Yanuarius Nitbani di Lapas Semarang
Oleh. Muhadam Labolo
Hari ini, Minggu, 7 Mei 2023, saya ditemani Adi Nugraha dan Roland Nope berkunjung ke Lapas Kelas 1 Semarang. Kami bezuk Yanuar, yang dua bulan lagi akan keluar. Jabatan terakhir Kadis Infokom Kab. Pemalang, asal NTT bertugas di Jawa Tengah.
Di Bandara, kami di jemput sopir Kepala BPBD Provinsi Jawa Tengah, Bergas Catursasi Penanggungan (BCP), eks Polpra berhati Dian Piesesha, suami Bu Yusie yang putrinya sekarang Madya Praja. Kami mengasoh sebentar di kantornya, naik lift ke lantai 3. Maklum, Pak Kepala BPBD kesulitan naik tangga, walau dulu rajin jalan jongkok melewati tangga seribu.
Kami disuguhi Lumpia Semarang. Lengkap dengan anti kolesterol, bawang putih dan merah. Kami cicipi bersama sambil menunggu Andri Adi bareng istrinya. Tiga puluh menit bergurau soal Pasopati. Bergas nelpon Heri Susilo yang sibuk di KPUD. Saya sempatkan kontak Mas Anang buat izin mampir, mba Lina yang lagi joging, serta mba Yusie yang lagi rapat sama ibu-ibu seantero Kudus.
Abis itu kami berangkat ke lapas. Diantar Mas Andri Adi. Beliau bawa pejabat besar seperti Bergas sebagai alasan bezuk, walau relasi beliau lebih mudah kedalam karena beberapa penjaga lapas anggota klub sepak bola kampung di Pemalang. Andri Adi striker sekaligus kapten kesebelasan. Pantesan saya tak mengalami banyak kendala masuk kedalam. Lempang melewati tiga lapis pintu.
Di dalam, kami menunggu di ruang kecil. Ukuran 2x2 meter. Paslah untuk kami berlima, plus Yanuar nanti. Tinggal buka sedikit jendela, buat ahli hisap seperti Mas Bergas dan Adi Nugraha agar tak polusi dalam ruang sempit itu. Yanuar datang dengan senyuman sekaligus menahan haru. Kami berjabat tangan sambil berpelukan satu sama lain. Beliau lebih putih dari orang timur kebanyakan. Sehat dan tetap kekar, mungkin banyak push up di dalam.
Ruangan sempit itu langsung ramai oleh gelak tawa. Kami lebih banyak bicara masa lalu, masa keemasan di kampus, sampai ke riwayat hidup beliau di lapas ini. Dialek Yanuar lebih datar, hasil asimilasi timor dan jawa, tidak tinggi dan tidak juga rendah. Wajahnya lebih segar, mungkin karena tinggal dua bulan lagi beliau disitu. Ingat Sangaji yang waktu itu tinggal sebulan lalu keluar dari Porong.
Yanuar bercerita waktu di Lapas Guntur, tempat tahanan KPK di kumpul. Beliau ketemu Salman Hidayat dan Agus Leandi. Lucunya, waktu makan malam mereka tak saling kenal, karena Salman tak satu kamar dengan Agus Leandi, mereka berjauhan. Yanuar tanya Agus, "njenengan kasus opo, asal mana, dan kerja dimana?" Agus jawab sesuai pertanyaan. Agus tak kalah berani, beliau bertanya pula ke Yanuar hal yang sama, termasuk terakhir sekolah dimana.
Kata Yanuar, "saya alumni STPDN angkatan 04," Agus langsung tertawa besar, berbarengan dengan Yanuar, ternyata satu korps di Manglayang. Mereka tertawa sambil menahan sedih dan haru di tengah tekanan psikologis masing-masing. Saya menimpali sambil kelakar, "ini karena panjenengan berdua jarang ikut reuni, makanya teman sendiri nggak saling kenal." Akhirnya reuni disitu, di Lapas Guntur punya KPK. Ketawa semua.
Empat puluh menit kami reuni terbatas. Semua bicara tentang kelakar yang membangkitkan semangat untuk tetap hidup dan bangkit kembali. Hidup soal pilihan, resiko, dan nasib. Semua tergantung kita masing-masing, termasuk soal-soal yang sedikit tabu tapi suka diperbincangkan (sambil melihat kanan-kiri), kesehatan diri dan imajinasi seks di usia jelang lima puluh tahunan.
Setelah puas berbincang kami izin pamit. Tak lupa menyisipkan bantuan Pasopati ke saku Yanuar. Sayang tak ada dokumentasi bersamanya karena semua HP dilucuti sebelum masuk, kecuali dompet dan tanda pengenal. Kami kejar kereta pukul 12.45 Tawang-Gambir. Sebelum tiba, Bergas dan Andri ajak kami mampir kuliner di warung sop enak Semarang. Sopnya memang uenak, sampai tambah dua mangkok.
Trima Kasih Mas Bergas, Andri dan Sahabat Pasopati Jateng. Di kereta, Yanuar sempat japri, salam buat semua keluarga besar Pasopati, tak lupa mohon dimaafkan atas khilaf & salah. Saya jawab, semua manusia punya salah dan dosa, termasuk anggota Pasopati. Hanya saja ada yang Tuhan perlihatkan sebagai pelajaran, namun sebagian besar masih beliau tutupi, pun sebagai bahan intropeksi. Tuhan tak mungkin membebani manusia di luar kemampuannya. Anda salah satunya, mampu, dan karenanya di pilih, bersabarlah.
Komentar
Posting Komentar