Uus Kuswanto, Pengawal Jakarta Barat

Oleh. Muhadam Labolo

Uus kontingen Jawa Barat. Dia seperti pangeran yang tertukar. Tugasnya di Jakarta ketika Pasopati di pencar ke seluruh nusantara. Ia mengawali karier di wilayah. Mendaki pelan hingga puncak. Di ibukota negara, anda hanya akan melaju ke top manager bila pernah merangkak di wilayah. Jangan harap bila hanya mengeram di staf. Masa depan anda sudah bisa di tebak. Begitu kata orang sono. 

Sebenarnya, Uus telah dua kali jadi walikota. Intrik kecil melahirkan pergeseran yang justru mengantarkan Ia duduk sebagai Penjabat Sekda Provinsi DKI Jakarta. Saya menyemangatinya agar tetap sabar. Ini hanya soal pergiliran. Hanya soal waktu. Uus birokrat sabar. Nyatanya, kesabarannya menghasilkan apa yang dijabatnya hari ini. Walikota Jakarta Barat.

Waktu Ia duduk sebagai pejabat sekda, saya di telpon hingga kuping panas. Saya lihat arloji, kurang lima menit persis sejam. Barusan ada pejabat berbincang selama itu. Saya sampai menyelonjorkan kaki di Masjid Cilandak, agar bisa mendengarkan curhatan dengan santai. Ia bercerita dinamika dalam birokrasi, sampai pertimbangan mengapa Ia dipilih duduk disitu.

Semasa Anies gubernur, Uus salah satu birokrat yang berada di ring pertama. Sosoknya memang tak sepopuler yang lain. Gaya kerjanya senyap. Tak mau menonjolkan diri, kecuali benar-benar dibutuhkan. Ia pernah melayani gubernur sebagai deputi bidang pariwisata dan kebudayaan. Menjadi sekretaris dinas kehutanan, asisten kesra, dan Wakil Walikota Jakarta Timur.

Waktu Ahok pimpin Jakarta, Uus juga tulang punggung selain alumni Manglayang lainnya. Ia loyal pada siapa saja yang jadi pimpinan. Tak mau dianggap Samurai tanpa tuan. Namun Ia mewanti-wanti agar kita mampu menempatkan diri. Seimbang, supaya tak di cap kelompok A dan B. Kondisi ini seringkali mengesankan birokrasi larut dalam politisasi.

Uus, yang wajahnya mirip mantan Wakil Gubernur Prijanto, punya banyak cerita soal-soal pergeseran pejabat di lingkungan birokrasi Jakarta. Jakarta memang punya daya tarik tersendiri, sekalipun tak lagi menjadi Ibukota Negara Republik Indonesia. Pengangkatan walikota administratif ada di tangan gubernur. Faktanya kepentingan politik juga ikut bermain.

Jakarta memang daerah khusus. Wewenang penuh ada pada gubernur. Level kota bukan daerah otonom. Mereka di angkat seperti pejabat eselon dua lainnya. Tak ada pemilihan walikota dan legislatif di tingkat dua. Kekhasan itu membuat kota-kota di Jakarta tak segempita kota lain saat pemilukada. Disini yang penting loyalitas, dedikasi, pengalaman, serta disiplin.

Kang Uus pernah berharap Pak Bahtiar masuk Jakarta. Teman seangkatannya di Manglayang. Namun nasib orang tak ada yang tau. Pj gubernurnya saat ini, Mas Heru, pernah jadi atasannya dimasa lalu. Tak ada masalah. Bahkan Mas Heru Budi Hartono yang promosikan Uus jadi pelaksana sekda beberapa bulan sebelum kembali jadi walikota. Mereka punya chemistry.

Relasi baik sejak meniti karier menjadi modal utama. Uus punya investasi disitu. Ia mencoba hidup seseimbang mungkin. Tak berpihak kesana dan kesini. Ia ingin terlihat netral, sebagaimana harapan norma dalam undang-undang. ASN harus bersikap netral. Ia berusaha berdiri di posisi tengah, yang mulai langka dilakukan birokrat sekarang ini.

Netral tak berarti pasif. Ia menyarankan kita selalu menerawang mata angin. Kemana arah mata angin hari ini, esok dan seterusnya. Ia minta saya titip salam buat Mas Bergas agar rajin menghadap Pj Gub Jateng, Pak Nana Sudjana. Saya tak paham, hubungan khusus apa Kang Uus dengan Kang Nana. Entah sekampung, atau seormas. Maklum, Kang Uus sering melayani para pejabat dan capres dengan ormas NU di Jakarta. Ia juga anak kyai NU di Jabar.

Rasanya, perangai Uus yang adem dan suka cari aman itu mengingatkan istri di rumah. Mungkin karena sama tanggal lahirnya, 21 Januari. Ia lahir di Ciamis, anak pertama dari tiga bersaudara. Uus selalu menekankan pentingnya persaudaraan. Ia tulis itu dalam buku kenangan, dimanapun kita berada, ikatan persaudaraan tak boleh dilepaskan. Persaudaraan penting di jaga sepanjang masa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Sartono, M. Jaffar dan Indrarto

Seri: Kajian Filsafat Ilmu Pemerintahan

Pamongpraja, Tinjauan Filosofis, Etimologis, Historis, Relevansi dan Gagasan Kekinian