Erhan & Poltar Siregar

Oleh. Muhadam Labolo

Dulu, di Sekolah Manglayang ada Polisi Tarweh. Biasa di sebut Poltar. Semacam unit reaksi cepat yang dibentuk saban Ramadhan. Mungkin identik dengan Satgas Merah Putih. Anggotanya senior Bintalroh. Tugasnya mengecek praja yang malas turun Tarweh. Poltar datang dadakan, tergantung kuantitas praja muslim di masjid. Jika terlalu sedikit, mereka turun gunung.

Malam itu, Erhan asal Maros dan tiga kawannya ketiduran lepas buka puasa. Mungkin banyak makan kolak hingga ambyar. Mereka tidur di petak yang sama, berderetan. Tiba-tiba pintu depan paling ujung di dobrak salah satu Poltar. Keempat praja mengkerut kaget, tak bergeming di tempat tidur. Ditanya Poltar, "mana Jaga Barak?" Yang dicari berlari terengah-engah dari ruang belajar, menyeret kopel rim sambil dilingkar ke pinggang. Ia kaget, Poltarnya Bang Rahmat Siregar, kosong dua. Terakhir kali bertugas di Tapanuli Selatan.

Bang Siregar galak kalau urusan ritus. Ia punya bekas jahitan di kepala hingga dipanggil baret merah. Bang Siregar tanya dengan logat Batak yang khas, "ada kawan kau yang tak Tarweh malam ini?" Jaga Barak gugup. Terbata-bata Ia jawab, "siapp, ada kak!" Dia sulit berbohong kali ini sebab tersangkanya ada di sekitar situ. Bang Siregar mengejar cepat, "dimana mereka?" Kata Jaga Barak, "di petak E, kak!" Bang Siregar melaju ke Petak E tanpa menghiraukan lagi Jaga Barak yang seketika berubah cekatan menjadi Ajudan Poltar.

Betul juga. Di Petak E terbaring lemas empat praja tertutup selimut dengan lampu samar-samar dari Musholla. Bang Siregar berteriak keras sambil menginterogasi dari bed pertama. Keempatnya kaget bukan kepalang. Tak ada jalan keluar kecuali menjulurkan kepala satu persatu, persis kura-kura ninja. Bang Siregar menarik separuh selimut praja sambil bertanya, "kamu agama apa hah?"

Praja di bed pertama paham maksud pertanyaan Bang Siregar, dia sigap menjawab, "siap, katolik kak!" Bang Siregar cukup toleran, beliau langsung ke bed kedua tanpa melanjutkan pertanyaan. "Kamu agama apa, dek?" Praja disamping tak kurang akal, dia jawab tegas, "siap kak, Protestan!" Bang Siregar tak mau buang waktu, Ia langsung bergeser ke bed ketiga, "kamu?" 

Praja disebelah bed tak kurang bahan pula, Ia jawab tangkas seperti dua praja sebelumnya, "siap kak, Hindu!" Kini tinggal tersisa satu, Erhan. Di balik selimut Ia mendengar seksama setiap pertanyaan Bang Siregar. Pikirnya, semua agama telah habis di sebut oleh kawan di sebelah bed. Ia ingin jawab Budha, tapi segera sadar bahwa tidak ada praja beragama Budha. Itu konyol, apalagi sebut Konghucu, bisa kena lempar blek Khong Guan.

Bang Siregar berdiri tepat di kaki Erhan, Ia merasa seakan gagal mendapatkan tersangka utama. Dia menyergap dengan pertanyaan yang sama, "dek, kamu agama apa?" Erhan takut menjawab Islam, sebab akibatnya sudah jelas. Dengan gentar beliau jawab setengah tersedak, ee siap kak, saya kak? Eee I Wayang Kak!" Bang Siregar seketika bingung sekaligus curiga.

Dengan cepat Bang Siregar menarik selimut di kaki Erhan. "dek, kau ikut kakak ke Posko, sepertinya agamamu tak jelas. Kutanya agama kau, kau bilang tadi I Wayang, itu agama apa? Hindu bukan, Islam bukan, nanti kau jelaskan di Poskolah. Rasanya abang tau asal kau darimana dek!" Erhan loncat dari bed, berganti PDH menuju Posko. Ia berjalan dengan dzikir & doa, berharap tak di giring ke neraka. Entah neraka di Posko maupun neraka yang sesungguhnya.

Dua jam kemudian Erhan pulang dengan kondisi berantakan. Entah apa yang terjadi di Posko, yang jelas Ia tak banyak bicara sesampainya di barak. Sesekali senyum dan tertawa lucu sebagaimana khasnya. Ia mengambil air minum di botol, menenggak hingga mengalir deras beberapa detik di tenggorokan. Ahhhh, rasanya puas, semua kembali normal, Ia kembali Muslim, tak jadi murtad lantaran takut pada Poltar Siregar. Ia sepertinya menyesali jawaban cepat tadi, kelebihan vitamin G, I Wayang, seharusnya cukup I Wayan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Sartono, M. Jaffar dan Indrarto

Seri: Kajian Filsafat Ilmu Pemerintahan

Pamongpraja, Tinjauan Filosofis, Etimologis, Historis, Relevansi dan Gagasan Kekinian