Belajar dari Kepala Daerah Lain
Oleh.
Dr. Muhadam Labolo
Bagaimana meningkatkan keberhasilan
daerah dalam kerangka visi, misi, program dan kegiatan yang telah disusun
sedemikian rupa? Tentu ada banyak cara. Seperti
kata para sejarawan, ada banyak jalan ke Roma. Saya suka memberi buku pada
beberapa kawan Bupati yang suka membaca.
Kadang saya berpikir percuma saja memberi mereka buku, sebab tak ada
waktu untuk membaca. Ternyata dugaan
saya sempat keliru, sebab seorang Bupati di Gorontalo di sela-sela kesibukannya
masih menyempatkan untuk membaca. Malah saya malu kalau ketemu dengan beliau,
sebab yang ditanya pertama adalah, “mana
buku baru untuk saya?”. Mungkin satu dua Bupati yang punya kebiasaan
demikian, selain pertanyaan yang lazim seperti, apa kabar pak? bagaimana bisnis anda? berapa anak? dimana kerja?
Atau apa saja sebagai pembuka basa-basi di ranah protokoler elit lokal. Sekarang
ini, jangankan baca buku, baca koran saja para elit sudah tak punya waktu. Bagaimana mereka bisa menyerap aspirasi
rakyat kalau membaca saja sudah tak punya waktu sedikitpun. Jangan-jangan membaca Qur’an pun sudah tak
sempat lagi dalam seminggu. Kalau koran
adalah kumpulan dialektika rakyat dengan pemerintahnya, bersifat temporer, dan
dikemas sedemikian rupa oleh para jurnalis biar enak dibaca, maka Qur’an adalah
jurnal komprehensif dari dialektika Tuhan dengan semua ciptaanNya serta
bersifat sepanjang masa. Yang satu memberi informasi setiap hari tentang
hubungan antara yang memerintah (Pemerintah) dengan yang diperintah (Rakyat),
sedangkan yang kedua memberi informasi sepanjang hayat tentang hubungan ideal
antara yang memerintah (Allah Swt) dengan yang diperintah (manusia dan semua
ciptaanNya). Selain membaca dari banyak sumber, membangun komunikasi dengan siapa
saja yang dipandang konstruktif sangatlah baik. Lemahnya komunikasi pemerintah
selama ini membuat rakyat tak begitu paham apa maksud dari setiap kebijakan
yang diputuskan. Kini kita dapat
memahami, mengapa pemerintah selama ini merasa diserang oleh pers. Saya
piker, satu-satunya cara kalau malas membaca, takut membangun komunikasi secara
langsung, cobalah belajar dari keberhasilan daerah lain. Untuk tujuan memajukan daerah, belajar dari
keberhasilan daerah lain bukanlah sesuatu yang tabu. Bahkan meminjam pemain luar untuk memperkuat
tim nasional seperti dunia persepakbolaan bukanlah hal yang haram. Apalagi
kalau hanya blasteran seperti Irfan Bachdim
dan Christian Gonzales. Lebih dari semua itu adalah melakukan (to do) dari sedikit yang dapat
dipelajari. Lebih baik melakukan
sedikit, daripada banyak belajar dan menerima masukan (input) tapi tak sedikitpun yang dapat direalisasikan. Sudah banyak Pemda yang membuang percuma
APBDnya untuk tujuan studi banding, bahkan tak sedikit yang memiliki banyak
lulusan magister dan doktor, tapi bisa di hitung dengan jari berapa banyak
perubahan yang dapat dilakukan di sebuah daerah. Kalaupun ada bangunan disana-sini, tak lebih
dari hasil kompromi politik, bukan lahir dari suatu perencanaan yang
sehat. Itulah mengapa pembangunan di
daerah terkesan lamban, boros dan tak fokus.
Kita perlu belajar banyak tentang pengelolaan pemerintahan daerah di
Jembrana, Tanah Datar, Solok atau Sragen misalnya. Bahkan, untuk pengelolaan kota, kita perlu
belajar pada Kota Surakarta dan Kota Jogjakarta. Kalau Walikota Surakarta mampu
mengendalikan pedagang kaki lima dan menukar hajat hidup mereka dengan
alternatif lapangan kerja sehingga mampu menurunkan angka kemiskinan, maka
Walikota Jogjakarta pada sisi lain mampu mengendalikan anggaran sedemikian rupa
hingga mendorong efisiensi dalam
pengelolaan pemerintahan daerah. Apa
yang dapat dipetik dari pelajaran berharga demikian? Yang pertama adalah kemampuan melakukan
pemberdayaan, yang kedua adalah kemampuan menciptakan regulasi yang efektif sebagaimana
fungsi-fungsi pemerintahan. Bagi
pemimpin yang memiliki visi, melakukan pemberdayaan melalui berbagai program
dan kegiatan ditingkat operasionalisasi bukanlah hal yang sulit. Demikian pula bagaimana menekankan tentang
perlunya efisiensi supaya daerah mampu mengalokasikan sebagian sumber dayanya
untuk kemaslahatan masyarakat. Kita
pantas memberi apresiasi atas penghargaan yang telah diberikan oleh pemerintah
terhadap kedua kota tersebut. Di lain tempat, pemerintah tampaknya kehilangan
banyak energi hanya untuk merealisasikan program dan kegiatan yang tak
menyentuh kepentingan masyarakat secara luas.
Pembangunan Ruko (Rumah Toko) misalnya, sering dinilai sebagai projek mercusuar yang mengesankan sebagai hasil
pekerjaan monumental. Padahal, berapa
banyak Ruko di daerah yang tak berfungsi optimal, bahkan bermasalah dikemudian
hari. Entah digugat oleh pemilik tanah,
atau tak memiliki prospek yang jelas dari sisi peluang ekonomi. Parahnya, yang menikmati fasilitas Ruko
justru kelompok menengah keatas, bukan rakyat jelata. Lalu, untuk siapa sebenarnya para pemimpin
tersebut dipilih, apakah untuk memakmurkan para pemegang modal, atau untuk
masyarakat luas? Kita paham jawabannya, sebab para pemimpin berkepentingan
dalam setiap transaksi kekuasaan.
Sebaliknya, para pemegang modal berkepentingan dalam menjaga sumber daya
yang tersedia lewat regulasi dan fasilitas yang dapat melindungi kepentingan
mereka dengan aman. Demikianlah mengapa
pemerintah seringkali tak berselera untuk melindungi kepentingan rakyat banyak,
sebab selain tak menguntungkan dari aspek ekonomi, juga mengandung resiko yang
sulit dikendalikan. Satu-satunya alasan
pemerintah berpihak pada rakyat karena rakyatlah yang memberi suara pada setiap
perhelatan pemilu atau pilkada. Selepas
itu, antara pemerintah dan rakyat adalah dua kutub yang saling tak mengenal,
atau bahkan bertengkar setiap hari.
Setiap tahun kita disuguhi oleh keberhasilan daerah lain lewat lomba
pembangunan pada berbagai momentum kenegaraan.
Tetapi, setiap tahun pula kita tak pernah belajar dari keberhasilan
daerah lain untuk memajukan daerah kita sendiri. Kita terlalu percaya diri dengan
apa yang telah dicapai selama ini. Seakan-akan kita yakin betul bahwa semua yang
terbangun secara visual di daerah adalah maha karya tunggal para elit. Padahal, jika kita sadar, semua itu hanya
mungkin dapat tercipta karena kerelaan masyarakat dalam wujud partisipasi yang
teramat luhur.
Komentar
Posting Komentar