Makna Memaafkan
Oleh.Dr. Muhadam Labolo
Diujung Ramadhan kita menghadapi
pertemuan kolosal untuk saling memaafkan. Tentu saja hanya ada dua kategori
manusia yang saling berjumpa dalam kesempatan langka setahun sekali tersebut,
yaitu memohon maaf atau memberi maaf. Memohon maaf rasanya lebih mudah dari
sekedar memberi maaf. Terkadang terdapat
sekerat kotoran yang melekat dendam dalam jiwa hingga sulit melonggarkan hati
agar tulus memberi maaf pada orang lain.
Memberi maaf berarti melepaskan semua ganjalan dalam hati akibat
perbuatan orang lain yang membuat kita menaruh curiga dan dendam. Itulah mengapa nilai memberi maaf lebih
tinggi dibanding memohon maaf. Bahkan
dalam Al-Quran kita diperintahkan lebih banyak memberi maaf daripada
sebaliknya. Berbekal perintah itulah
maka lewat kesempatan ini saya atas nama pribadi dan keluarga membuka maaf yang
seluas-luasnya sekiranya dengan jarak yang begitu jauh tak dapat bertatap wajah
secara langsung. Sebaliknya, dengan
harapan agar dimaafkan sayapun memohon maaf yang sedalam-dalamnya sekiranya
tulisan dan bahasa dalam rubrik kecil ini banyak menyita energi para pembaca
sehingga menimbulkan sahwasangka yang membuat para pembaca merasa kurang enak
hati, apalagi sampai menyimpan dendam membara.
Semua paham, bahwa tulisan dalam rubrik ini tidak lain hanyalah bagian
dari partisipasi penulis dalam mengemban tridarma perguruan tinggi, yaitu
pengabdian masyarakat. Terlepas dari tujuan mulia tersebut kita yakin bahwa
penulispun pernah alpa, sehingga para pembaca merasa terganggu mata, telinga
dan perasaannya. Memaafkan merupakan salah satu buah dari ibadah sebulan penuh
di bulan suci Ramadhan. Memaafkan akan
melunturkan sekat yang membatasi hubungan diantara sesama manusia. Memaafkan akan mendorong kesetiakawanan
sosial. Memaafkan dapat mempersatukan mereka yang bercerai-berai. Memaafkan
akan memudahkan sebuah pekerjaan dalam sebuah tim. Memaafkan dapat mendorong kinerja dalam
birokrasi. Memaafkan memudahkan pemimpin
mengendalikan bawahannya. Memaafkan
dapat membuat bawahan percaya bahwa pemimpin selalu memberi kesempatan untuk
memperbaiki kesalahan. Pendek kata,
memaafkan merupakan jalan pintas untuk memulai sesuatu dari nol kilometer,
tanpa batas, tanpa ganjalan, tanpa sekat, tanpa rintangan dan tanpa hambatan
yang selama ini serasa membatasi hingga mengurangi kinerja kita dalam kehidupan
keluarga hingga berpemerintahan.
Pertanyaan pribadi saya adalah, sudah berapa banyak yang kita maafkan
hingga saat ini? jangan-jangan kita
masih menyisakan beberapa diantara kumpulan keluarga dekat, satu diantara teman
sejawat, dua sampai tiga orang bawahan yang kita pandang paling jahil selama
ini, atau sebaliknya pimpinan yang arogan dan diskriminatif. Kalau ini masih tersisa, saran saya adalah
carilah waktu yang tepat buat menghalalkan (halal
bihalal) semua itu. Bagaimana kalau
terlalu tinggi pembatas yang mesti dilampaui dalam hati hingga sulit memberi
maaf pada seseorang? Saya hanya memberi tips sederhana, sebaiknya dicicil
satu-persatu hingga selesai waktu demi waktu, sebelum kita menghembuskan nafas
yang terakhir. Saya kira kita semua tau,
bahwa kesholehan individu bukanlah jaminan untuk masuk kedalam surga, kita
membutuhkan kesholehan sosial sebagai modal besar untuk tiket bergabung di
taman firdaus. Kita bisa saja dimaafkan Tuhan dengan berharap dari kelegawaan innnallaha gafururrahim, tetapi kita
kadangkala tertahan di pintu surga hanya karena persoalan muammalah (sosial) yang tak kunjung selesai. Saya teringat sebuah
cerita antara seorang Nelayan dengan Raja. Suatu ketika sang Nelayan seharian
penuh mencari ikan di laut, namun hingga sore ia tak mendapatkan
seekorpun. Lalu Nelayan tersebut berdoa
kepada Tuhan agar diberikan seekor ikan buat makan hari itu bersama anak dan
istrinya yang sedang menunggu di rumah.
Tuhan mendengar doanya, jaring sang nelayan tiba-tiba berisi seekor ikan
besar yang membuat ia bersyukur lalu bergegas pulang. Ditengah jalan ia bertemu Raja dengan
sekelompok pengawalnya yang bertujuan mencari ikan pula. Ketika Raja melihat Nelayan tersebut membawa
ikan, maka diperintahkan salah seorang pengawalnya untuk merampas ikan
tersebut. Dengan perasaan sombong maka Rajapun kembali ke istana. Sebelum ikan dimasak, Raja mengelus ikan tersebut
dengan perasaan bangga. Tiba-tiba jari
jempol sang Raja tersengat duri ikan yang mengandung bisa. Setelah makan malam,
esoknya Raja merasakan sakit demam hingga selama berhari-hari lamanya. Seluruh dokter istana berkesimpulan bahwa
satu-satunya cara untuk mencegah penyebaran racun ikan tersebut adalah dengan
melakukan amputasi jari jempol sang Raja. Raja setuju. Hari berikutnya badan
sang Raja terus memanas, kembali dokter menyarankan bahwa satu-satunya cara
adalah memotong telapak tangan hingga ke bagian siku. Setelah diamputasi, hari selanjutnya Raja
masih merasa demam hingga bertambah, hingga dokter menyarankan perlu amputasi
tangan hingga ke bagian bahu kanan. Raja kemudian setuju. Namun, sekalipun Raja telah sembuh, namun
dihari-hari berikutnya pikiran dan hatinya tidak tenang sebab memikirkan sang
Nelayan. Akhirnya para dokter
menyarankan agar sang Raja segera dikonsultasikan pada ahli jiwa
(psikiater). Menurut dokter jiwa,
satu-satunya cara adalah menemukan kembali sang Nelayan, lalu meminta maaf atas
perbuatan sang Raja tempohari. Syukurlah
sang Nelayan dapat ditemukan, beliau segera memberi maaf hingga sang Raja
merasa tenang kembali. Ketika ditanya,
apa yang anda ucapkan saat ikan anda dirampas oleh anak buah Raja? Sang Nelayan
hanya berdoa ”Ya Allah, jika hari ini
sang Raja telah memperlihatkan kesombongannya, perlihatkan pula segala
kekuasaanMu padanya”. Pernahkan kita
sebagai pimpinan merenungkan tentang banyaknya hak para bawahan yang selama ini
kita rampas dengan sengaja atau tidak? Pernahkan SPPD bawahan kita ambil tanpa
sepengetahuan mereka? Pernahkah
gaji kita potong tanpa persetujuan mereka? Pernahkah jatah tunjangan kita
kurangi tanpa izin mereka? Pernahkah bagian mereka kita pindahkan menjadi milik
kita tanpa mereka ketahui? Wawlahu alam
bissawab, mintalah maaf pada mereka dengan setulus hati, minal aidin walfaidzin, mohon maaf lahir
bathin......
Komentar
Posting Komentar