Legasi Puasa
Oleh. Muhadam Labolo
Mengakhiri puasa manusia kembali ke titik nol. Titik beranjak ke segala arah agar nihil beban saat melangkah. Keringanan itu hasil meditasi sebulan penuh. Produknya modalitas mental yang kokoh melawan aral yang terus melimpah. Kesulitan boleh berlalu, namun akan ada kesukaran baru di sebelas bulan berikutnya.
Kedalaman iman manusia selalu terisi dan di uji. Puasa mengisi kekosongan lewat ujian praksis, no drink, no food, & no sex. Itu ujian standar di tingkat pemula. Pada level tertentu puasa menguji manusia dari ambisi terbesarnya, dorongan internal. Ekspresi internalnya adalah memperkaya diri sebanyak-banyaknya, dan menampilkan eksistensi diri seluas-luasnya.
Motivasi memperkaya diri mendorong manusia menjadi lebih kompetitif. Dorongan semacam itu kata Marx meyakinkan kita bahwa manusia lebih individualistis ketimbang homo socius. Dalam kemajuan sains bahkan menuju homo roboticus & homo digitalis. Pertemanan, percakapan, tata krama, relasi dan persaingan bermigrasi ke dunia maya lewat kecerdasan buatan.
Eksistensi diri yang dipermudah teknologi digital menampilkan manusia dalam ratusan rupa. Mungkin ini yang dimaksud kaum psikoanalisis sebagai sexualitas dalam arti luas. Semua konsekuensi akibat perbedaan jenis kelamin yang menimbulkan ketertarikan pada manusia. Motivasi demikian mendorong manusia kerap muncul lewat aksi sensual maupun statmen verbal di dunia maya.
Heritage puasa adalah insulin yang mengubah kekayaaan spiritual menjadi energi positif ke seluruh tindakan manusia. Diantaranya kemampuan mengendalikan motivasi ekonomi dan sexualitas. Puasa memastikan manusia hidup ikhtiar seadanya, bukan mimpi dalam investasi bodong atau berburu ilusi algoritma binomo. Manusia dihinggapi perilaku instan pada semua aspek tanpa proses pematangan.
Dalam hidup berpemerintahan kita mampu mengendalikan ketamakan yang membahayakan cita-cita kolektif. Aksiologi puasa selayaknya menurunkan potensi korupsi pada tiga instansi terkorup menurut versi KPK (2022). Dalam tahun 2021, Pemda kab/kota mendominasi sebanyak 46 kasus, kementrian sebanyak 13 kasus, dan BUMN/provinsi sebanyak 6 kasus. Mayoritas tindak pidana tersebut adalah penyuapan.
Puasa mencipta kesederhanaan diri. Dengan aset itu manusia berjuang melawan apa saja yang berlebihan bagi dirinya dan penyakit sosial seperti korupsi. Mencemaskan akutnya problem sosial semacam itu kata Plato, jika anda harus melanggar hukum, lakukanlah untuk merampas kekuasaan yang korup. Untuk kasus yang lain, pelajarilah dulu. Korupsi memberi kesan kemewahan walau sesaat, namun kesederhanaan memberikan kenyamanan yang lebih lekang.
Legasi puasa juga membatasi sikap narsisme. Tak jarang komunikasi pendek melahirkan dialektika penuh kesumat. Seorang ahli komunikasi bisa dipersekusi hanya karena gagal menerjemahkan idealitas-teks ke realitas-konteks. Demikian pula seorang profesor dapat kehilangan kehormatan hanya karena rendahnya sensitivitas pada isu identitas individu dan kelompok. Pesan-pesan verbal dalam akumulasi tertentu seringkali dinilai xenophobia, rasis serta anti kemajemukan.
Dengan semua legasi puasa itu kita berharap mampu meningkatkan kualitas kemanusiaan. Kualitas tadi tidak saja dalam relasi vertikal, lebih lagi hubungan horisontal. Hubungan itu berkenaan dengan kebaikan yang dipancarkan setiap kita kepada sesama dan alam semesta. Demikianlah spirit taqwa menurut kaum cerdik-pandai, yaitu tak hanya menimbulkan efek melangit juga membumi sebagai esensi rahmatallillaalamiin.
Komentar
Posting Komentar