Salodik, Bangkok dan Pramuka Indonesia
Dr. Muhadam
Labolo
Dalam tulisan 1 Juli di harian Luwuk Post, saya mencoba membandingkan
secara kualitatif perkembangan Pulau
Bajo dengan Pulau Singapura sebagai pulau yang sama-sama memiliki karakteristik
yang unik. Sekali lagi, saya tak
membandingkan Pulau Bajo dengan Negara Singapura, tetapi objek bandingannya
adalah pulau dengan pulau. Sama halnya dengan membicarakan Pulau Peling, Pulau
Mayayap atau Pulau Keramat di gugusan laut banggai. Lewat harian ini saya juga berterima kasih
atas apresiasi dari berbagai kalangan yang tekun membaca topik diskusi pendek
di rubrik ini. Sekarang, bagaimana
melihat Desa Salodik di ujung Kecamatan Luwuk?
Saya pikir objek bandingannya adalah daratan Bangkok, sebuah negara
tetangga yang baru selesai dilanda konflik politik. Apa yang menjadi core competence (sektor unggulan) negara itu? Secara umum, Bangkok
hidup dengan dua sektor unggulan, yaitu sektor pertanian dan pariwisata. Di kampung saya, sejak kecil kalau anda punya
seekor ayam bangkok, maka serasa andalah orang yang paling beruntung menjadi
buah bibir dimana-mana karena mampu menundukkan seluruh ayam di kampung
sendiri. Di benak kita, ayam kampung hanya
untuk di makan, setidaknya melambangkan kesejahteraan, sedangkan ayam bangkok
untuk bertanding, sekaligus melambangkan kekuatan. Bahkan, ketika di depan rumah saya tumbuh
sebatang pohon jambu bangkok, almarhum ayah saya suka menjaga siang malam
karena bangga bisa memberi tamu atau siapa saja yang ingin mengecap rasa jambu
bangkok, kendatipun bagi kami sendiri terasa kurang. Ayah saya sangat bangga kalau bisa memetik
dan memberi jambu Bangkok pada orang yang kebetulan lewat di depan rumah.
Sekarang, di depan rumah saya tinggal seonggok bambu kuning dari China. Mungkin beliau menyuruh saya agar belajar
hingga ke negeri China, sebagaimana anjuran Nabi Muhammad Saw. Saking banyaknya produk pertanian dari Bangkok,
maka semua buah yang bentuknya gede (besar) pasti di klaim berasal dari
Bangkok. Sebut saja satu persatu seperti pepaya bangkok dan durian bangkok. Sektor unggulan kedua Bangkok adalah pariwisata,
lihat saja turis ke Bangkok hampir sama jumlahnya dengan turis di Bali. Selain pemandangan pantai yang indah (Puket
dan Pathayya), budaya Bangkok yang khas menjadi komoditi menarik bagi turis
mancanegara (cari saja menu Tom Yang). Lalu dimana sektor unggulan Salodik? Menurut pendapat saya relatif sama dengan
Bangkok, yaitu pertanian dan pariwisata.
Salodik kaya dengan hasil pertanian jangka pendek, sebab selain berada
di ketinggian juga memiliki iklim sejuk dengan sumber mata air yang
jernih. Tentu saja kita dapat menanam
sayur-mayur dan buah-buahan sesuai kondisi alamnya. Kalau saja masyarakat dan pemerintah serius
menjadikan wilayah ini sebagai lahan strategis pertanian jangka pendek, maka
bukan mustahil kita bisa menggeser klaim bangkok dalam 10 tahun ke depan dengan
istilah Salodik. Seperti jambu salodik,
pepaya salodik, ayam salodik, durian salodik, cengkeh salodik, wortel salodik,
terong salodik atau bayam salodik.
Praktis semua sayur-mayur dan buah-buahan segar dan gede (besar) pasti berasal
dari salodik. Sektor unggulan kedua Salodik
adalah pariwisata. Lihat saja betapa
indahnya alam disana, sampai-sampai anak saya yang masih berumur 10 tahun tidak
percaya bahwa ternyata lukisan pemandangan dengan air terjun indah yang dijual
di salah satu mall Jakarta benar-benar ril ada di Salodik. Sayangnya, pengelolaan alamnya sebagai
komoditi pariwisata yang berada strategis diantara Kecamatan Pagimana dan Luwuk
belum tersentuh dengan baik. Kepemilikan
lahan di sisi sungai seharusnya dapat dikelola pemerintah dan pihak
swasta. Sekiranya ini dapat dikelola
dengan maksimal, kita dapat membayangkan area tersebut minimal sama dengan
pengelolaan air terjun di Bantimurung Kabupaten Maros Sulawesi Selatan. Sungai yang jernih dari air terjun disana
menghasilkan income hingga 25 persen
dari total PAD Kabupaten Maros. Jangan
bilang kalau dekat bulan puasa dan musim liburan, kepadatan pengunjung tak bisa
dihitung dengan jari. Lalu, apa yang
perlu dilakukan di Salodik? Jawabannya jelas, carilah investor yang tepat
supaya sungai di Salodik benar-benar terurus dengan baik. Bawa sebagian jajaran dinas pariwisata,
anggota dewan yang terhormat, perguruan tinggi, pers lokal, LSM dan tokoh
masyarakat di salodik (Kades, anggota BPD, Toga dan Tomas) cari waktu berkunjung
ke Bantimurung Maros. Catat dan pelajari
apa yang bisa dilakukan agar kawasan tersebut dapat segera berubah dengan
cepat. Musyawarahkan, lalu putuskan dengan sebaik-baiknya dalam bentuk Perda,
kemudian biayai dengan teratur dalam 5 sd 10 tahun kedepan. Kemudian evaluasi
hasilnya, apa yang terjadi. Kalau perlu, investasikan kereta gantung (Gondola)
dari bukit keles langsung ke Salodik.
Pasti menarik dan padat pengunjung.
Daerah kita berbukit-bukit, tinggal bagaimana menatanya tanpa merusak
alamnya. Kalau suatu saat anda naik Gondola dari bukit keles ke Salodik, saya
yakin anda akan bangga melihat kota air luwuk dengan penuh tetesan air mata,
sama ketika pengalaman saya pertama kali naik Gondola di Taman Mini Indonesia
Indah, Ancol, Malaysia dan China. Saatnya
kita butuh eksplorasi dan kesadaran seluruh masyarakat untuk mendukung sektor
unggulan tersebut. Pada momentum bulan
ini, hemat saya mengapa kegiatan Pramuka tidak diarahkan ke wilayah tersebut, supaya
generasi muda dan masyarakat sadar akan alamnya yang amat kaya raya. Ketika
saya bertugas lama di Sulawesi Selatan, hampir semua kegiatan kepramukaan
dilaksanakan di sekitar lokasi Bantimurung, termasuk Jambore LKMD. Saya baru paham, ternyata pemerintahnya
sengaja menjual daerah tersebut agar menjadi sentral pariwisata kelas nasional,
bahkan international. Generasi muda kita
seharusnya sadar akan alamnya, itulah mengapa semua kegiatan kepanduan sekelas
Pramuka selalu dilaksanakan di Cibubur dan Jatinangor yang alamnya sangat indah. Mengapa? Supaya mereka dapat hidup
berdampingan dengan alam, menimba ilmu dari alam, berteman dengan alam,
menguasai alam, tidak merusak alam, melindungi alam, mampu memanfaatkan sumber
daya alam serta dapat menjaga kelestarian dan keseimbangan alam bagi kebutuhan
umat manusia dari waktu ke waktu. Bandingkan kalau kegiatan Pramuka itu
dilaksanakan di dekat kawasan kota modern, penuh kantor dan perumahan elit,
maka kesadaran apakah yang dapat kita peroleh dari generasi muda di kemudian
hari? Dapat dipastikan, mereka buta soal
alam, tak paham seluk belum alam, bahkan sebaliknya konsumeristik, serba
plastik dan jauh dari karakteristik wilayahnya.
Bukankah ketika kita menilai Pramuka berprestasi bergantung pada
bagaimana mereka hidup dengan memanfaatkan alam secara berimbang? Jadi, kalau
masih ada anggota pramuka yang semua kebutuhannya bergantung di pasar inpres
luwuk misalnya, termasuk membeli tali rafia untuk mendirikan tenda, maka dapat
disimpulkan bahwa organisasi kepanduan paling bergengsi di Indonesia ini telah
gagal membentuk karakter generasi mudanya.
sy tdk begtu faham dng konsep tata ruang, tapi apa yang disampaikan bpk doktor sangat istimewa. sebagai orang yang dilahirkan disini, sy mengaminkan bahwa desa ini punya potensi, bahkan tempat2 main sy waktu kecil diarea hutan pinus sampai gunung ladang msh banyak tersimpan keindahan. sy kecewa sj apa yang telah dilakukan oleh pemerintah desa (kepala desa) sebelumnya bpk Karim Ladania tdk dilanjutkan/tdk dipedulikan lagi oleh pemerintah desa yang skrng. terima kasih bpk Dr. Muhadam Labolo atas apresiasinya untuk kemajuan desa ini. salam
BalasHapus