Dapatkah Kita Menang Melawan Negara Tetangga?
Oleh. Dr.
Muhadam Labolo
Menurut teori konflik,
perang hanyalah kelanjutan dari perdamaian yang tertunda. Sebaliknya, perdamaian adalah perang yang
tertunda. Jadi, setiap saat sebenarnya
kita harus siap berperang, sekalipun politik luar negeri kita bersifat zero of war. Kalau kita menggunakan prinsip satu musuh
terlalu banyak, seribu kawan terlalu sedikit, saya setuju dengan satu syarat,
keadaan negara kita normal tanpa gangguan.
Tetapi kalau negara anda dilecehkan, dilanggar batas wilayah, dirampok
ikan dan hasil hutan, direndahkan pekerja rumah tangganya, diklaim budayanya,
didiskriminasi warga negaranya atau bahkan dipermalukan aparat negaranya, maka prinsip-prinsip
diatas saya pikir perlu dilanggar seperlunya untuk menegakkan kedaulatan negara
(souveregnity). Kalau individu punya privasi, daerah punya
otonomi, maka negara sesungguhnya punya kedaulatan yang patut dihargai dan
dihormati oleh bangsa lain. Sekarang,
kalau saya ditanya kira-kira strategi apa yang dapat membuat kita menang kalau
berperang melawan negara tetangga suatu saat? Saya pikir kita memiliki banyak
sumber daya, tinggal bagaimana memobilisasi dan mengendalikannya lewat kepemimpinan
yang kuat. Pertama, kita memiliki tentara yang sangat terlatih di medan
yang paling sulit sekalipun, tinggal menambah sedikit peralatan canggih dari
USA, Rusia atau China. Saya yakin,
tentara kita jauh lebih tinggi kemampuan survivalnya
dibanding tentara negara tetangga. Mana
ada tentara Malaysia misalnya bisa makan ubi kayu dicampur darah ular berbisa?
Itulah mengapa kalau latihan bersama di belantara Indonesia, tentara Malaysia
kurang semangat, sebab makanannya bisa bikin sakit perut. Sebaliknya, kalau latihan bersama di
Malaysia, tentara kita sangat happy,
karena bisa nambah gizi. Kedua, kalau soal bantuan luar
negeri, saya pikir Amerika pantas membantu kita, sebab kepentingan mereka lewat
freeport, inco, cell, Mic Donald, KFC
dsbnya lebih banyak di Indonesia ketimbang di negara tetangga. Demikian pula Jepang lewat kepentingan Toyota, Suzuki, Yamaha, Mitsubishi, Honda,
Hoka-Hoka Bento, Shabu-Shabu,
Terayaki dsbnya. China punya kepentingan dari mulai jualan peniti sampai baju
koko di tanah abang dan mangga dua. Italia bisa kita minta partisipasinya,
kalau tidak pizza hut bisa bangkrut.
Belanda tentu ikut bantu, selain balas budi juga menjaga agar roti bakery-nya tetap langgeng di
Indonesia. Belum lagi Rusia sebagai pemasok senjata berat mulai dari Sukhoi hingga
alutsista. Ketiga, kalau jadi perang, saya pikir akan terbentuk common enemy, yaitu terbentuknya musuh
bersama yang dapat menggugurkan konflik internal antar anak bangsa selama ini. Saya
kira kita akan meninggalkan sejenak masalah Buol, HKBP, Bank Century, Nasi
Aking, Gas Elpiji, Gedung DPR, Pelesiran Anggota Legislatif atau Koruptor yang
merajalela. Kalau anda membaca sejarah, Soekarno mampu meredakan ketegangan
domestik dengan cara mengembangkan isu besar sekalipun hanya gertakan sambel
buat negara tetangga yang kadang lupa diri. Keempat, salah satu cara
mensejahterakan tentara Indonesia yang selama ini hidup dibawah standar adalah
dengan memaksimalkan kemampuannya lewat perang yang terukur. Dengan demikian
kita perlu mensupport lewat pemenuhan
kesejahteraan yang tinggi. Saya pikir
ini cara yang paling tepat daripada mengirimkan terus ke Kongo, Afganistan, atau
Libanon. Sebenarnya tentara kita paling
terlatih dan disegani seperti Kopasus, Paskhas atau Marinir. Kalau tentara kita terlalu lama menganggur,
maka lihatlah kondisinya, sebagian perwira menengah kebawah bisa mengubah diri
menjadi body guard di berbagai
perhelatan akbar, sementara perwira menengah keatas bisa jadi body guard selaku direktur atau
komisaris di berbagai perusahaan ternama.
Sayang sekali, karena jarang ada perang, maka nasionalisme mereka
dipraktekan justru untuk melindungi kepentingan berbagai perusahaan yang nota bene sahamnya dimiliki oleh bangsa
asing. Bukankah ini sama saja dengan melindungi kepentingan bangsa asing? Kelima,
kalaupun kita perang, saya sarankan tidak usah lama-lama, cukup dua tiga kali
tembakan mematikan lalu minta berunding secepatnya, setidaknya telah
menunjukkan sedikit kemampuan yang dapat membuat musuh segera memohon untuk
menyelesaikan semua masalah lewat jalur diplomasi. Buatlah perhitungan yang
akurat, cermat dan terukur, saya sangat yakin bahwa para jenderal, kolonel dan
prajurit kita sangat terlatih, berpengalaman dan lebih ahli dibanding tentara
negara tetangga. Lihatlah bagaimana perang teluk yang hanya beberapa minggu,
atau perang di kawasan lain yang hanya membutuhkan waktu relatif cepat. Keenam,
saran kawan saya yang jahil bisa juga diakomodir, kalau kita kekurangan milisi,
sebaiknya para tahanan penjara diberikan remisi dan grasi setelah mengikuti
militer sukarela (milsuk). Ini lebih bijak daripada menunggu tujuh belas
agustus dan lebaran idul fithri yang dapat membuat publik tidak percaya pada
ampunan pemerintah. Bukankah dalam
tahanan kita banyak juga ahli bom, bekas anak buah DR. Azhari dan Noordin M
Top? Ketujuh,
dengan asumsi ada dua juta TKW di negara tetangga, mengapa tidak dikembalikan
saja sebagian perempuan dan budidayakan pekerja laki-laki sebagai spionase? Bukankah ini dapat membantu
secara internal? Kedelapan, kalau Indonesia punya pesulap luar biasa seperti Linbad,
mengapa tak mendidik mereka lebih banyak agar menjadi tentara khusus. Saya suka membaca majalah commando,
saya tau bahwa Rusia sedang mencetak pasukan khusus yang memiliki kemampuan
tempur setaraf dengan atlet olimpiade. Di Indonesia, dari sabang sampai
Merauke, ilmu dan sumber daya apa yang tidak ada? Sekarang tinggal bagaimana
memobilisasi dan mengarahkannya untuk membela kepentingan nusa dan bangsa dari
hinaan dan jajahan bangsa lain.
Komentar
Posting Komentar