Mengukur Kekuatan Calon Independen


Oleh. Muhadam Labolo
            Seorang mantan birokrat di Gorontalo terpilih menjadi kepala daerah.  Soal kemenangan dalam Pilkada masalah biasa, tapi yang luar biasa karena sang birokrat menang satu putaran lewat jalur independen.  Pada saat yang sama kepala daerah terpilih menjadi tersangka dalam kasus berbau korupsi. Ini sudah diputuskan lewat pengadilan setempat beberapa saat sebelum kemenangan diumumkan. Intrik politikpun menguap pasca kemenangan dalam Pilkada.  Pemerintah terpaksa mengeluarkan jurus ampuh, yaitu mengeluarkan SK pelantikan sekaligus pada saat yang sama mengeluarkan SK penonaktifan sampai yang bersangkutan terbukti bersalah atau tidak di mata hukum.  Sebagai wakil pemerintah pusat, gubernur dengan arif memberi tenggang waktu, selesai pelantikan beberapa hari kemudian diserahkan SK non-aktif.  Anda bisa bayangkan, seseorang baru saja bergembira ria tiba-tiba berubah menjadi lemas karena menerima SK berikutnya dalam waktu yang hampir bersamaan.  Implikasi politiknya melebar kemana-mana.  Gubernur dinilai bermain dalam konteks ini.  Padahal dengan segala kearifan justru ia memberi tenggang waktu sebagaimana arahan pemerintah pusat, agar tak terjadi tindakan anarkhis yang memang sejauh ini sang kepala daerah di dukung murni oleh akar rumput.  Syukurlah putusan pengadilan membebaskan sang kepala daerah, sehingga diaktifkan kembali.  Kalau keputusan sebaliknya, saya pikir bisa chaos, sebab publik merasa ada rintangan tinggi yang sengaja dipasang oleh mereka yang tak suka dengan kepala daerah terpilih.
Di Republik ini, dalam pengamatan saya dari 497 Kabupaten/Kota hampir sepuluh pasangan yang terpilih dari jalur independen.  Terakhir pasangan kepala daerah di Garut yang menang karena berpasangan dengan seorang artis komedi.  Kelebihan pasangan independen sebab ia lahir dari dukungan murni masyarakat luas.  Secara administratif cukup dibuktikan lewat kesediaan tanda tangan dan foto copy KTP. Berapa harus dipenuhi? Tergantung jumlah penduduk, sebab aturan Pilkada sebagaimana di atur dalam PP 6 Tahun 2005 selaku aturan pelaksanaan dan perubahannya dengan jelas memberi standar berapa persen untuk setiap jumlah penduduk.  Jadi, kalau anda berminat, silahkan bergerilya mulai dari sekarang, sebab tidak boleh seseorang di dukung oleh lebih dari satu orang sehingga KTPnya bisa digandakan oleh siapa saja berkali-kali.  Ini akan menjadi temuan KPU pada saat verifikasi.  Syaratnya lain dukungan tersebar minimal setengah dari jumlah dapil yang tersedia. Calon independen sebaiknya mereka yang memiliki dukungan akar rumput kuat, populer serta memiliki kemampuan lebih dari kandidat lain.  Kalau anda kebetulan incumbent, bisa saja lewat jalur independen kalau merasa bosan naik perahu parpol yang mahal, lambat, suka bocor dan tak jelas arahnya.  Saya pernah mengatakan bahwa dalam Pilkada langsung, popularitas penting selain sumber daya lain.  Semakin populer semakin sedikit biaya yang mesti dikeluarkan.  Dengan memanfaatkan basis dukungan militan, mungkin kita hanya mengeluarkan sedikit modal.  Kelemahan calon independen adalah suka diganggu oleh parpol yang tak memiliki relasi signifikan dalam menjalankan roda pemerintahan.  Dalam konteks demokrasi, pemerintahan yang kuat jika di dukung oleh suara mayoritas di parlemen.  Bagi pasangan yang terpilih dari jalur independen ia harus kuat pasang kuda-kuda, sebab setiap saat rawan angket dan interpelasi.  Kalau pasangan independen tak paham menempatkan diri, rendah frekuensi silaturahmi, serta pelit memberi ruang bagi anggota dewan buat studi banding kemana mereka sukai, maka alamat konflik mengancam setiap waktu. Bisa-bisa semua pimpinan SKPD kena giliran hearing setiap minggu.  Satu-satunya sandaran perlindungan pasangan calon independen adalah kelompok-kelompok masyarakat yang selama ini mendukungnya.  Ia harus pintar merawat dan memberi makan secara telaten seperti memelihara tuyul dalam rumah.  Kalau telat, bisa jadi mereka yang mendukung selama ini berbalik menjadi musuh dalam selimut.  Kalau sudah demikian, pasangan independen dapat kehilangan dukungan baik di akar rumput maupun legislatif. Lalu, siapa lagi yang akan mendukung mereka? Saya prediksi, kemungkinan tinggal sekawanan pengusaha lokal bermata sipit hingga pengusaha yang suka pinjam pakai PT dan CV orang lain.  Kekuatan pasangan independen terletak pada basis massanya yang dapat mengalami fluktuasi bergantung pada daya pemeliharaannya. Satu-satunya cara bagi anggota legislatif adalah menciptakan keseimbangan dengan tetap memelihara basis konstituen parpol yang selama ini telah mendukung mereka.  Masalahnya, seberapa erat hubungan antara parpol dengan basis konstituen saat ini melihat gejala dimana masyarakat tidak begitu percaya pada wakil yang duduk disana.  Ini juga menjadi pelajaran berharga atas kegagalan parpol dalam melakukan fungsi rekrutmen politik.  Mereka kehilangan kader berkualitas, kecuali segelintir pengusaha yang bertujuan mengendalikan lalu lintas proyeknya lewat kompetisi APBD. Tanpa ikatan yang kuat dengan masyarakat, maka legislatif daerah tak akan berkutik sama sekali.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenang Sartono, M. Jaffar dan Indrarto

Seri: Kajian Filsafat Ilmu Pemerintahan

Pamongpraja, Tinjauan Filosofis, Etimologis, Historis, Relevansi dan Gagasan Kekinian