Membumikan Pesan Presiden & Mendagri Bagi Pamongpraja Muda
Oleh. Muhadam
Wisuda dan Pengukuhan IPDN kali ini unik dan bersejarah. Unik karena dilakukan lewat virtual, bersejarah karena berada dimasa pandemi covid 19 tahun 2020. Keunikan dan sejarah itu tentu mudah mendekam dalam benak angkatan 27, bahkan menjadi semacam penanda disela gurauan mereka, angkatan covid 19 atau angkatan corona. Kita hanya mampu membangun semangat mereka bahwa dalam masa yang penuh kesuraman ini biasanya Tuhan sedang mempersiapkan yang terbaik diantara kalian untuk menjadi pemimpin dimasa mendatang. Sebab pemimpin hebat biasanya lahir dari terjangan gelombang pasang, cuaca ekstrem, dan ramai cobaan, bukan tumbuh dalam keadaan biasa-biasa saja. Setiap pemimpin lazim dikirim Tuhan pada latar alam, sosial, politik dan ekonomi yang terpuruk, lengkap dengan sosok antagonis selaku penguji iman dan pembesar jiwa. Artinya latar sosiologis dan perkara yang sedang dihadapi adalah pengungkit yang sengaja disediakan Tuhan untuk menghidupkan setiap pembaharu pada satu masa. Pada semua contoh itu, kita membutuhkan pengorbanan yang tulus sebagaimana perilaku simbolik Ibrahim dan Ismail yang dapat diarahkan pada pengorbanan masyarakat, bangsa dan negara.
Menyelami Pidato Presiden Jokowi di Istana Bogor tgl 29 Juli 2020, Pamongpraja Muda adalah salah satu penentu reformasi birokrasi, melayani rakyat, serta memperkokoh pemerintahan. Butir-butir harapan itu seakan mendekatkan tugas Pamongpraja Muda tak kurang beratnya dengan para pembaharu yang pernah diutus Tuhan, memiliki spirit reformasi, pelayan, dan penyatu dalam perbedaan. Tantangan itu tak hanya realitas ancaman pandemi hari-hari ini, juga situasi birokrasi yang tak pernah sepi dari isu kerumitan, kelambanan, ketidak-ringkasan, bahkan penumpukan SOP yang berliku-liku bak labirin. Tantangan itu mesti dijawab lewat perubahan budaya kerja yang tak biasa-biasa saja, tapi lebih dari itu bagaimana menyederhanakan pelayanan birokrasi menjadi simpel dan ringkas pada tingkat implementasinya. Kecepatan layanan menjadi faktor determinan yang menjadi perhatian serius, mereka yang lamban akan dimakan oleh mereka yang cepat (if u slow, u eaten). Bersamaan dengan fakta itu memberi peluang bagi Pamongpraja Muda untuk menunjukkan integritas, loyalitas, kecerdasan, dan ketangkasan. Buah karyanya akan dinikmati oleh masyarakat luas sebagai produk jarlatsuh yang masing-masing mewakili aspek kognitif, psiko dan afeksinya.
Didalam kerumitan birokrasi itu kita membutuhkan peran kognisi yang cukup. Disinilah tekanan akademik sebagaimana pesan Prof.Tito Karnavian (Mendagri) lewat kutipan Josep S, if theory without policy is for academics, then policy without theory is for gamblers. Catatan tersebut penanda bahwa teori bukanlah sesuatu yang mengawang di langit biru. Kata Fadhilah Putra (2019), teori adalah cermin terjujur dari kenyataan. Tanpa cermin kita tak akan pernah mampu mengenal siapa kita, serta bagaimana orang lain mengenali kita. Sebuah tindakan tanpa teori adalah perbuatan kosong makna dan hampa tujuan, sebab itu teori menjadi penting sebagaimana kata Elinor Ostrom (2015), the power of theory is exactly proporsional to the diversity of situation it can explain. Malangnya, birokrasi kita dipenuhi kebijakan tanpa analisis yang memadai, lebih sering dikendalikan lewat kekuasaan yang bersifat instingtif, tiba masa tiba akal.
Pada titik ini Pamongpraja Muda dan civitas akademik mesti menyadari bahwa analisis kebijakan merupakan aktivitas praktis yang bertujuan memberikan nasihat kebijakan kepada para pengambil kebijakan. Oleh karenanya dia bersifat multi-disipliner, kontekstual, dan berorientasi pada pemecahan masalah (Laswel & Lerner, 1951, Welmer & Vining, 1992). Nasehat kebijakan itu dapat dilakukan oleh siapa saja, baik oleh kita sebagai birokrat maupun diluar institusi pemerintah. Bentuknya dapat berupa naskah akademik, telaahan staf, policy brief, nota dinas, memorandum dsbnya. Dalam relasi itulah aktivitas analisis kebijakan membutuhkan rujukan kuat dari aspek akademik, khususnya kerangka pikir dan metode penelitian kebijakan. Inilah pekerjaan rumah bersama yang mesti diterjemahkan kedalam kurikulum pengajaran dan pelatihan agar karya besar kita dalam memproduk eksekutif civil servant tidak saja memperlihatkan pembeda, juga menjawab tuntutan, tantangan, dan perubahan jaman disetiap kesempatan.
Tugas kita secara keseluruhan ibarat memproduk mobil berkelas Lamborghini massal, didesain khusus sesuai pesanan (user) di pusat dan daerah. Kalau ada cacat di karoseri, knalpot, spion dsbnya adalah hak pengguna untuk complain. Namun secara umum civitas telah berusaha semaksimal mungkin mendesain yang terbaik sesuai standar profile yang ditetapkan. Sebagus apapun lamborghini yang telah diproduk, bila tiba dipengguna birokrasi, biasanya akan lebih variatif, mungkin bertambah asesoris, menjadi ceper, berubah warna dll. Semua tergantung user, tidak pada pabriknya, bergantung penggunanya untuk merawat dan mengembangkannya menjadi semakin berkualitas. Terlepas itu, pabrik lamborghini tetap bertanggungjawab sekalipun kurang adil jika semua kekurangan produknya dilapangan dialamatkan ke pabriknya. Sebagai bagian dari asosiasi pencetak kader, kita sebagai civitas dan anggota korps Pamongpraja turut bertanggungjawab memelihara dan merawat produk dimaksud.
Komentar
Posting Komentar