Dapatkah Kepala Daerah Menolak SKB

Oleh. Muhadam Labolo

 

Pertama, dalam paham negara kesatuan (integralistik), hubungan pemerintahan tersusun secara hirarkhis, dimana pemerintahan disetiap level adalah sub-sub sistem yang merupakan bagian dari sistem pemerintahan nasional. Konsekuensi dari itu semua sub-sistem dibawahnya pada dasarnya tak memiliki hak menolak, kecuali urusan tertentu yang nyata-nyata disebutkan secara ekplisit dalam ketentuan perundang-undangan. Dalam konteks ini tak ada negara dalam negara (state in state)

 

Hal ini berbeda dengan paham negara federal yang sebagian kedaulatan (dignity)berada di negara bagian sehingga kebijakan pemerintah pusat dapat di tolak atau diselesaikan lewat pengadilan tertentu terkait penegasan kewenangan masing-masing.

 

Kedua, jika merujuk pada pembagian urusan dalam undang-undang pemda (23/2014), pertanyaannya apakah soal hijab dalam SKB tiga menteri bagi siswa tertentu masuk kategori urusan keyakinan beragama ataukah sekedar urusan atribut sekolah. Jika berkenaan dengan urusan agama jelas menjadi kewenangan absolut pemerintah pusat, daerah cukup melaksanakan. 

 

Sebaliknya bila hijab dianggap urusan atribut sekolah semata, hemat saya cukuplah menjadi kewenangan daerah masing-masing guna menjaga kekhasan antar daerah yang berbeda-beda. Inilah hakekat otonomi jikapun masih diakui pasca omnibus law.

 

Ketiga, sekalipun demikian bukan berarti semua kebijakan pemerintah pusat tak dapat ditawar, apalagi jika dalam ketentuan membolehkan hal dimaksud. Sebagai contoh prinsip tugas pembantuan yang dapat dinegosiasikan jika pemerintah provinsi, kab/kota bahkan desa secara berjenjang merasa tak sanggup melaksanakan oleh sebab alasan tertentu (Wasistiono, 2012, lihat juga mekanisme tugas dekon dan pembantuan dalam peraturan pemerintah).

 

Keempat, dalam ketentuan UU 23/2014 tentang Pemda, salah satu tugas kepala daerah adalah, melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Artinya, sejauh tak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan, kepala daerah wajib melaksanakan, kecuali bertentangan dengan ketentuan lain hingga dapat dikonsultasikan. 

 

Demikian pula dari tujuh kewajiban kepala daerah, tiga diantaranya mewajibkan kepala daerah melaksanakan seluruh ketentuan perundang-undangan, melaksanakan kebijakan strategis nasional, dan menjalin hubungan kerja dengan instansi vertikal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Sartono, M. Jaffar dan Indrarto

Seri: Kajian Filsafat Ilmu Pemerintahan

Pamongpraja, Tinjauan Filosofis, Etimologis, Historis, Relevansi dan Gagasan Kekinian