Menza, Riwayatmu Dulu

Oleh. Muhadam Labolo

Entah siapa yang pertama kali beri nama Menza. Sebuah ruangan besar berbentuk kunci T tempat makan Praja di Kampus IPDN Manglayang. Maknanya sulit ditemukan. Desainer gedung itu dari ITB, tapi tak banyak yang diketahui. Deskripsi Menza di Lab dan Museum kampus tak muncul, kecuali rancang bangunnya. Di google sedikit versi, tapi boleh diartikan tempat berkumpulnya kaum cendekia yang terpilih selektif.

Makna itu saya pikir lebih pas. Sebab semua yang berkumpul dan makan disitu bukan orang biasa. Mereka pilihan dari Sabang sampai Merauke. Isi kepala, kualitas dan performa tubuh punya standar di atas rata-rata. Setidaknya mereka telah melewati test IQ, EQ dan SQ. Pendek kata, tak ada yang kurang dari standar minimum hingga layak makan di Menza.

Di depan Menza ada plaza kecil, tempat apel sekaligus pengecekan pasukan. Bagi Mudapraja, tempat itu sama dengan lokasi pencucian dosa. Transit disitu berarti evaluasi. Mereka yang tak rapi pasti berurusan dengan elit Jarko dan Polisi Praja. Kebelakang pasukan maknanya bisa rupa-rupa warnanya. 

Beberapa praja di ajak cuci muka. Inipun berarti aneka derita. Di plaza jelas-jelas tak ada air, westafel, apalagi kolam. Seperti fatamorgana di padang pasir, janji cuci muka hanya ilusi dan pehape. Yang tersisa hanya suara ramai tepukan tangan. Membuat nyali ciut, walau efektif menghilangkan ngantuk. Segar sekaligus memar disana-sini.

Pintu Menza banyak, tapi akses masuk hanya dibatasi dua dari depan, dua di sayap kanan dan kiri. Bagi yang telat suka mengambil jalur rahasia, basement, tempat karyawan Menza hilir mudik. Jaga barak pun tak ketinggalan mengendap lewat jalur itu. Alasannya jemput makanan bagi yang sakit di barak meski buat logistik nanti malam. Biasalah, semua petugas jaga dalam berbagai status, mulai jaga barak, jaga sena hingga jaga manggala mengidap busung lapar. Lebih lagi malam hari, anginnya dingin dan menusuk. Sepi, yang terbayang hanya gambar Indomie sampai tetesan terakhir. 

Banyak perwira jaga suka periksa PUDD praja. Alasannya standar protokol rutin. Temuan Indomie disita, pelakunya di gebuk, tapi barang bukti ikut hilang. Di posko jaga, tersedia pemanas listrik hasil sitaan. Garpu dililit pakai kabel halus, dimasukkan dalam teko, mienya direndam pakai air panas. Para perwira jaga makan dengan lahap, persis Perwira Kempetai di era Jepang. Mereka bahagia setelah memporak-porandakan mental Mudapraja.

Indomie masa itu ibarat narkoba, berpuluh-puluh praja pernah kena hukum perwira jaga dan pengasuh. Tapi pengedarnya juga tak sedikit, mereka punya jalur sendiri, mulai penadah, backing, sampe bandar besarnya berkomplot. Emak, pegawai menza, satpam, hingga pinatu laundry terlibat. Para Jarko dan Polpra bersih di depan praja, bukan berarti tak menyimpan barang halal semacam itu. Percuma dibasmi, apalagi ditangkap, semuanya tersangka dari hulu hingga hilir.

Perputarannya tak sampai jutaan, apalagi milyaran, tapi cukup menyelesaikan sisi lain dari kekurangan Menza. Menu Menza hanya lengkap di siang hari. Pagi bertemu telur granat diselingi dadar pucat ditambah sejenis sayur laknat. Warna kuahnya coklat, kabur dan cair. Andai di deteksi pakai rapid test antigen kedalamannya, dipastikan positif. Isinya terong yang dicincang tak karuan. 

Rasanya kadang asin atau hambar. Bila tak ingat senior yang duduk sebagai kepala meja, menu ini pasti tak di sentuh. Cara amannya, niatkan sebagai antibiotik supaya lekas tertelan dan selamat di sesi makan pagi. Tak usah pikir macam-macam, terlalu banyak contoh korban Menza, masuk lapar keluar lapar. Dikerjai senior usil, mantan combatan atau Polpra Swasta.

Di tahun 90an, Menza hanya menyediakan kurang lebih 3000 Ompreng Plato. Itu nama tempat makan praja di tahun-tahun awal. Mungkin filosof besar Yunani Plato pernah makan di media seperti itu, atau nama kompi tentara di film Platon. Saya kurang paham. Ompreng terbuat dari baja ringan, warna silver dengan 6 petak. Bulatan tengah lebih besar buat ukuran nasi kapau. Bila makan siang semua terisi penuh, bahkan roti dan buah bisa di luar ompreng. Kalau pagi dan malam dua petaknya kosong.

Isi Menza terdiri dari ruang makan praja putra dan putri. Putri di tengah, putra di sayap kanan, kiri dan sisa sayap tengah. Deretan paling depan untuk jatah elite Manggala Korps Praja. Para jaga dan pengasuh punya meja sendiri. Sisanya ruang keluar masuk makanan pakai lift. Tempat itu juga buat putar lagu Kenny G sebagai pengantar makan. Saxophone buat praja melupakan sejenak penderitaannya, sambil meloloskan jenis makanan apapun yang dihidangkan Menza. Dua instrumennya berkesan di hati, forever in love dan the moment.

Bila musik berhenti, artinya prosesi makan di Menza selesai. Yang masih mengunyah sebaiknya dihentikan. Bila mungkin di telan bulat-bulat seperti Ular Piton. Gunanya mengurangi pelanggaran etik. Begitu lonceng selesai bunyi, biasanya banyak pengumuman susulan. Salah satunya pemanggilan sejumlah tersangka yang wajib menghadap usai makan. Rasanya membahagiakan musiknya, tapi mendebarkan pengumumannya.

Didinding atas, belakang meja makan korps praja ada lambang garuda berukuran besar. Warnanya kuning emas dan diselingi peta Indonesia. Setiap masuk Menza wajib PPM kolektif atau perorangan. Semakin senior semakin variatif gaya hormatnya. Kadang pakai kecupan dua jari di bibir. Syukur kalau lolos. Sempat ketahuan Pak In bisa di tuduh insubordinasi atau anti Pancasila. Praja bisa berbulan-bulan pakai ransel dan PDL. Menyiksa dan serasa mengganggu harga diri.

Pegawai Menza baik-baik. Tapi Kepala Menza yang eks koki kapal perang itu tak kenal kompromi. Mayor Oyo, anaknya sekarang jadi dosen, Pak Heru Rohmansyah. Ketidakdisplinan bisa beroleh konsekuensi. Berlaku untuk semua, termasuk pegawai Menza. Praja keder, kecuali satu dua yang nekat. Nekat karna ada pegawai Menza yang cantik. Konon ada praja yang kepincut dan kawin lepas wisuda. Investasinya bahkan telah lulus dan kerja di Pemda. Boleh dibilang luar biasa, karena biasa di luar. Itu cerita lain, semacam Menza undercover. 

Upacara makan di Menza satu kebanggaan. Apalagi kalau ada tamu dari luar didampingi pejabat kesatrian. Menunya bisa berubah mendadak. Praja diuntungkan. Saat makan biasanya hening, kecuali para senior teratas yang boleh bercakap. Sisanya tutup mulut. Selesai makan tak berarti prosesi berakhir. Boleh jadi ribut oleh penjatuhan sanksi. Beberapa diinterogasi, yang lain diberi minum bir STPDN, push up, dan menu punishment lain.

Menza kini tak sekokoh dulu. Usianya semakin renta, hampir genap 30 tahun. Jarang disentuh. Menza melayani antara lima sampai tujuh ribuan praja. Konstruksinya mulai goyah, atapnya banyak yang bolong, baunya tak sedap. Sekarang sedang direhab total, di suntik semen agar tak rapuh di makan usia. Bagaimanapun, Menza berjasa memfasilitasi orang-orang pilihan yang memiliki talenta bagi masa depan kader pemerintahan.

Di Inggris, tak seorangpun pejabat pemerintah yang lolos dari uji tata cara makan yang baik (table manner). Itu bagian dari kecakapan dan budaya kepemimpinan. Dan hanya dibentuk lewat kebiasaan makan yang baik. Intinya membentuk kepercayaan diri. Percaya diri akan masa depan kepemimpinan. Kata seorang mentor dunia, if your want to be a successfull person, with the top people so you have to know the top standard, the international standard. Menza mengajarkan semua itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seri: Kajian Filsafat Ilmu Pemerintahan

Pamongpraja, Tinjauan Filosofis, Etimologis, Historis, Relevansi dan Gagasan Kekinian

Memosisikan Mahakarya Kybernologi Sebagai Ilmu Pemerintahan Berkarakter Indonesia[1]