Selamat Pensiun Pak As, Dosen Friendly
Oleh. Muhadam Labolo
Tahun 2003 saya dipanggil menjadi dosen di IIP. Awalnya dua surat panggilan saya terima dari STPDN dan IIP. Surat pertama ditandatangani Plt Ketua (Marwoto) dan kedua di sign Warek 1, Prof. Muchlis. Saya pilih ke IIP dengan pertimbangan lebih akademik dan sedikit banyak sudah kenal situasi Jakarta pasca pendidikan S1 tahun 2001. Disini saya berjumpa dosen-dosen hebat dan unik seperti Pak Asrihadi (Pak As) selain Pak Abu Hasan pendiri Platos Club yang alumninya banyak ke dalam dan luar negeri.
Saya kenal Pak As waktu duduk di ruangan Prof. Nurul Arifin, dosen politik di Prodi Politik Pemerintahan. Ruangan Pak As di sebelah lorong, gabung dengan Pak Djo dan Pak La Bakry. Dulu, seruangan bisa dua sampai tiga dosen. Karena Pak Djo sibuk, di ruangan itu hanya Pak As dan Pak La Bakry. Itupun sekali-kali, Pak Bakry lebih banyak ikut projek Pak Ramses. Kini Pak Bakry Bupati dan Pak Ramses pensiun.
Karena sendirian, (Prof. Nurul seminggu dua kali masuk), saya suka gabung di ruangan Pak As. Disana kami kenalan dan ngobrol banyak hal. Pak As ternyata pindahan dari sekneg, menangani Ibu PKK dan Darma Wanita se Indonesia, punya akses baik di militer maupun kepolisian. Pergaulannya luas, punya banyak kawan dan mudah berteman (friendly). Disitu sepi, sekali-kali kumpul semua. Kerjanya mengajar atau tugas luar.
Dosen IIP yang tugas luar ada yang kursus ke luar negeri, tugas ke daerah penelitian, atau mewakili pimpinan ceramah disana-sini, termasuk mengajar ke Sesko AD, AU, AL dll. Sisanya, ya kami, dosen yang tak punya akses kuat ke pimpinan. Saya bilang, Pak As, daripada nasib kita ditentukan oleh disposisi pimpinan, lebih baik kita buat lembaga lalu kerjasama dengan daerah. Dengan begitu kita bisa mondar-mandir.
Kalau ada lembaga, kita bisa jadi direkturnya, kita setaraf eselon dua, kita tandatangani surat, kita bisa jadi narsumnya, bisa jadi moderatornya, bisa terima duit, bisa ke daerah dan luar negeri, bahkan bisa tanda tangan sertifikat. Apa bedanya kita dengan pimpinan, bahkan lebih hebat karena bisa mendidik dan memberi sertifikat kepala daerah dan anggota dewan. Kalau disini kita hanya tanda tangan ijazah mahasiswa dan tak dapat apa-apa.
Pak As setuju. Kami ke notaris Mansur Ishak di Jalan Buncit, buat lembaga bernama pusat kajian strategis pemerintahan. MIPI juga dibuat disitu. Kami berdua langsung jadi direktur seumur hidup. Sejak itu kami jadi sama perilakunya dengan dosen senior, jarang di ruangan, kesana-kemari jadi narsum dan moderator. Sekali-kali ikut Pak Megandaru, termasuk dosen-dosen senior seperti Prof. Talizi, Prof. Djo, Prof. Aries, Prof. Sadu, Dr. Ondo, Pak Syamsurizal, dll.
Pak As jadi moderator seumur hidup. Tugas lain memastikan agar tokoh selebriti selevel Prof. Ryaas dan Dr. Andi Mallarangeng hadir di setiap acara. Paling tidak membuka dan menutup. Kami ramai orderan, padat kegiatan antara tahun 2004 sd 2010. Macam-macam dikerjakan, mulai bimtek Dewan, Pemda, PKK, Kades, kajian perda, stuban dalam dan luar negeri. Pak As temani saya sekali waktu ke Malaysia, Thailand, dan Singapura. Saya kelelahan setiap bulan ke luar negeri bahkan ke eropa sebagai pendamping.
Pak As dosen yang supel, karena itu banyak di undang sebagai MC. Tugasnya mencairkan suasana bila relasi antara pengundang dan yang di undang tak selevel. Pak As sering diminta mendampingi Prof. Ryaas karena sebagian orang segan menemani Pak Ryaas bicara panjang kali lebar. Beliau spesialisasi mengulur waktu agar tak membosankan lewat cerita nostalgia yang lucu. Pak As mampu membuat kita tertawa bersama, bahkan lebih kencang dari yang lain. Beliau tak suka ribet, termasuk untuk urusan kenaikan jabatan yang mentok di lektor III/c.
Pak As dosen yang ramah sekaligus berani memulai percakapan, kendati orang lain segan pada sang tokoh. Beliau bisa melunakkan yang keras dan mengeraskan yang lunak. Makanya cepat mendapat kawan, termasuk pramugari di semua maskapai penerbangan. Jangan cemburu bila beliau duluan selfi bareng dibanding kita yang hanya jadi penonton, atau malah diminta tolong bantu foto. Mungkin hampir semua tokoh di era orde baru dan reformasi punya kenangan khusus dengan Pak As. Beliau punya banyak jabatan sosial.
Pak As alumni UI dan Monas University Australia, tapi dia lebih dekat dengan tokoh-tokoh militer dan polisi. Kendati beliau aktif di organisasi alumni UI dan Ketua Media Online Indo News, tapi Pak As juga tak kekurangan kawan di alumni Manglayang. Beliau bisa kesana-kemari dengan memanfaatkan jaringan alumni IIP dan IPDN. Pendeknya, hidupnya penuh dengan pelayanan akibat relasinya yang luas, termasuk mengunjungi 80 persen negara-negara di dunia lewat jaringan badan nasional penanganan narkoba. Disana beliau dilayani dubes alumni UI.
Banyak kenangan dengan Pak As. Kami keberbagai daerah di Indonesia, menikmati kuliner dan kegiatan diklat. Saking kuatnya relasi itu sampai-sampai Bupati Sekadau, Pak Simon, walau telah pensiun tetap saja mengirim angpao tiap lebaran. Beliau alumni APDN Kalbar dan Kristiani yang taat. Orangnya tak banyak bicara tapi punya visi yang kuat. Terakhir beliau mengundang kami menikahkan anaknya di Jakarta. Persaudaraan sejati ya semacam itu, kata Pak As.
Kini Pak As pensiun, Mei 2023. Saya sedih juga, sebab ditinggal dosen-dosen senior satu-persatu. Ada yang wafat dan ada pula yang pensiun. Begitulah hidup, tak ada yang abadi, kecuali kenangan kita bersama semasa hidup dalam bentuk perbuatan baik. Beberapa bulan lalu Pak As sudah mengosongkan rudin. Beliau ingin beri contoh yang baik, tak perlu diingatkan, apalagi disurati dan didatangi, pakai mediasi sampai urat-uratan. Beliau punya rumah kecil di luar sama dengan Prof. Aries yang baru wafat. Saya pribadi merasa kehilangan.
Hari ini Pak As pamit dari group dosen. Beliau izin keluar. Saya belum sempat menulis kenangan dengan beliau, karena baru nulis kenangan dengan Prof. Aries. Saya juga banyak kesibukan di KPU dan Bawaslu. Tempat dimana Pak As dan Prof. Aries dulu menyibukkan diri menatar anggota KPU daerah. Pak As sering mampir di ruangan saya, pinjam buku dan materi bila ditugaskan mengajar macam-macam. Saya bilang, semua materi ada disini, hanya satu yang tak ada, yaitu materi keuangan. Saya bukan ahlinya, silahkan cari ke yang lain. Beliau senyum di ruangan.
Kami seringkali menghabiskan waktu berjam-jam di ruangan dan perjalanan, menguliti kelakuan tokoh-tokoh antagonis, tertawa terpingkal-pingkal membedah perilaku aneh para tokoh disekeliling kita. Beliau suka curhat tentang kondisi pemerintahan, walau akhirnya kami cukup menertawakannya. Anggap saja lawakan, karena terlalu rumit untuk diselesaikan, hanya Tuhan, Malaikat dan Iblis yang mungkin bisa ikut mengintervensi. Persoalan di republik ini katanya butuh pembedahan yang serius, butuh orang seperti Pak Muhadam. Saya hanya tersenyum malu.
Sekali-kali kami reuni di Citos bersama Prof. Ryaas, Prof. Nurliah, Pak Tursandi, Pak Lutfi, Ramses, Pak Nas, Pak Syahril, Pak James, dan Pak Bahar. Reuni tiga bulan sekali itu bagus buat merawat kewarasan agar tak cepat pikun. Bagi saya wadah belajar serta memperbaiki diri dan lingkungan agar tak mengulang kembali jika ada kekeliruan, sekaligus berani mengambil gagasan dan perilaku heroik dosen-dosen senior yang punya ide cermerlang serta pengalaman baik. Saya tentu banyak belajar, dan mendapat pengalaman dari mereka, khususnya Pak Asrihadi.
Komentar
Posting Komentar