Pesiar Neraka

Oleh. Muhadam Labolo

Sebenarnya bukan pesiar neraka andai saja sesuai imaji Mudapraja. Namanya Pesiar Perdana. Muda di lepas seperti Ikan Lele. Bergerombol lalu pecah satu-satu mencari kapitalis seperti Immanuel Panggabean. Muda bernafsu pesiar. Pemandangan di luar kampus bak fatamorgana, menipu mata. Demikian lamanya tak bersua dunia luar, warna atap rumah penduduk diseberang jalan pun di sangka Beng-Beng Raksasa.

Pelepasan pesiar diawali apel siang padat doktrin. Tak boleh ini, dilarang itu. Jalan minimal berdua, perhatikan langkah, kurangi deviasi. Doktrin Muda mungkin lebih berbahaya dari indoktrinasi agama. Tapi Muda tak ambil pusing. Ini kesempatan pertama menikmati ruang terbuka hijau depan kampus. Baginya, kebebasan mahal. Peluang memilih apa saja daripada antri panjang di belakang oligarchi Madya dan Nindya di koperasi. 

Seperti dibimbing pelet, Muda bergerombol ke Minimarket Ikopin. Disitu tersedia semua makanan favorit, Crispy, Beng-Beng, Kacang Telur, Wafer, Cokelat dll. Minumannya komplit, ada teh botol, susu ultra, sprite, cola, fanta dan soda gembira. Awalnya Muda menyerbu senyap. Lama-kelamaan riuh oleh suara kunyahan kacang dan crispy. Tempat duduk over capacity, sebagian memamabiak sambil lesehan. Bejibun kate orang Betawi.

Nafsu tumbuh Muda luar biasa. Hanya hitungan menit semua ludes. Putri apalagi. Ingus dan Crispy kadang kompak naik turun. Untuk urusan makan memang beda kelas. Wasana masuk herbivora, Nindya karnivora, Madya omnivora, Muda mungkin sebangsa Amphibi. Bisa hidup di dua alam. Siang di Menza dan Koperasi, malam di mak-mak penjual Indomie dan Roti Kopyor. Mungkin hanya kabel & colokan Indomie yang tak berani mereka kunyah. 

Jika di bedah isi kepala Mudapraja, DNAnya hanya dua perkara. Pertama, bagaimana memperoleh akses sumber daya sebanyak mungkin agar survive. Karena itu, sebuah permen dari senior akan dikenang sepanjang masa. Apalagi sampai dikasi roti cuma-cuma. Anda pasti senior yang baik. Kedua, bagaimana mendapatkan kesempatan tidur senyenyak mungkin. Andai bisa di suap petugas kelas, Muda bisa tidur seharian di kursi-meja belajar. Dua perilaku itu persis Kuda Nil.

Setengah puas, Muda balik pesiar sebelum pukul lima sore. Lebih sepertiga isi Minimarket bersih. Hanya botol kosong yang tersisa. Harus diakui, Crispy, Beng-Beng, Kacang Telur, dan Indomie berjasa besar bagi tumbuh-kembangnya Muda hingga duduk di eselon tertinggi saat ini. Walau begitu, masih banyak Muda yang tak puas. Dianggap pesiar terlalu cepat.

Apel penerimaan Muda di Plaza Menza. Semua hening mendengarkan doktrin evaluasi. Hanya disini dosa paling cepat mendapat ganjaran. Di dunia saja harus menunggu paling sedikit 60 tahun. Itupun harus nunggu di alam kubur. Disitu, cash & carry. Saat apel selesai, Muda diminta istrahat di tempat. Polpra dan Darmapati mondar-mandir dibelakang barisan, macam kontrolir Belanda mengawasi penduduk tak bayar pajak.

Tiba-tiba Polpra Madya berteriak. "hayoo, siapa muda yang makan sambil lesehan di Ikopin tadi, kebelakang barisan. Nama-namanya uda kakak catat dek!" Beberapa yang jujur dan lugu balik kanan ke belakang. Muda ke tujuh dipanggil, "Mudapraja Lucky Kalumata, kebelakang! Dia pucat pasi menyusul yang lain. Mereka mendapat perlakuan khusus. Rasanya tak sebanding dengan dua kilo Beng-Beng yang mungkin mereka habiskan. Meleleh semua.

Keenam Muda di permainkan seperti Paus melempar anjing laut. Terhempas kesana-kemari tak karu-karuan. Suara gedebuk dan tepukan tangan membuat Muda di baris depan hingga belakang kehilangan nyali. Semua berpikir ini soal nasib saja, sebab semua Muda merasa makan di Ikopin. Dalam sunyi itu Polpra Imanual Jobo muncul dengan teriakan keras, "mana Mudapraja Riki Dwi Woro, kebelakang pasukan!"

Riki kaget bukan main. Tak disangka namanya dipanggil paksa. Dia merasa tak berdosa. Tapi apalah daya. Dosa Beng-Beng harus ditanggung sekarang juga. Kata Bang Jobo, "kenapa kau tak mengaku dan kebelakang waktu dipanggil?" Riki lunglai, "siap kak!" Ia berdiri di tangga Plaza. Jobo mulai dengan sentuhan di hati, ulu hati, hingga tendangan awan sakti. Riki terjerembab hingga tiga lapis tangga. Semaput dan berkunang-kunang. Tapi tak lama, Tuhan hadir seketika, Jobo berhenti tiba-tiba.

Rupanya, tendangan Jobo tak sengaja salah sasaran. Entah gimana mengenai jidatnya sendiri. Esoknya bengkak sebesar telur ayam. Pantas saja Ia berhenti. Sebenarnya, Bang Jobo kakak asuh saya. Dia tak pernah usil pada kami, hanya mungkin tugasnya sebagai Polpra yang mendorong Ia mesti turun gunung. Ia seorang Praja NTT yang disiplin. Keenam Muda tetap digilir oleh senior lain. Mereka bertumbangan seperti pohon di gergaji. Kornea mata Lucky merah, seperti habis dijejali Rica Manado. Pelakunya dicari pengasuh. Dianggap pelanggaran HAM berat.

Sebagai bentuk korsa, Muda diminta hadap serong kiri. Push up kepal. Semua meringis menahan panas paping blok.  Beberapa tak kuat menahan derita oleh hukuman satu set lengkap. Di bagian putri serasa sunyi, entah menahan kesal akibat bending atau lapar lagi. Pesiar hanya kurang lebih empat jam, tapi hukuman mengambil waktu hampir separuh dari itu. Benar-benar pesiar neraka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Sartono, M. Jaffar dan Indrarto

Seri: Kajian Filsafat Ilmu Pemerintahan

Pamongpraja, Tinjauan Filosofis, Etimologis, Historis, Relevansi dan Gagasan Kekinian