Pengantar Kata, Pasopati di Penghujung 2023
Oleh. Muhadam Labolo
Setahun terakhir Pasopati telah banyak meraih puncak-puncak tertinggi. Entah pejabat kepala daerah maupun naik ke eselon tertinggi di lingkungan masing-masing. Walau tak semua, namun representasi simbolik itu memberi pesan ke semua penjuru negeri bahwa Pasopati ada, dan turut memberi kontribusi bagi pemajuan bangsa yang rasanya sedang tak baik-baik saja.
Menapaki 2024 Pasopati butuh tenaga. Maklum, di sisa etape 8-10 tahun kedepan kita butuh gerak sprinter agar capaian akhir di masa depan penuh goresan sejarah. Tentu tak semua berorientasi kesitu, sebagian besar hanya ingin sampai di finish tanggungjawab, tak perlu harus juara. Cukuplah sampai disitu, ikhlas dan aman sentosa.
Hidup memang sebuah pilihan. Pilihan untuk berkecepatan atau melambat, tergantung cita apa yang ingin di tuju. Pasopati tak perlu berkecil hati, apalagi bertepuk dada, sebab semua punya kapasitas dan durasi berbeda. Dalam batasan itulah kita terus bersyukur agar tak mudah mati rasa.
Kita bersyukur, meski dengan keluh-kesah, toh sampai juga di penghujung 2023. Betapa tidak, di hari-hari lewat itu, beberapa pergi begitu saja, tak sempat pamit, bahkan tak kuat bertumpu di bumi walau hanya sekedar reuni. Dengan imaji itu, kita semestinya kian merunduk, menemukan sebanyak mungkin kawan, bukan lawan.
Kita mungkin telah berikhtiar keras, namun tak semua mendapat apresiasi. Kita hanya perlu bangkit dengan keyakinan kokoh, bahwa penilai kinerja bukan semata manusia, juga Tuhan disana. Dengan begitu kita enggan berputus asa agar tak mudah dikasihani, apalagi dilecehkan sebagai insan lemah.
Mengutip penggalan puisi sastrawan politik Khozinudin, biarlah dihadapan manusia diabaikan, sebab resiko itu kita tuju karena menginginkan ridho Tuhan. Biarlah, segala persepsi menghakimi. Toh akhirnya kebenaran akan menemukan jalannya sendiri.
Lihatlah matahari di ufuk, pasti akan terbit. Kegelapan malam pasti kan sirna. Mulut-mulut yang menganga, yang mengedarkan tuduhan dan celaan, suatu saat akan terbungkam. Bukan oleh tanganmu, tapi oleh kenyataan.
Mutiara, akan tetap mutiara. Yang berlumpur, tak akan pernah merasa menjadi mutiara. Lewatilah waktu tanpa menghitungnya, karena kesibukan amal akan mengantar kita pada perubahan yang tak terelakan. Becik ketitik, olo ketoro.
Komentar
Posting Komentar