Rene, Batu Apung & Amujib
Oleh. Muhadam Labolo
Rene, Pengasuh Barak Sumbar Atas. Nama lengkap beliau Rene Renaldi, lahir tahun 1971, angkatan terakhir APDN Pontianak. Tingginya 160 senti kotor. Tak beda jauh dengan saya sebagai corps 160, barisan pelengkap. Beliau pengasuh Mudapraja Barak Sumbar Atas Dharma C2. Wajahnya yang pelit senyum konsisten dengan aksinya yang menggetarkan penghuni barak.
Kehidupan Barak Sumbar Atas selama setahun penuh derita. 50% hidupnya habis bersama Batu Apung. Kerja rodi itu mengilatkan ubin hingga cemerlang. Istrahat hanya makan, sholat, belajar, dan tidur malam. Tidur siang diganti menggosok ubin. Budi, kawan yang melarikan diri, tangannya menebal oleh Batu Apung. Dia manusia Batu Apung. Barak Sumbar bawah menganggap kami di atas tinggal di rumah hantu, horor, sebab tengah malam pun masih bunyi gesekan.
Setiap penghuni Barak Sumbar mungkin menyimpan sekilo Batu Apung, buat persiapan sebulan. Kadang Muda tertidur sambi menggosok. Air liurnya menetes deras menyatu dengan genangan Batu Apung. Tapi tangannya tetap kokoh menggenggam Batu Apung. Kuatir lepas, itu petaka. Bila kedengaran sepatu di tangga mungkin Pengasuh Rene, walau seringkali salah, yang naik Ketua Barak dengan pura-pura menjadi Rene.
Bila Batu Apung berhenti bergesekan dengan lantai, artinya Mudapraja terlelap pulas di ubin lantai. Tak ada yang berani naik ke bed walau direntang setegang mungkin. Bahkan sudah di test pakai coint. Lentingannya tinggi, pertanda ranjang memenuhi standar Perdupra. Muda takut tidur diatasnya karena sewaktu-waktu ada pengecekan, sulit direntangkan kembali. Kalau berkerut, pasti kena gampar.
Terkadang bed rapi itu bukan ditiduri penghuninya, tapi oleh kawan jaga barak yang iseng datang usai laporan. Mereka datang tiba-tiba sambil milih bed paling mulus, penghuninya tak gampang marah, adem, beriman dan mudah diperbaiki. Sasarannya pasti Wayan Wiratma, Eko Udiyono, Ukim Sumantri, atau Evert Beretabui. Mereka sabar walau sakitnya tuh disini, di dada kiri.
Tak disangka siang itu muda tertidur kecapean sambil menggosok Batu Apung. Rene tiba mendadak. Tak ada persiapan sama sekali. Jaga Barak luput membunyikan alarm. Biasanya dia berteriak seperti Tarzan. Kali ini tidak. Rene juga datang diam-diam. Seluruh penghuni kalang kabut. Yang sadar segera menyentuh kaki yang lain, "Rene!"
Amujib terlambat bangun. Ia kepergok tak sedang menggosok Batu Apung, tapi molor kebablasan. Dia menggelatak pulas dibawah bed yang dingin. Air liurnya melebur bersama genangan air Batu Apung. Tak sadar Rene berada disampingnya. Ia kesal karena ubin disekitarnya belum mengkilap. Dengan murka Ia berteriak, "ahhhh kau, Amujib, bangun kau! Kau tau salahmu kan?"
Amujib kaget tak karuan dengan jawaban apa adanya, "siap salah pak!" Matanya merah habis tidur. Rene pun tak kalah merah matanya. Merah dan merah bertemu pandang. Satu lunglai, yang lain semangat empat lima. Dengan refleks Rene mengambil tong sampah kosong disamping bed. Bak sampah kecil itu sekonyong-konyong pindah di kepala Amujib. Kepalanya hilang di telan tong sampah. Amujib berteriak dari dalam, "siap salah pak!" Suaranya bergema dalam tong sampah.
Sesekali kepalanya goyang, tubuhnya linglung akibat badai tropika Rene. Amujib tetap bangkit menghadap ke macam-macam arah. Kadang menghadap dinding petak, tak jarang menghadap lemari. Dia tak tau dimana posisi Rene, sebab kepalanya terperangkap dalam tong sampah. Ia seperti kura-kura dalam perahu. Rene menikmati kebingungan Amujib.
Kepala Amujib berkunang-kunang. Banyak benturan dinding tzunami. Rene memang perkasa. Praja yang lain berdiri tegap disamping bed masing-masing. Takut melihat lebih dekat, cukup berharap tak melebar ke bed yang lain. Kalau sampai meluas sudah pasti riwet. Bisa senasib dengan Amujib, hidup terombang-ambing dalam kegelapan yang menakutkan.
Pak Amujib kini pejabat teras di Provinsi Sulbar. Ia pernah menjadi Pj Bupati di Polmas. Rene terakhir menjabat salah satu Kabid di Provinsi Kalimantan Barat. Rasanya ingin reuni, mengenang tong sampah dan keduanya.
Komentar
Posting Komentar