Kontribusi Sains

 Oleh. Muhadam Labolo

Hampir tak diragukan sejak kemunculannya di abad 19, sains memberi kita cahaya baru akan masa depan manusia. Sisi baiknya, sains memberi hasil nyata, belajar dari kesalahan secara sistemik, menjunjung kejujuran, kritis, terbuka, akurat, dan tak alergi berkolaborasi (Sugiharto, 2021).

Satu hal yang tak boleh dilupakan bahwa sekalipun sains telah men-drive kehidupan manusia lewat teknologi, dia bukan satu-satunya tolok ukur kebenaran. Sains hanya salah satu moda kognisi yang dapat dioperasikan. Ada moda kognisi alternatif yang selama ini kita pakai sesuai kepentingan masing-masing. Sebagai misal kognisi moral, kognisi estetika, kognisi spiritual, kognisi ekstensialis dan kognisi kearifan lokal.

Semua itu jelas berperan dan mencipta jawaban. Soal kepuasan bergantung keyakinan dan selera. Kadang orang lebih yakin dengan kognisi spiritual dibanding pendekatan ilmiah yang dianggap angkuh dan meta-bahasa. Bahkan dengan metodologi dan logika yang khas, kearifan lokal terkadang lebih mampu menyelesaikan masalah di kampung. Lihat senandung Kabi di Pulau Rote dalam mengeluarkan nira.

Sains pun tak luput dari metamorfosa. Kehidupan sains yang bersifat self assertive kini bergerak ke integrative. Karakteristik thinking dan value_nya turut bergeser. Sebagai contoh cara berpikir linier-dominasi berubah menjadi non linier-simbiosis. Pada aspek metodologi dari reductionist-quantity menjadi holistic-quality

Demikian pula misalnya pola analysis-competition ke arah syntethic-cooperation. Atau rasional-expansion menuju intuitive-conservation. Semua pergeseran itu seakan memberi kesadaran bahwa batas-batas pengetahuan menjadi kabur. Semua bersinerji dan berkolaborasi dalam memecahkan setiap masalah. Artinya tak ada jawaban tunggal untuk setiap masalah. Soal Papua misalnya, dia tak bisa selesai lewat pendekatan ilmu politik semata, juga ekonomi, antropologi, sosiologi dan atau sejarah.

Demikian halnya dalam ilmu pemerintahan, perjumpaan kimia dan fisika dengan pemerintahan dapat melahirkan disiplin baru, kimia pemerintahan atau fisika pemerintahan (Wasistiono, 2017). Jadi tidaklah lucu jika ada pertanyaan seorang pelamar, adakah jurusan kedokteran di IPDN? Bukan mustahil suatu saat lahir disiplin kedokteran pemerintahan sebagaimana ilmu kedokteran mendarat di barak militer menjadi kedokteran militer. Dia mungkin membantu membedah birokrasi yang penuh dengan patologi.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Sartono, M. Jaffar dan Indrarto

Seri: Kajian Filsafat Ilmu Pemerintahan

Pamongpraja, Tinjauan Filosofis, Etimologis, Historis, Relevansi dan Gagasan Kekinian