaan kesejahteraan masyarakat.  Tanpa menyadari hal itu maka kecepatan infrastruktur masyarakat boleh jadi justru akan mengontrol aktivitas pemerintah melalui teknologi informasi yang semakin sulit dikendalikan.  Perlu diingat bahwa salah satu sumber kekuasaan itu adalah kemampuan mengendalikan informasi. Oleh sebab itu strategi inovasi pemerintahan kedepan setidaknya berkaitan dengan inovasi sistem, struktural dan kapasitasi sumber daya aparatur.  Inovasi sistem berkaitan dengan penyiapan berbagai aturan sebagai fondasi bagi bergeraknya pemerintahan. Inovasi structural berhubungan dengan upaya memperpendek jalur birokrasi agar menjadi efisien dan efektif saat pelayanan. Sedangkan inovasi kapasitasi berkorelasi dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya aparatur khususnya dalam bidang teknologi informasi untuk menghadapi tantangan dan peluang revolusi industri dimasa mendatang. 


[1]Disampaikan bagi Pemda Kabupaten Lampung Timur di IPDN Jatinangor, Senin, 3 Desember 2018.
[2]Dekan Fakultas Politik Pemerintahan IPDN.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seri: Kajian Filsafat Ilmu Pemerintahan

Pamongpraja, Tinjauan Filosofis, Etimologis, Historis, Relevansi dan Gagasan Kekinian

Memosisikan Mahakarya Kybernologi Sebagai Ilmu Pemerintahan Berkarakter Indonesia[1]