40 Ronin & Roti yang Tertukar

Oleh. Muhadam Labolo

Jarak antara Barak Madya di Pulau Weh Atas dengan Barak Nindya Maluku Bawah kurang lebih sepuluh tumbak. Mereka hidup damai, walau hari itu tidak lagi. Persoalannya bukan sepele. Ini soal harga diri kolektif. Nindya merasa dilecehkan, sebab berani-beraninya Madya menukar jatah Susu Murni dengan Roti Kopyor. Ini jelas penghinaan institusi senioritas yang selama ini dijunjung tinggi.

Hari itu Haris Kariming jaga barak. Sebelum Maghrib Ia melapor gelisah ke Adnan Massinae dan Sucahyo Agung. Keduanya kelak menjadi Darmapati dan Kapolpra. Tapi Haris tak berani menjelaskan masalah sebenarnya. Mungkin Ia takut kemarahan kolektif hingga pertanyaan Adnan, Sucahyo, Irwan Dalimunthe, Efer, Sutomo dan Serafin da Costa di ulur-ulur.

Di tengah kebingungan itu, Guteres, teman Serafin tiba. Beliau rupanya utusan khusus Nindya Maluku Bawah. Katanya, “semua madya Pulau Weh Atas di tunggu di Maluku Bawah, sekarang juga!” Ia tak lupa beri semangat, “tenang bro, tetap semangat.” Guteres berlalu begitu saja persis Hantu Jeruk Purut. Ia raib meninggalkan kecemasan kolektif penghuni barak.

Polpra Cahyo merasa bertanggungjawab. Ia menginisiasi berangkat duluan ke Maluku Bawah mewakili Pulau Weh Atas. Tugasnya hanya satu, memastikan masalah apa yang dihadapi. Entah kenapa Haris kehilangan nyali menjawab semua pertanyaan kawan-kawan. Tak berselang lama Cahyo tiba dengan wajah kaku dan tergesa-gesa.

Dengan keras Ia berteriak, “ayo, semua ganti baju training lengkap, hitungan kelima semua sudah baris di depan tangga seribu, cepaaaat!” Cahyo turut lari ke lemari baju. Suara lemari dibuka-tutup terdengar bertabrakan di sela teriakan satu, dua dan tiga. Semua berhamburan menuju jalan di bawah tangga seribu. Disana menunggu Adnan dan kawan-kawan. 

Empat puluh Ronin Madyapraja lengkap trening berdiri di depan Barak Maluku Bawah dengan wajah penuh ketegangan. Tak sengaja dibawah tangga bertemu Didik Husnul Yaqin. Dia menyapa dengan santai, “kalian pasti ada kesalahan ya. Ya sudah, terimalah. Anggap pijatan senior, terima dengan gentlemen ya.” Semua menyahut semangat, “siap kak!”

Sepuluh Nindya kekar muncul di temaram lampu barak. Dipimpin Samuel Sampe Rompon dan Polpra Adrianus Manoppo. Samuel berteriak, “mana Haris?” Dia berdiri tepat di tengah barisan. Haris maju tepat depan Samuel. Tak sempat basa-basi tumbukannya menjatuhkan Haris. “Siap salah kak!” Samuel menyela,”kurang ajar kau yahhh, pandang enteng senior, melecehkan senior.”

Dua kader manggala korps Adnan dan Cahyo diisolasi keluar barisan. Mereka diinterogasi khusus oleh Polpra Manoppo. Keduanya tak berkutik. Sisa pasukan diambil alih oleh delapan senior tanpa ampun. Barisan itu berantakan hingga kehilangan arah kiblat. Mereka murka. Tak ada yang sempat bicara kecuali mengikuti arus sentuhan yang mendarat dari segala penjuru. 

Tak jauh dari situ Haris diperlakukan khusus. Samuel berteriak kembali, “kalian tau kesalahan kalian?” Serentak dijawab. “siap tidak kak!” Ia melotot ke tersangka utama. “Haris, kenapa ko nda sampaikan kesalahan kalian?” Samuel memburu dengan aksen Toraja. Terdengar satu-dua gerutuan dari sela barisan, seakan membebani Haris atas dosa kolektif itu. 

Haris mengaku, “siaaap, saya tidak sengaja menukar pembagian snak senior.” “Perjelas,” kata Samuel mengejar. “Siaappp, saya menukar roti pembagian senior dengan susu yang jatah kami, kak!” Kini semua Ronin Pulau Weh Atas paham duduk perkaranya. Tapi roti sudah jadi bubur, sudah jadi ampas, sudah di setrika dan dilahap, bahkan ada yang diinfaqkan ke yuniornya, kebetulan datang berkunjung. Sungguh perbuatan mulia, nan pahit.

Pemanasan sejam lebih itu sedikit menurun. Senior Arfan menumpahkan sekarung roti depan Madya. Entah darimana, yang jelas madya dipaksa makan tiga roti perorang. Mengingat semua baru usai makan malam, Samuel dan Manoppo berinisiasi mengosongkan perut 40 tawanan perang itu dengan cara klasik, gulung kolektif plus lari tiga keliling. 

Sebelum itu, Polpra Manoppo memerintahkan Madya balik barak bertukar PDH. Dalimunthe loncat sekalipun hitungan belum dimulai. Ia dapat ganjaran lompat katak duluan bersama Serafin. Sepanjang jalan Maluku Bawah penuh madya berlari, jalan jongkok hingga lompat katak. Rasanya kering sum-sum tulang. Andai Haris lego untuk Sop Kaledo, mungkin sudah tak laku.

Prosesi berakhir hampir subuh. Di sela itu Nindya Samuel beri dongeng pendek tentang epik asmaranya di Gasibu Bandung. Manoppo mengunci kuliah subuh dengan kalimat, “ini bukan soal kesalahan Haris semata, tapi ini soal integritas, soal korsa, soal tanggungjawab kolektif.” Ia tak lupa menutup dengan pertanyaan, "apakah ada yang tidak terima?" Kompak, "siap, tidak kak!"

40 Ronin Pulau Weh Atas itu kembali tanpa aerobik pagi. Manoppo cs bertanggungjawab setelah mengirim kawat surat ke Bagian Binjas. Madya pulang dalam keadaan kenyang, hati sedikit terhibur, sekalipun begitu tetap saja beberapa praja merasa terzolimi. Di jalan pulang, satu dua memaki geram, pantek, kanciang, juancok, pukima, beleguk siak!……

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Sartono, M. Jaffar dan Indrarto

Seri: Kajian Filsafat Ilmu Pemerintahan

Pamongpraja, Tinjauan Filosofis, Etimologis, Historis, Relevansi dan Gagasan Kekinian