Siapa Figur Bupati dan Wakil Bupati ?
Siapa Figur Bupati dan Wakil Bupati ?
Oleh. Muhadam Labolo
Pada tahun 2011, bursa pemilihan kepala
daerah di Kabupaten Luwuk dan Bangkep tinggal menghitung hari. Soal siapa bakal calon yang akan menjadi
Bupati dan Wakil Bupati berikutnya sangat bergantung pada faktor kapabilitas,
popularitas, kekuatan dana, dukungan basis konstituen, dan faktor
keberuntungan. Kalau menimbang faktor
kapabilitas dan popularitas, maka sejumlah nama yang cukup berpengalaman dari
mantan anggota DPR RI hingga elite lokal saya pikir cukup
representatif untuk dinominasikan. Jika
menimbang faktor kekuatan dana, maka tak semua calon yang punya kapabilitas dan
populer dapat maju sebagai kandidat Kepala Daerah. Paling bisa duduk manis sebagai orang nomor
dua sambil bersabar menunggu peluang yang tepat untuk maju sebagai kandidat
pertama. Bagi mereka yang cukup populer
tampaknya relatif di dukung oleh basis konstituen. Masalahnya, masih adakah basis konstituen
yang punya militansi kuat kendatipun tidak dibayar alias gratis? Saya pikir ini tidak realistis, sebab
jangankan masyarakat awam, kelompok menengah seperti perguruan tinggi, LSM,
penguasaha dan media massa-pun kadang terlibat secara langsung atau
sembunyi-sembunyi buat mendongkrak kepentingan masing-masing. Katanya, yang
penting kebagian projek, dari pada tidak kebagian sama sekali. Pendeknya semua serba pragmatis, sambil
mempertahankan sehelai idealisme.
Mungkin yang sedikit jujur adalah para tokoh agama dan satu dua orang
pendidik, sekalipun di satu daerah semua tokoh agama diberi insentif yang
membuat mereka akhirnya berani menjustifikasi yang halal menjadi haram dan
sebaliknya. Faktor terakhir yang paling
abstrak tentu saja faktor keberuntungan.
Banyak juga kandidat yang suka berkolaborasi dengan sekawanan jin,
dukun, para normal dan kyai tertentu buat membuka aura keberuntungan. Jangan heran kalau di kandidat kalah,
biasanya berubah menjadi sedikit tidak waras, berbicara sendiri bahkan telanjang
di tengah kerumunan massa
persis kelakuan jin peliharaannya.
Di
kampung saya, mencari calon wakil bupati jauh lebih sulit dibanding mencari
calon bupati. Maklum saja, semua
kepengen menjadi calon bupati ketimbang calon wakil bupati. Calon bupati kali ini tampak cukup beragam,
menurut rumor ada mantan anggota legislatif pusat yang punya pengalaman bermain
di panggung politik dengan jam terbang yang tak perlu diragukan. Mungkin beliau pengen mengabdikan diri di
akhir usia dengan memanfaatkan akses yang selama ini sudah terbangun di tingkat
pusat. Bagus juga seandainya terpilih,
sebab kita tidak perlu berteriak-teriak di DPR-RI buat segepok tambahan
anggaran yang selama ini katanya mesti di jolok pake bambu runcing.
Mudah-mudahan dengan terpilih kita bisa menghemat bambu di kampung buat peringatan
tujuh belas agustus. Ada
kandidat berasal dari sekretariat negara, saya pikir ini juga bagus buat
membuka akses dalam istana yang selama ini susah di tembus. Jangankan masuk istana, berfoto di depan
istana Negara-pun saya kira guru dari kampung masih takut, apalagi berurusan
dengan para pejabatnya. Mudah-mudahan
terpilih, supaya setiap orang di kampung bisa dengan mudah lalu-lalang masuk ke
istana tanpa pemeriksaan yang ketat. Ada
lagi calon bupati berasal dari kabupaten lain, yang katanya putra asli daerah
serta cukup makan garam sebagai wakil
bupati. Saya pikir ini juga bagus,
paling tidak kemajuan di daerah lain bisa diaplikasikan di kampung
halaman. Yang kita kuatirkan jangan
sampai di daerah lain justru tidak lebih maju dari daerah sendiri, lalu apa
yang mau dikembangkan? Mudah-mudahan bukan mengembangkan nepotisme, sebagaimana banyak terjadi di berbagai daerah. Calon lain saya dengar berasal dari politisi lokal
yang selain tak berpengalaman, kurang dukungan basis konstituen kecuali restu
pimpinan beberapa koalisi perahu partai politik. Katanya, yang bersangkutan benar-benar tak
punya modal, kecuali modal nekat dan percaya diri yang berlebihan. Ini bagus buat pemanis saat kampanye supaya
tampak ada kompetitor dalam praktek berdemokrasi. Kalau terpilih sebaiknya jangan, sebab tanpa
dukungan dan modal yang kuat maka yang bersangkutan pasti memulai hidup baru
dengan memanfaatkan APBD yang ada buat menutupi hutang piutang
disana-sini. Maaf, saya tidak menuduh,
tapi kenyataan sudah banyak. Calon
berikutnya katanya incumbent, baik
bupati maupun wakil bupati. Kedua calon
sebenarnya sangat bagus, sebab selain berpengalaman juga kita yakin punya
kapabilitas, basis konstituen, populer dan tentu saja didukung oleh kekuatan
dana dan mesin birokrasi yang memadai. Masalahnya,
bagi pemilih rasional tentu akan menimbang seberapa besar kemajuan yang telah
dicapai selama ini. Apakah mundur, jalan
di tempat atau barangkali maju terus pantang mundur? Mereka pasti menilai secara visual baik fisik
maupun non fisik. Saya pikir, terlepas
dari berbagai kekurangan, pastilah incumbent
bupati dan wakil bupati telah berbuat sekalipun disana-sini belum
memuaskan. Sebagai manusia biasa kita
tentu memaafkan, dengan berbagai catatan yang harus diperbaiki pada periode
berikutnya kalau terpilih kembali.
Syukur-syukur kalau masih harmonis berpasangan hingga periode
berikutnya, sebab dalam banyak kasus termasuk Presiden dan Wakil Presiden
seringkali pecah kongsi di akhir jabatan dan mencari jalan terbaik
masing-masing. Parahnya, ketika
menghadapi Pemilukada mereka saling menjatuhkan, seakan semua program
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang pernah dirajut bukanlah hasil
kerjasama. Ini sama dengan perkawinan
legal, lalu pisah ranjang tanpa mengakui anak yang dibuahi sebagai hasil
hubungan yang sah selama ini. Lalu, siapa yang mesti dipercaya? Kalau masyarakat dihadapkan dengan polemik
semacam itu, maka saran saya, tinggalkan atau cari pemimpin baru yang lebih
menjanjikan.
Kini,
siapa calon wakil bupati yang lebih pas buat mendampingi sosok bayangan yang
saya gambarkan diatas? Saya sarankan pertama,
calon wakil bupati sebaiknya sosok yang relatif bersih dari gonjang-ganjing
politik sehingga tak membuat kandidat bupati teraniaya dikemudian hari, sebab
banyak wakil bupati selama ini justru menjadi duri dalam daging sehingga bupati tak khusyu bekerja selama
menjabat. Kedua, calon wakil bupati
sebaiknya dapat bekerjasama dengan baik, sebab itu dibutuhkan komitmen yang
tinggi hingga akhir masa jabatan. Hal ini untuk mencegah perpisahan di tengah
jalan. Ketiga, calon wakil bupati sebaiknya berasal dari kelompok
birokrasi sehingga mampu mengawal bupati lewat pengawasan internal serta paham
betul bagaimana menjalankan mesin birokrasi.
Bukan sebaliknya, memanfaatkan birokrasi bagi kepentingan politik. Keempat,
carilah calon wakil bupati yang masih muda, sehingga dapat dianggap sebagai
kawan dan sahabat yang baik dalam berkomunikasi. Selama ini, salah satu motif perceraian
antara bupati dan wakil bupati lantaran terputusnya komunikasi sehingga
berakhir sudah semua bulan madu. Kelima, carilah calon wakil bupati
yang lebih banyak berpikir membuahkan gagasan, bukan yang banyak berpikir
membuahkan intrik politik internal.
Jangan heran kalau beberapa kandidat suka melamar kaum akademisi di
kampus terdekat, biar stabilitas keamanan selama satu periode kedepan aman dan
terkendali. Kesimpulannya, carilah calon wakil bupati yang tak terlalu kaya,
sederhana, punya etika, berpengalaman, muda, cerdas, serta punya hubungan sosiologis
dan dukungan politik yang kuat supaya tak memelihara api dalam sekam. Jadi, yang merasa memenuhi kriteria ini, saya kira
perlu menyodorkan biodata lengkap kepada para kandidat bupati. Atau bagi para kandidat bupati, saran saya jangan
sungkan-sungkan untuk melamar, sebab mungkin saja keberuntungan anda justru datang
dari orang nomor dua, siapa tau?....
Komentar
Posting Komentar